Alpinloch: Another World Episode 6
The Desert
Town Monster II
“Monster!
Menyeramkan sekali!!” seru Justice bagaikan menggigil ketika melewati padang
pasir penuh dengan penderitaan hawa panas dan noda darah. “Monster yang telah
menghancurkan Sedona dan membunuh beberapa rakyatnya!”
Mark
menghentikan langkah terlebih dahulu tertegun dengan apa yang baru saja dia
lihat di hadapannya. Mata Anna mulai berkaca-kaca tidak percaya apa yang telah
terjadi pada Sedona. Reaksi Jason dan Justice juga tidak kalah kaget menyadari
hal yang telah mereka saksikan sendiri.
“Apa
… ini?” ucap Anna menutup mulut dengan kedua tangan.
“Ini
… Sedona … yang sekarang?” Mark tertegun.
Sedona
yang mereka lihat tepat di hadapan mereka kini bagaikan sebuah kota mati. Setiap
gedung yang terbuat dari batu bata dan pasir telah seperti kapal pecah,
reruntuhan batu bata tergeletak di atas pasir yang telah melalui penderitaan.
Beberapa
tanaman yang terletak di sekitar kota juga ikut mengeringkan diri akibat
serangan sang monster. Tanaman-tanaman tersebut seperti sedang kekurangan air
hingga harus mati pada akhirnya.
Dalam
novel, Sedona diceritakan sebagai kota gurun yang begitu makmur berkat penemuan
beberapa tambang emas di perbatasan kota. Sampai-sampai, beberapa orang di
dunia itu, termasuk rakyat Sedona sendiri, begitu iri dengan kebijakan walikota
agar emas dapat menjadi sumber utama pembangunan kota.
Tentu
saja, nafsu telah mengalahkan hati manusia. Beberapa dari rakyat Sedona itu
sendiri bahkan ingin menguasai semua tambang emas di sekitar kota demi
kepentingan pribadi, bukan demi bekerja sama untuk membantu pihak kota, meski
sang walikota telah memastikan agar seluruh rakyatnya benar-benar makmur tanpa
harus menyombongkan diri demi emas.
Mark
teringat ketika membaca beberapa bab mengenai walikota Sedona meminta bantuan raja
Thais dan Anna yang sempat singgah. Beberapa rakyat Sedona yang telah menjadi
pemberontak menyerang seluruh kota dengan semena-mena seraya mengancam sang
walikota agar menyerahkan kepemilikan seluruh tambang emas.
Bagi
para pemberontak, walikota sama sekali tidak mementingkan rakyatnya, melainkan
hanya pembangunan kota agar bisa berkembang lebih makmur. Iri dengki tertanam
pada otak para pemberontak, mereka hanya ingin memiliki emas demi kepentingan
sendiri.
Beruntung
saat itu, raja Thais yang sedang berkunjung di kota padang pasir itu membantu
sang walikota untuk mengalahkan para pemberontak hanya dengan mengancam
menggunakan mata pedangnya pada sang ketua. Raja Thais mengancam para
pemberontak agar tidak kembali ke Sedona untuk selamanya. Jika tidak, ksatria
kerajaan akan menghukum mati mereka langsung.
Mark
kembali ke dunia nyata setelah me-reka ulang bab-bab berseting di Sedona yang
telah dia baca. Hampir tidak ada satu pun manusia yang berada di kota yang
sebelumnya makmur meski berada di tengah-tengah padang pasir. Ksatria kerajaan
Alpinloch yang telah mengawasi para pemberontak di kota telah sibuk dengan
pencarian Anna.
Anna
terlebih dahulu mendahului Mark kembali berjalan melihat setiap sisi kota yang
telah penuh dengan puing-puing bangunan batu bata di pasir. Dia tertegun ketika
menyaksikan darah segar yang telah mengering membentuk garis dan beberapa
lingkaran kecil di pasir, menyimpulkan bahwa sang monster telah menewaskan
mayoritas dari rakyat Sedona-.
