Drama untuk Skenario Kehidupan Episode 13

Take 13

Setelah semua perjuangan mengerahkan seluruh tenaga mengerjakan proposal skripsi, meski di tengah-tengah kesibukan lain yakni mengerjakan tugas mata kuliah tertentu dan berlatih dialog sebelum syuting film selama kegiatan di klub, Michelle telah berdiri di sebuah ruang sidang menghadap para dosen bersama peserta sidang UP lainnya yang tengah membentuk barisan berjejer membelakangi layar proyeksi.
Jas almamater biru kehitaman kampus telah dikenakan oleh seluruh peserta sidang UP sebagai dress code wajib karena acara ini begitu mengutamakan formalitas, terutama hampir seluruh dosen menghadiri salah satu acara penting bagi mahasiswa tingkat akhir.
Lantai berkarpet abu-abu, beberapa meja kayu beralaskan kaca, dan beberapa kursi merah juga menjadi saksi ruangan sidang penuh ketegangan. Bahkan setiap jendela pun membisu di balik gorden putih.
Sang ketua jurusan, seorang wanita berambut pendek dan berkacamata, menyambut, “hari ini kita akan mengadakan sidang usulan penelitian yang akan diikuti oleh 13 mahasiswa.”
Setiap mahasiswa yang mengikuti sidang UP telah memberi setiap draft proposal skripsi mereka kepada para dosen penguji tepat setelah mendaftar dan jauh-jauh sebelum acara dimulai. Mereka tentu merasakan ketegangan menyelimuti dan mengikat pikiran begitu dosen akan membaca keseluruhan dari proposal itu serta mengajukan beberapa pertanyaan.
Tak terkecuali Michelle, kegugupan akan kenyataan bahwa dia harus mempertanggungjawabkan proposalnya lewat dalam sebuah presentasi, apalagi jika satu atau dua dosen penguji bahkan menantang melalui beberapa pertanyaan. Meski dia sudah menyelesaikan proposal skripsi. membacanya kembali berulang-ulang, dan merangkumnya dalam presentasi, masih saja tertanam keraguan apakah dia mampu menjawab dalam mempertanggungjawabkan karyanya pada setiap dosen penguji.
“Dengan ini, saya nyatakan sidang usulan penelitian dibuka.” Sang dosen ketua jurusan mengetuk palu layaknya seorang hakim di persidangan hukum. “Baiklah, Anda akan dipanggil satu per satu untuk mempresentasikan mengenai proposal penelitian Anda dan menjawab pertanyaan yang kami ajukan. Semoga Anda dapat mempertanggungjawabkan hasil kerja Anda dengan baik. Terima kasih. Anda dipersilakan keluar.”
Begitu seluruh peserta sidang UP telah keluar dari ruang sidang, mereka menempati selasar sekitar lantai empat gedung fakultas, di mana ruangan setiap jurusan terletak seperti berjejer. Ruang sidang merupakan ruang terluas di lantai empat gedung fakultas.
Seluruh sidang peserta UP menduduki lantai di sekitar selasar dan di dekat tas masing-masing. Tumpukan lembar proposal skripsi mereka baca kembali demi mengingat setiap materi pada presentasi dan mempermudah saat giliran dimulai.
Begitu jeda lima belas menit telah berakhir, salah satu peserta sidang UP telah dipanggil sebagai peserta pertama yang akan mempresentasikan proposal skripsinya. Ketegangan pun baru saja dimulai.
Michelle kembali membaca proposal skripsinya, terutama yang telah dia garis bawahi menggunakan marker berwarna hijau sebagai bahan pada presentasinya, seperti sedang menghapal sebuah dialog dalam skenario film. Dia menghela napas begitu terbayang kekhawatiran jika kerja kerasnya akan berujung sia-sia, yakni proposal tidak diterima hanya karena tidak bisa mempertanggungjawabkannya.
Satu per satu peserta sidang UP keluar masuk ruang sidang setelah dipanggil secara acak. Michelle sama sekali belum mendapat panggilan giliran untuk mempresentasikan sama sekali. Dia hanya bisa melihat ketegangan telah terangkat dari masing-masing peserta yang telah menyelesaikan presentasi di hadapan para dosen penguji dan menjawab beberapa pertanyaan dari sesama peserta apakah lancar dan bagaimana pertanyaan mereka.
Demi menenangkan diri, Michelle akhirnya mengambil ponsel dan membuka aplikasi chatting. Dibukanya setiap pesan berupa kata-kata penyemangat, baik dari grup maupun secara pribadi.
Terlebih dahulu, dia buka pesan di grup jurusan Sastra Indonesia, kata-kata penyemangat dari setiap mahasiswa yang belum ikut sidang UP turut membuat chat room cukup menumpuk dan menyalakan api semangat. Ditambah pula, respon dari setiap peserta sidang UP yang mengucapkan terima kasih dan semacam mohon dukungannya.
