Alpinloch: Another World Episode 7
The Desert
Town Monster III
“Anna,
bagaimana keadaanmu?” Jason berlutut menemui Anna yang masih terbaring di dalam
tenda.
Anna
bangkit menuju posisi duduk ketika menatap Jason dan Justice yang berada di
sampingnya. “Aku sudah lebih baik.”
“Syukurlah
kamu baik-baik saja,” ucap Justice lega.
“Mark?
Dia belum kembali juga?” tanya Anna heran.
“Hai,”
Mark melangkah memasuki tenda tersebut dengan membawa sebuah karung.
“Mark!”
sambut Jason berbalik menatapnya. “Bagaimana?”
“Ini,
aku hanya bisa membeli makanan sebanyak ini dengan seluruh permata yang kita
punya.” Mark membuka karung itu untuk menunjukkan makanan yang baru saja dia
beli. “Dua buah roti, dua buah keju, dan … sepotong daging rusa.”
Justice
terhentak ketika Mark mengatakan sepotong
daging rusa sebagai salah satu makanan yang dia beli. Kedua matanya mulai
berkaca-kaca dengan pikirannya mulai menumpuk pikiran negatif terhadap rusa
yang telah terbunuh hanya demi sepotong daging.
Bendungan
air mata Justice tidak mampu menahan diri dari retakan pada wajah. Wajah
Justice kini seakan-akan terhujani air mata karena tidak tega menatap seekor
rusa yang telah menjadi korban buruan manusia hanya demi segumpal daging.
“Kenapa?
Kenapa??” rengek Justice menutup wajah dengan kedua tangan.
“Eh?
Ada yang salah?” tanya Mark menatap Justice kembali menangis. “Apa aku
mengatakan makanan yang tidak kamu sukai, Justice?”
“Kasihan
sekali rusanya!!” jerit Justice ketika tangisannya semakin menjadi-jadi.
“Ah!”
jerit Jason. “Serius? Waktu itu kamu tidak mau melihat kelinci terbunuh sebelum
kemari, sekarang kamu malah mengeluhkan daging rusa! Serius? Kamu tidak makan
daging?” tanya Jason.
“Lebih
baik aku menangkap ikan daripada melihat binatang-binatang darat itu terbunuh
menggunakan pedang dan panah!”
Mark
mengungkapkan penyesalannya, “Seharusnya aku beli dua buah salmon daripada
sepotong daging rusa. Itu daging rusa terakhir yang dijual. Biar aku saja yang
memakan daging rusa ini di luar tenda.”
“Aku
juga,” ucap Jason mengajukkan diri. “Aku juga ingin melihat keadaan Sedona
lebih jauh lagi. Oh ya, Mark, sebaiknya kamu lepas pauldron-mu dulu. Aku juga tidak akan membawa senjata. Hanya
jalan-jalan.”
Mark
mengangguk sambil melepas kedua pauldron yang
terpasang pada bahunya. “Benar juga, pauldron
ini membuatku semakin lelah. Panas juga. Mungkin kami juga akan mencari
sumber mata air.”
“Tunggu!”
ucap Justice. “Bagaimana dengan kami? Jika kalian berdua keluar, siapa yang
akan menjaga Anna?”
“Tentu
saja kamu, Justice. Kamu juga punya serangan sihir, bukan? Untuk melindungi
Anna. Tunggu saja dan jaga Anna!” seru Jason.
“Serahkan
padaku! Aku akhirnya bisa diandalkan!” Justice memberi hormat pada Mark dan
Jason.
“Kami
pergi dulu,” ucap Mark sambil berbalik melangkah meninggalkan tenda tersebut
dengan Jason.
Begitu
Mark dan Jason melangkah meninggalkan tenda, Mark menyerahkan sepotong daging
rusa pada Jason tanpa perlu peduli terhadap diri sendiri. Jason tercengang
ketika menatap Mark dengan berani memberikan daging rusa itu pada dirinya
terlebih dahulu.
“Jason,
kamu habiskan saja daging rusanya,” ucap Mark.
“Tunggu,
Mark. Kamu baru saja menggendong Anna, lalu mencari makanan di Sedona yang
panasnya begitu terik. Apa kamu serius?” Jason benar-benar khawatir.
Mark
mengangguk sambil berbelok. “Lagipula, aku tidak begitu lapar.”
“Mark,
aku sudah melihatmu menggendong Anna saat masih mengenakan pauldron, kamu juga bisa pauldron
membuatmu begitu lelah. Aku tidak bisa membiarkanmu tidak makan.”
“Tidak
masalah. Aku hanya merasa haus. Yang lebih penting, malam ini, kita akan
menyerang monster yang menyebabkan masalah ini, ingat?”
“Kamu
akan baik-baik saja kalau … aku makan daging ini sendirian?” tanya Jason sambil
menggenggam bagian tulang dari daging rusa itu.
“Memang,
aku tidak begitu lapar. Makan saja.”
“Baiklah,
kalau itu maumu.”