“Kejamnya
…. Kenapa bisa jadi begini? Monster itu?” Anna menurunkan nada bicara masih
tidak percaya apa yang baru saja dia saksikan. “Padahal, semuanya baik-baik
saja waktu itu.”
“Jadi
kamu pernah kemari, Anna?” tanya Jason.
Anna
mengangguk. “Kami pernah singgah di sini saat berkeliling dunia. Ayahku waktu
itu ingin menunjukkan betapa indahnya seluruh dunia dan tidak ingin aku terus
berlama-lama di istana kerajaan.”
“Memang
apa yang terjadi di sana waktu itu, Anna?” tanya Justice.
“Para
pemberontak. Mereka ingin menguasai tambang emas yang berada di setiap sudut
perbatasan kota.” Anna menghentikan langkahnya untuk melihat sekeliling.
“Monster?
Para pemberontak?” ulang Jason.
Justice
tertegun ketika mengalihkan pandangan menuju sebelah kiri, dari kejauhan,
beberapa tenda putih telah terlihat di depan mata meski sedikit terhalang oleh
angin pasir yang berembus. Hawa panas juga membuat beberapa tenda putih yang
dia lihat menjadi samar-samar.
“Apa
aku tidak salah lihat?” ucap Justice.
“Apa?
Kamu menemukan sesuatu?” tanya Mark mengalihkan perhatian pada Justice.
“Itu,”
tunjuk Justice.
Mark
ikut menyaksikan beberapa tenda yang telah terhalang oleh angin pasir berembus
dan hawa panas. Dirinya hampir memastikan kalau tenda-tenda itu berada di
kejauhan. Anna dan Jason juga mengalihkan perhatian setelah menyaksikan
beberapa bangunan kota yang telah hancur akibat serangan monster.
“Mungkinkah?”
ucap Anna.
Anna
tanpa ragu lagi berlari mendekati mengikuti arah menuju pemandangan tenda-tenda
yang telah berada di hadapan mereka. Hawa panas dan angin pasir juga ikut mendampingi
ketika dia berlari.
“Anna!”
jerit Mark mengejar Anna.
“Tunggu!
Kenapa dia buru-buru sekali!” ucap Justice ketika dirinya dan Jason ikut
berlari mengikuti.
“Semuanya!”
ucap Anna.
Dalam
benak Anna, perasaan yang dia tampung tidak dapat tergambar selain hanya
memendam emosi. Hal yang dia pikirkan hanyalah takdir keselamatan sang warga
Sedona yang tetap berada di kota ketika monster menyerang.
Karena
terus memikirkan kondisi warga, Anna tersandung ketika kaki kanannya tersandung
gunungan lantai pasir. Tubuh Anna terjatuh di lantai pasir ketika tenda-tenda
putih sudah di depan mata dengan jelas.
“Anna!”
Mark menghentikan larinya untuk berlutut menemui Anna. “Kamu tak apa-apa?”
Ketika
Jason dan Justice ikut menghentikan lari mereka, Mark membantu Anna berdiri
dengan mengulurkan tangan. Sentuhan tangan kanan Anna pada tangan Mark
membantunya untuk kembali bangkit, tetapi emosinya tetap mendidih ketika
mengkhawatirkan keadaan dan nasib rakyat Sedona setelah serangan monster.
“Anna,
tenanglah dulu,” ucap Jason.
“Semua
orang! Semua orang!” Anna tidak mampu menahan emosinya lebih lama lagi. “Bukan
… hanya di Sedona … tapi juga … semua orang!”
“Anna?”
Mark heran.
“Semua
orang … yang ada di dunia ini ….” Tangan kanan Anna merentang ke atas menuju
arah langit biru dengan hawa panas yang menyengat.
Anna
menjerit dengan keras dengan menyentuh kepala. Rasa sakit mendadak muncul pada
kepalanya bagaikan sebuah aliran listrik yang menyerang otak. Ibaratnya,
semakin banyak aliran listrik, semakin banyak pikiran dan emosi yang menumpuk.