Dia buka pesan dari Yuna secara pribadi melontarkan kata-kata penyemangat, semangat ya, Chelle! Pasti bisa kok! Pasti bakal lancar!
Kedua, dia buka pesan dari Jenni secara pribadi, sang penulis naskah, Semoga sidang UP-nya dilancarin ya! Good luck.
Ketiga, pesan dari Ivan, good luck! Smg lancar! Udh kerja keras nih, tinggal semangat aja!
Terakhir, pesan dari Bayu, yang entah kenapa membuatnya semakin bersinar, anggap aja sidang UP itu sebuah skenario, lalu dialognya berasal dari kerja kerasmu sendiri. Pokoknya, apapun yang terjadi, kamu harus tetap semangat dan berjuang sebaik mungkin, seperti saat latihan-latihan dialog di klub film.
“Michelle!” panggilan dari peserta UP yang baru saja keluar dari ruang sidang sontak membuat Michelle tercengang bahwa kini benar-benar gilirannya.
Michelle dengan cepat bangkit dari duduknya dan melangkah menuju ruang sidang. Ketegangan pun seakan berkata ini saatnya. Begitu kedua kakinya menginjak karpet abu-abu dalam ruangan, melewati pintu, terlihat beberapa dosen penguji telah duduk menghadap meja beralas kaca masing-masing layaknya murid di sekolah atau tamu di sebuah acara, bersiap untuk memperhatikan presentasi mengenai proposal skripsi yang dia ajukan.
Michelle pun menghentikan kaki di hadapan meja dekat pancaran layar proyeksi. Melihat laptop telah berada di permukaan meja berkaca itu, langsung dia masukkan flash drive-nya. Dibukanya file presentasi proposal skripsi dengan cepat dan langsung menggunakan mode slide show.
“Selamat siang, hadirin,” sapa Michelle begitu formal pada para dosen penguji, “hari ini saya akan mempresentasikan mengenai proposal penelitian saya. Saya akan membahas tema bad boy dan dirty CEO di novel-novel Wattpad dalam proposal penelitian bertajuk Hubungan Pasif Agresif dalam Dua Contoh Novel Wattpad: Sebuah Kajian Psikoanalisis.”
Menatap setiap dosen penguji mulai memutarbalikkan halaman pada proposal skripsi yang telah dia berikan, ditekannya tombol keyboard pada laptop untuk beralih pada slide berikutnya, yakni latar belakang masalah.
“Kenapa saya memilih novel yang bertema bad boy dan dirty CEO yang telah lama menjadi tren di Wattpad? Kenapa saya memilih novel yang berawal dari keberadaannya di Wattpad hingga menjadi novel cetak? Karena, sebenarnya novel yang bertema bad boy dan dirty CEO kerap sekali menjadi favorit para pembaca, baik dalam bentuk novel online di Wattpad maupun dalam bentuk buku fisik.
“Saya juga sebenarnya heran kenapa pembaca suka dengan kisah cinta antara gadis baik atau yang disebut good girl dan bad boy atau yang disebut anak laki-laki nakal. Bad boy itu umumnya adalah lelaki yang kurang ideal, suka merokok, ikut tawuran, dan memberontak pada orangtua serta guru. Tetapi, bad boy dalam kedua novel yang akan menjadi objek penelitian ini juga luluh sifatnya ketika berdekatan dengan gadis yang dia sukai.
“Nah, jadi daya tarik cerita seperti ini bisa dikatakan bahwa pembaca menyukai seseorang yang tidak sempurna, ketidaksempurnaan itu sang tokoh bad boy dia jadikan elegan dengan menunjukkan sisi keluguannya pada seorang gadis yang dia sukai. Wajar jika kebanyakan pembaca adalah gadis muda dalam genre ini.
“Saya meneliti kedua novel ini menggunakan pendekatan psikoanalisis. Saya ingin mendekatkan pendekatan psikologi sang tokoh utama, terutama seorang gadis baik-baik, mengapa bisa dia menyukai seorang pemuda nakal yang disebut bad boy atau dirty CEO.
Slide demi slide, kata demi kata dari mulut Michelle terlontar begitu lancar tanpa hambatan berupa ketegangan. Dia mempresentasikan sejauh ini mengapa bad boy dan dirty CEO begitu penting dalam sejarah sastra populer di Indonesia, apalagi jika melalui Wattpad.
Begitu selesai mempresentasikan proposal skripsinya, satu per satu dosen penguji mengajukan pertanyaan seperti ingin memakai pendekatan psikoanalisis siapa dan juga kritik serta saran penulisan dalam proposal skripsinya. Begitu pula dengan dosen yang berpendapat bahwa topik bad boy dan dirty CEO begitu menarik jika didekatkan dengan pendekatan psikoanalisis terhadap sang tokoh utama.