Tidak
tahan dengan rasa sakit pada kepalanya, Anna mendadak berlutut ingin pingsan,
tetapi Mark menahan kedua lengannya untuk menghindari Anna terjatuh. Beruntung,
cengkraman Mark cukup kuat membuat Anna tetap sadar.
“Anna!”
jerit Mark.
“Anna!”
Jason dengan cepat meemui Anna.
“Kenapa?
Kamu kenapa, Anna?” Mark begitu khawatir ketika Anna hampir tidak sadarkan
diri.
“Aku
… aku tidak tahu … apa yang sedang terjadi padaku,” ucap Anna memegang
keningnya sendiri. “Aku merasa pusing.”
“Sial!”
Mark mulai menggendong Anna dengan mengangkat punggungnya. “Sebaiknya kita
langsung ke sana saja, tidak ada waktu lagi!”
“Tapi
aku haus sekali …,” keluh Justice.
“Kalau
kamu haus, kita harus cepat-cepat ke tenda-tenda itu! Ayo!” seru Mark memimpin
untuk melangkah menuju tenda-tenda di hadapan mata.
Tanpa
perlu memedulikan hawa panas, angin berdebu, dan rasa haus yang menyerang
tubuh, Mark yang mengangkat Anna berjalan memimpin mereka menuju tenda itu.
Napas Anna terengah-engah ketika menatap langit penuh debu dan sinar matahari
menyengat.
Setiap
langkah mereka ambil menginjak pasir yang ringan. Angin yang penuh debu dan
pasir sampai mendarat tepat pada wajah mereka. Justice berhenti sejenak tidak
tahan dengan angin debu dan pasir ditambah dia merasa seperti cacing kepanasan
yang membutuhkan air.
Langkah
demi langkah, semangat Mark sama sekali tidak surut meski harus berhadapan
dengan angin penuh debu dan pasir tepat pada wajahnya. Hawa panas juga menambah
berat pada jalannya, saking tidak tertahankan.
Ketika
mereka sekitar lima ratus meter mendekati tenda-tenda di depan mata, muncul
seorang gadis yang melangkah dengan cepat membawa sebuah tombak. Gadis itu
menghentikan langkah dan mengayunkan tombak pada mereka.
“Berhenti!”
Gadis rambut pirang itu memperingatkan hingga mereka berempat di hadapannya
menghentikan langkah. “Kalau kalian bergerak mendekati daerah ini, akan kubunuh
kalian semua!”
Mark
yang tertegun mencoba untuk memecahkan kesalahpahaman gadis itu. “Dengar, kami
tidak ingin ada masalah, begitu juga denganmu, bukan?”
Gadis
itu secara agresif menjawab, “Masalah di kota ini sudah memburuk berkat para
pemberontak seperti kalian yang ingin semua tambang emas di setiap sudut kota
tahu! Monster yang muncul tiba-tiba juga menghancurkan kemakmuran kota dan
membunuh hampir seluruh penduduk kota! Apa kalian mau menambah masalah lagi di
kota ini, hah?”
Jason
menganggapi, “Jangan salah paham dulu. Kami baru saja sampai di sini. Kami juga
tidak tahu apapun tentang para pemberontak itu.”
“Oh,
lihatlah, kalian berpura-pura tidak tahu kalau kalian itu pemberontak yang
mengincar tambang emas di setiap sudut perbatasan Sedona ya?” Gadis berbaju
serba biru muda dan berdebu itu menyindir.
Seorang
pria kulit hitam berkepala gundul itu muncul menepuk pundak kiri sang gadis
rambut pirang. “Sudah cukup, Yael.” Pria itu juga menatap Anna yang berbaring
lemas di pangkuan kedua tangan Mark. “Putri Anna? Putri dari kerajaan
Alpinloch?”
“Kerajaan
Alpinloch?” ulang Yael. “Maksud Paman, dia berasal dari kerajaan yang
berkhianat pada kita semua, seluruh kota Sedona?”
Pria
kulit hitam itu melangkah menemui Anna yang terbaring di pangkuan kedua tangan
Mark. “Putri Anna? Putri Anna, Anda akhirnya kembali juga.”
“Anda
… walikota … Sedona,” Anna mengenali pria berkulit hitam itu.
“Dia
butuh tempat istirahat! Secepat mungkin! Dia benar-benar lemas!” seru Mark.
“Astaga!”
ucap sang walikota Sedona. “Kemarilah, masuklah, masih ada tenda yang kosong.”
Ketika
sang walikota berbalik melangkah kembali pada tenda-tenda darurat, Yael terdiam
menatap Mark dan yang lain. Mark yang masih menggendong Anna juga menatap balik
pada Yael ketika sang walikota mulai berjalan. Yael, dengan wajah pedasnya,
membuang muka dari Mark dan melangkah mengikuti pamannya.
Jason
berpendapat ketika dirinya, Mark, dan Justice mulai berjalan mengikuti, “Gadis
itu tidak sopan sekali.”
“Dia
mungkin kurang tersenyum,” Justice membalas.
Dengan
begitu gigih dan tanpa perlu berbicara, hal yang Mark sedang pikirkan saat itu
hanyalah kondisi Anna. Sang putri dari kerajaan Alpinloch tengah melemah
berbaring di pangkuan tangan Mark sambil memejamkan mata. Mark berharap agar
Anna segera membaik setelah beristirahat di salah satu tenda di hadapan mata.
Yael
hanya terdiam sambil melangkah mengikuti pamannya tanpa menatap ke belakang,
terutama Mark yang sekilas menatapnya kembali. Gadis itu menggenggam tombaknya
dengan begitu erat seakan-akan ingin menyerang Mark dan yang lain karena masih
tidak percaya kalau mereka bukan pemberontak.
Angin
penuh debu dan pasir serta hawa panas dari sinar matahari juga sama sekali tak
membantu. Mark yang mulai kelelahan membawa Anna di pangkuannya berhenti
sejenak seraya mengumpulkan energi untuk kembali berjalan.
“Mark?”
ucap Jason.
Sang
walikota dan Yael juga menghentikan langkah menatap Mark menarik napas
terengah-engah begitu kelelahan. Justice juga menatap pasir di bawah kaki juga
tidak tahan dengan hawa panas yang menyengat hingga melelahkan dirinya.
Yael
justru memberi komentar pedas, “Ayolah, dasar payah, memang sekarang sedang
seperti ini, aku tidak mau tahu kalau kalian memang kelelahan hanya karena
sebuah monster menjadikan seluruh kota seperti ini.”
“Simpanlah
perkataanmu!” tegur Jason.
“Astaga
…,” ucap Mark ketika mereka memasuki area tenda-tenda itu.
Tenda-tenda
putih yang begitu terbuka menyambut kedatangan mereka dengan mayoritas dari
masyarakat Sedona menunjukkan penderitaan dan kesedihan seraya mengingat
kembali serangan sang monster. Banyak dari masyarakat Sedona yang berbaring di
dalam tenda sehabis menghadapi sang monster yang telah melukai mereka.
Justice
juga menggelengkan kepala begitu mendengar beberapa tangisan anak kecil tak
tertahankan dari beberapa tenda. Penderitaan anak kecil sekalipun menunjukkan
betapa menderitanya Sedona setelah sang monster membumihanguskan kota menjadi
sebuah kota mati.
Begitu
sang walikota menunjukkan salah satu tenda putih yang masih kosong di sebelah
perbatasan kota, Mark menghentikan langkah menatap setiap tenda putih yang
berada di setiap sudut area. Aktivitas kota menjadi sangat terhambat begitu
beberapa dari masyarakat kota tidak memberanikan diri untuk keluar.
“Anna,
kita sudah sampai,” ucap Mark memasuki tenda yang berukuran setinggi badan
manusia.