Selesai menjawab semua pertanyaan, Michelle akhirnya menutup presentasinya dengan berterima kasih pada seluruh dosen penguji. Begitu selesai, dia ambil flash drive dari laptop dan keluar dari ruang sidang, merasakan terlepasnya beban sehabis memberikan presentasi pada gilirannya.
***
“Sidang usulan penelitian telah berjalan dengan lancar, kami sudah mendengar seluruh presentasi kalian mengenai proposal penelitian Anda,” ucap dosen ketua jurusan.
Seperti pada pembuka, seluruh peserta sidang UP kembali berbaris menghadapi para dosen penguji membelakangi layar proyeksi, ingin mendengar hasil dari kerja keras mereka mengerjakan proposal skripsi.
Sang dosen ketua jurusan mengungkapkan hasilnya, “Berdasarkan presentasi Anda semua, kami nyatakan bahwa Anda telah siap untuk melanjutkan penelitian ini dan menjadikannya sebagai tugas akhir berupa skripsi.”
Ucapan syukur akhirnya berkeliaran dari mulut ke mulut peserta sidang UP, kerja keras mereka akhirnya membuahkan hasil, siap untuk melanjutkan proposal mereka menjadi sebuah skripsi berlembar-lembar.
Masing-masing peserta sidang UP yang telah berhasil diberi dua dosen pembimbing. Dua dosen pembimbing akan membantu mereka untuk menggarap skripsi dengan memberikan kritik, saran, maupun koreksi dalam bimbingan nanti. Mereka juga mendapat pesan agar mereka dapat menyelesaikan skripsi tepat waktu, setidaknya tiga sampai empat bulan.
“Baik, kami dari pihak dosen mengucapkan selamat mengerjakan skripsi. Dengan ini, kami nyatakan sidang usulan penelitian ditutup.” Dosen ketua jurusan kembali memukul palu seraya menutup acara. “Terima kasih banyak sudah hadir.”
Begitu sidang usulan penelitian ditutup, seluruh peserta sidang UP terlebih dahulu bersalam-salaman dengan seluruh dosen penguji demi mendengarkan ucapan selamat. Mereka pun akhirnya keluar dari ruang sidang dan mengambil tas yang diletakkan di sekitar selasar jurusan.
Kelegaan akhirnya meresap pada hati ketika seluruh peserta sidang UP menuruni tangga menuju lantai dasar untuk keluar dari gedung fakultas melalui halaman depan.
Begitu keluar melalui pintu depan gedung fakultas, sambutan dan sorakan meledak di sekitar halaman depan. Teman-teman satu jurusan dan satu himpunan turut hadir di hadapan mereka, sebagian besar membawakan hadiah dan selebaran ucapan selamat, terlebih, beberapa balon yang membentuk huruf S.Hum turut dihadirkan.
“Selamat!” seru seluruh teman-teman.
“Michelle!!” sambut Yuna dan Keisha mulai memeluk. “Selamat ya!!”
Michelle sampai tidak bisa melontarkan kata-kata ketika menatap Yuna dan Keisha, teman terdekatnya, turut menyambut keberhasilannya. Kedua tangannya turut membalas pelukan dengan mengikat punggung mereka sejenak.
“Ih … enak banget, udah UP! Udah mulai bisa skripsi lagi! Bakal cepat lulus dong!” seru Yuna ketika dirinya dan Keisha melepas pelukannya.
“Habisnya dapat presentasi yang awal-awal lagi,” tambah Keisha.
“Michelle!!” sahut Jenni menemuinya membawakan segenggam karangan bunga. “Selamat ya! Udah lancar sidangnya, terus bisa kerjain skripsi.”
“Michelle,” sambut Ivan menemuinya, “selamat ya.”
“Makasih, Van.” Michelle mengangguk tersenyum.
“Michelle!” sahut Bayu yang menepuknya dari samping.
“Eh?” ucap Michelle tercengang.
“Ih! Ngagetin aja!” bentak Jenni.
“UP udah nih! Nah, nanti Minggu, kita syuting perdana nih!” seru Bayu.
Ivan melanjutkan, “Iya nih, jangan lupa terus hapalin naskahnya, terus … skripsi juga paling utama. Apapun yang terjadi, lo semangat!”
“Makasih, teman-teman,” ucap Michelle menganggukkan kepala.
Perjuangan Michelle baru saja dimulai, mengerjakan skripsi sekaligus melakukan kegiatan di klub film, yakni proses syuting film sebagai aktris utama, dan menghadiri beberapa kelas mata kuliah seperti biasa. Ini adalah awal dari perjuangannya menuju dunia kerja.

Comments

Popular Posts