Jason
bertanya pada sang walikota, “Apa Anda benar-benar mengenal Anna? Putri dari
kerajaan Alpinloch?”
Sang
walikota menjawab ketika Yael melangkah menjauh, “Begitulah. Dia dan raja Thais
pernah berkunjung untuk singgah. Tetapi, ketika para pemberontak bermunculan
mengincar mata pencaharian kami, semua tambang emas di setiap sudut perbatasan
kota, raja Thais membantu kami untuk menyerang mereka. Setelah itu, para
pemberontak itu tidak pernah terlihat lagi di kota ini.”
“Anna.”
Justice memasuki tenda itu ketika melihat Mark membaringkan Anna.
“Begitu.
Jadi, apa Anda telah mencari penyebab monster itu muncul?” tanya Jason lagi.
Sang
walikota itu menjadi dengan nada rendah, “Saya … sudah mencoba untuk mengajak
semua masyarakat kota untuk menghadapi monster itu, tapi … kebanyakan dari
mereka ketakutan. Hanya Yael dan beberapa orang saja yang bertekad untuk
melawan monster itu. Lebih buruknya lagi, pasukan dari kerajaan Alpinloch
semuanya pergi meninggalkan kota sebelum monster itu menyerang kota.
“Syukurlah,
kalian datang dengan putri Anna, putri dari kerajaan Alpinloch. Kalian adalah
harapan kami, harapan untuk menyelamatkan kota dari monster itu. Saya dengar …
kabar kalau … raja Thais tewas.”
Jason
menyimpulkan, “Ya, kudengar seluruh ksatria kerajaan Alpinloch yang bertugas di
luar semuanya kembali ke kerajaan.”
Mark
berjalan keluar dari tenda menemui sang walikota. “Jason, apa ada sebotol air
di tasmu?”
Jason
menggelengkan kepala. “Sayang sekali, sudah habis saat kita berjalan sebelum
kita tiba di kota.”
“Anak
muda! Kamu yang mengantarkan Anna ke sini?” tanya sang walikota lagi.
“Iya,
benar.” Mark mengangguk. “Sebenarnya tujuan kami kerajaan Haven.”
“Anak
muda!” Sang walikota memperhatikan pedang di belakang punggung Mark. “Tolong
kami! Kami membutuhkan bantuan kalian! Kami ingin kalian mengalahkan monster
itu! Monster yang telah menghancurkan seluruh kota!”
“Eh?
Tapi … kami harus ke kerajaan Haven secepatnya,” jawab Mark tertegun.
“Mark.
Tidak apa-apa, kita sekalian singgah di sini. Tidak masalah kalau kita membantu
walikota untuk mengalahkan monster itu. Lagipula, dia terlihat begitu lega
ketika melihat Anna kembali ke sini,” jawab Jason.
Sang
walikota menambah, “Dia benar, begitu saya melihat Putri Anna bersamamu,
terlihat harapan untuk menyelamatkan kota dari cengkraman monster itu.”
“Mark?”
Jason juga membuat Mark berpikir dua kali.
Mark
menerima misi itu, “Baiklah. Akan kami bantu.”
“Yang
mulia!” terdengar sebuah suara dari sebelah kiri mereka.
“Kalian!”
sambut sang walikota.
Dua
orang pria kulit hitam berlari menemui sang walikota sekaligus menatap Mark dan
Jason yang berdiri di sampingnya. Peluh terlihat dengan jelas mengalir di
kening kedua orang itu.
“Kami
menemukan tempat persembunyian monster itu,” jelas salah satu dari mereka.
“Monster itu tengah bersembunyi di dalam tambang emas di sebelah barat daya
kota. Tetapi, saat kami menemukannya, beberapa dari kami tewas terbunuh oleh
monster itu.”
Salah
satu dari mereka juga menunjuk Mark dan Jason, “Yang mulia, siapakah kedua
orang ini? Apa mereka relawan dari luar kota? Padahal kabar belum begitu
tersebar ke luar.”
Sang
walikota itu menjawab, “Mereka yang mengantar Putri Anna kemari untuk
menyelamatkan kota.”
“Whoa,
kami tidak pernah mengatakan hal itu,” bantah Mark. “Anda salah paham.”
“Baiklah,
siapa nama kalian, anak muda? Kami rasa kami butuh bantuan kalian untuk
mengalahkan monster itu,” salah satu dari dua pria kulit hitam itu bertanya.
“Jason,
dari Springmaple,” sapa Jason.
“Mark,”
jawab Mark. “Jadi, kapan kita akan mulai menyerang monster itu?”
“Tentu
saja malam ini, kita tidak mau monster itu menyerang kota lagi, apalagi saat
situasi di mana seluruh masyarakat mendirikan tenda untuk mengungsi. Malam ini
merupakan kesempatan yang tepat bagi seluruh rakyat Sedona yang ingin menyelamatkan
kota,” jawab salah satu dari dua orang itu.
“Sebaiknya
kalian beristirahat, kalian pasti benar-benar lelah setelah tiba di sini.
Ketika matahari terbenam, kita semua akan bersiap-siap. Kita akan berkumpul di
perbatasan barat kota.”
Mark
mengangguk. “Baiklah.”
“Baik,
saya akan mengurus yang lain. Buat diri kalian nyaman di tenda.
Berhati-hatilah,” sang Walikota pamit berjalan mengikuti dua pria berkulit
hitam itu.
Mark
dan Jason kembali memasuki tenda menatap Anna yang masih terbaring di atas lantai
kain tenda dengan Justice duduk di samping kiri menundukkan kepala seraya
berpikir bagaimana mengatasi masalah pada sang putri dari kerajaan Alpinloch
itu.
Mark
berlutut menghampiri Anna yang telah membuka mata dengan lebar. “Anna.”
“Mark.
Maafkan aku, aku jadi merepotkanmu sekali lagi.” Anna sekali lagi benar-benar
sungkan.
“Anna,
tidak masalah, yang penting keselamatanmu lebih utama. Kita tinggal sedikit
lagi menuju kerajaan Haven,” tanggap Mark.
Justice
mulai ikut berbaring. “Sialan! Aku benar-benar kelelahan! Apalagi aku lapar
setelah melewati gurun panas ini. Aku juga haus.”
“Daripada
mengeluh, kenapa kamu tidak menggunakan sihir untuk memulihkan Anna?” tanggap
Jason.
Justice
tersinggung. “Hah? Kalau sihir penyembuh diajarkan di Oakwood, tentu saja aku
akan menyembuhkan Anna dengan sihirku selagi kalian berbicara dengan walikota
itu!”
Mark
juga berbicara, “Sebenarnya … kudengar sihir untuk menyembuhkan benar-benar
sulit untuk dipelajari atau bisa dibilang sangat langka.”
Berdasarkan
apa yang dia jawab, Mark teringat kembali bahwa sangat jarang sihir untuk
menyembuhkan atau memulihkan sangat jarang digunakan atau ditemukan di beberapa
bab Alpinloch Kingdom. Dia juga
teringat jika ada yang menggunakan sihir untuk menyembuhkan, akan ada
konsekuensi yang begitu menyakitkan jika terlalu banyak digunakan.
Terlebih,
sihir untuk menyembuhkan atau memulihkan sangat langka di dunia Alpinloch Kingdom, benar-benar langka
akibat konsekuensi yang begitu menyakitkan penggunanya. Wajar saja sihir itu
benar-benar berbahaya jika digunakan secara berlebihan.
“Kenapa
kamu tidak membuat ramuan saja coba?” tanya Jason.
“Kamu
tahu bahan-bahannya tidak ada di sini, bukan? Kita ditengah-tengah gurun.
Lagipula, aku juga tidak terlalu bisa membuat ramuan sendiri, ditambah, aku kelaparan,”
jawab Justice.
“Jason,
bisa berikan permata-permata itu padaku? Aku akan cari makanan yang mungkin
dijual di sekitar sini,” Mark menawarkan solusi. “Kalian istirahat duluan
saja.”
“Tapi
kan, Mark, kamu begitu letih sehabis menggendong Anna, apalagi di sini
benar-benar terik,” respon Jason sambil memberikan sekantung permata.
“Tidak
masalah,” Mark memastikan. “Aku masih baik-baik saja, sungguh. Jaga Anna
baik-baik.”
“Mark!”
panggil Jason ketika Mark berbalik meninggalkan tenda.
Mark
menghela napas begitu berjalan meninggalkan tenda yang dia dan ketiga rekannya
tempati. Peluh kembali mengalir pada kulitnya tidak mampu menahan hawa panas
lebih lama. Dirinya menaruh sekantung permata itu di saku celananya.
Mark
menatap beberapa tenda sekelilingnya sekaligus daerah yang dekat dengannya, dia
menatap hampir seluruh orang yang tengah mengungsi berada di dalam tenda
masing-masing. Dia kembali berjalan dengan memasukkan kedua tangan pada saku
celana.
“Jadi
kamu yang membawa putri kerajaan Alpinloch kemari ya?” Suara seorang gadis
terdengar di belakangnya.
Mark
berbalik ketika mengingat asal suara itu. Suara seorang gadis yang menghadang
ketika datang ke kota Sedona. Ketika dia telah berbalik, sebuah ujung tombak
mendarat hampir mengenai tepat pada dada sebelah kirinya. Mark tertegun ketika
menatap seorang gadis bernama Yael yang dia temui tadi kini memegang tombak
mengarah pada dirinya.
“Jangan
bergerak,” ucap Yael.
Jantung
Mark mulai menambah kecepatan untuk berdebar ketika dirinya menyadari bahwa
Yael berada tepat di depannya hampir menyentuh tepat pada dada kiri. Keringat
semakin bercucuran di kulitnya menunjukkan sedikit terancam dengan tanggapan
Yael.
“Aku
sudah dengar desas-desus dari kerajaan Alpinloch. Pantas saja ksatria kerajaan
Alpinloch mengabaikan tugas mereka berjaga di sini dari para pemberontak yang
mengincar emas bernilai limpahan permata. Mereka semua kembali ke kerajaan
Alpinloch, kamu sendiri tahu kenapa, kan?
“Raja
Thais dari kerajaan Alpinloch telah tewas, dari yang kudengar, dia diracuni oleh
seseorang, seseorang yang di dalam kerajaan itu. Aku malah berpikir, pasti ada
salah satu dari pemberontak kota Sedona yang menyusup ke istana untuk meracuni
makan malam raja Thais. Tentu saja, dia adalah seorang mata-mata yang berambisi
merebut seluruh tambang emas di setiap sudut perbatasan kota.
“Kenapa?
Apa kamu takut? Kamu mata-mata dari para pemberontak itu, bukan? Kamu sengaja
membawa Putri Anna kemari agar bisa memancing para pemberontak kemari untuk
merebut kembali Sedona, bukan? Kamu memang seorang pemberontak yang sengaja
menculik Putri Anna dari kerajaan Alpinloch untuk mencari simpati kami semua
setelah apa yang kami alami selama ini.” Nada Yael lama kelamaan semakin
meninggi ketika mengonfrontasi Mark.
Mark
terdiam tidak tahu apa yang harus dia jawab pada beberapa pernyataan dan
pertanyaan Yael. Ujung tombak Yael benar-benar mengancam jantungnya yang
berdebar semakin cepat.
“Tentu
saja kamu tahu apa yang sedang kualami. Benar, kedua orangtuaku … sudah mati.
Kedua orangtuaku menjadi korban monster terkutuk itu! Monster itu menyerang
seluruh kota secara tiba-tiba setelah seluruh ksatria kerajaan Alpinloch yang
berjaga di setiap sudut kota kembali ke kerajaannya setelah raja Thais tewas.
“Tentu
saja kamu mengerti kesalahanmu kalau kamu adalah salah satu ksatria kerajaan
Alpinloch yang sebelumnya berjaga di sini. Kalau itu benar, kamu pasti akan
menyesali kesalahan kalian telah meninggalkan kota ini dan membiarkan monster
terkutuk itu menghancurkan seluruh kota.
“Sekarang,
aku berpikir entah kamu adalah salah satu pemberontak yang menjadi mata-mata untuk
menyusup ke dalam kerajaan, kamu menculik Anna kemari dan memancing
rekan-rekanmu, atau kamu adalah salah satu ksatria kerajaan yang sebelumnya
berjaga di sini sebelum kembali ke kerajaan membawa Anna. Entah apa alasanmu
membawa Anna kemari, aku mencium bau kecurigaan
“Dari
awal kita bertemu, begitu juga dengan kedua temanmu yang lain, aku sudah
mencium bau kecurigaan. Aku benar-benar tidak bisa mempercayaimu. Kamu
menggunakan Putri Anna dari kerajaan Alpinloch untuk memanfaatkan walikota
Sedona, pamanku sendiri, untuk mempercayaimu demi mengalahkan monster itu.
“Kalau
kamu ingin membuatku percaya, apa yang harus kulakukan padamu? Menjadi budakmu
atau menyerahkan masalah monster Sedona ini pada kerajaan Alpinloch? Kalau kamu
menjadi mata-mata dari para pemberontak Sedona atau hanya ksatria dari kerajaan
Alpinloch, kamu tahu apa yang akan terjadi pada teman-temanmu, termasuk Putri
Anna sendiri!”
Yael
mengibarkan tombaknya dan menjatuhkan Mark menggunakan gagang tombaknya. Perut
Mark terhantam seperti tertimpa besi hingga terjatuh ke pasir di hadapan gadis
rambut pirang itu. Mark menyentuh bagian perutnya meronta kesakitan tanpa perlu
menjerit dengan keras.
Yael
sedikit berlutut ketika berbicara kembali pada Mark, “Begitu ya. Kudengar dua
orang yang tadi memberitahumu kalau kalian berempat boleh ikut menyerang
monster terkutuk itu di tambang emas sebelah barat daya kota.”
“Ka-Kamu
…,” ucap Mark.
“Baiklah,
pria muda. Mulai sekarang, aku akan mengawasimu, begitu juga dengan ketiga
temanmu. Kamu bisa menangkan kepercayaanku kalau kamu bukan salah satu dari
pemberontak atau bahkan ksatria kerajaan Alpinloch.”
Mark
kembali berdiri menahan rasa sakit pada perutnya. “Yael.”
“Apa?
Kamu tahu namaku? Sekarang kamu mau apa?”
“Kalau
aku ingin memenangkan kepercayaanmu, bolehkah aku meminta bantuan?”
“Bantuan?
Bantuan macam apa?”
“Aku
ingin membeli sesuatu yang bisa dimakan di sekitar sini. Aku punya permata
untuk membelinya.”
“Kamu
lihat sendiri mengapa kebanyakan masyarakat Sedona yang tidak ingin berperang
melawan monster itu bersembunyi di tenda, bukan? Kalau mereka begitu, tentu
saja tidak ada yang ingin melakukan transaksi jual beli secara terbuka, apalagi
kepada orang asing sepertimu. Apalagi, makanan seperti hanya secuil roti
membutuhkan lebih dari 40 permata karena kelangkaannya, tidak seperti
sebelumnya yang berharga 5 permata.”
“Tidak
masalah! Yang penting mereka bertiga sudah kelaparan! Mereka juga membutuhkan
air.”
“Berapa
permata yang kamu punya? Kuharap kamu tidak menyuapku demi memenangkan
kepercayaanku padamu.”
Comments
Post a Comment