Ketika
mereka kembali berjalan, Jason mulai menggigit daging rusa tersebut dengan
usaha yang keras karena begitu alot. Ketika daging itu mendarat di lidahnya,
begitu sulit untuk memotong menggunakan gigi-giginya.
Mark
menghentikan langkah ketika melihat tanda perbatasan barat daya kota Sedona,
terlihat dua buah tulisan, yakni untuk menunjukkan letak mata air dan tambang
emas.
“Ini
perbatasan barat daya, kan? Tadi mereka bilang monster itu ada di tambang emas
yang telah disebutkan?” ucap Jason.
“Bukan.
Aku tidak begitu yakin apakah ini perbatasan kota barat laut. Sudahlah, sebaiknya
kita hanya mencari mata air saja.” Mark juga mengeluarkan sebuah botol kecil
dari saku celananya. “Aku juga beli ini setelah mencari makanan menggunakan
sisa permata. Setidaknya, kita akan punya cukup air hingga malam.”
“Semoga
saja bukan fatamorgana. Kalau benar fatamorgana, mata airnya sudah habis,” ucap
Jason ketika mereka berdua mulai berbelok menaiki tebing berpasir.
Langkah
demi langkah harus mereka tempuh ketika menaiki tebing berpasir itu, kedua kaki
mereka menginjak pasir yang seperti empuk dan rapuh. Alas kaki yang mereka
kenakan juga harus kemasukan pasir.
Ketika
mencapai puncak, Mark menghentikan langkah ketika bukan hanya mata air dan
tambang emas yang terlihat dari kejauhan, tetapi juga beberapa tenda yang sama
persis seperti dia lihat di Sedona. Beberapa orang yang berasal dari tempat
tersebut juga melangkah menyerong menaiki tebing.
Jason
juga ikut menghentikan langkah sambil berkata, “Tenda? Apakah itu orang-orang
yang melakukan ekspedisi untuk mencari letak monster itu?”
Mark
juga tercengang ketika melihat dari kejauhan, beberapa mayat segar dengan darah
yang mengalir di tanah berpasir di dekat mata air dan tambang emas itu.
Kerumunan orang yang melangkah menyerong sebelah kiri pada mereka juga terlihat
bersenjata.
Mark
kini menyadari bahwa kerumunan orang yang berasal dari tenda-tenda di dekat
mata air dan tambang emas itu. Dari kejauhan, dia mendengar suara yang lantang
dari mereka yang sedang berbicara.
“Kita
akan merampok seluruh kota Sedona sebagai wujud balas dendam.”
“Sedona?”
Mark
memberitahu Jason untuk berbalik dan merunduk. “Jason, sembunyi.”
“Benar.
Kota mereka sedang sekarat setelah serangan monster itu! Ini kesempatan emas
untuk membalas dendam pada mereka!” ucap salah satu orang itu. “Ingat apa yang
mereka perbuat? Mengusir kita semua? Dengan bantuan kerajaan Alpinloch?
Kerajaan Alpinloch juga sudah hancur berantakan! Dengan mengambil langkah ini,
kita bisa lebih cepat sampai ke kota dan membunuh semuanya.”
Mark
menyimpulkan dari perkataan salah satu orang itu, “Para pemberontak?”
“Ini
gawat!” ucap Jason. “Tapi, mereka juga banyak, lalu senjata kita juga masih di
dalam tenda.”
“Kita
harus kembali ke kota!”
“Bagaimana
dengan mata airnya?”
“Itu
bisa menunggu—"
Ketika
Mark berbalik, tanpa sengaja kakinya tersandung hingga terjatuh terguling dari
tebing itu. Tubuhnya seakan berguling menuruni tebing sebelum terjatuh di bawah
tebing pasir.
“Mark!!”
teriak Jason berbalik berlari menemui Mark.
***
Sekelompok
pemberontak akhirnya memasuki daerah Sedona dari perbatasan utara setelah
melewati tebing yang terletak di perbatasan barat laut kota. Hal yang pertama
mereka lihat adalah beberapa tenda dan kerumunan orang yang berjaga di setiap
sudut kota.
Beberapa
pemberontak kini melangkah sambil mengeluarkan senjata ketika menatap reaksi
dari masyarakat kota yang berjaga di luar tenda. Reaksi masyarakat kota yang
benar-benar tertegun atas kedatangan mereka merupakan kesempatan baik bagi para
pemberontak.
“Serang!!”
jerit salah satu dari pemberontak di barisan depan.
Seluruh
pemberontak berlari sambil menjerit untuk menyerang seluruh kota yang telah
hancur berantakan karena sang monster. Bagi mereka, hal ini merupakan tujuan
mereka untuk merusak kota lebih parah lagi sebagai wujud balas dendam.
Satu
per satu masyarakat Sedona yang berada di luar tenda terbunuh menggunakan
belati para pemberontak tanpa ampun. Jeritan juga ikut terdengar menimbulkan
kepanikan seluruh kota ketika para pemberontak menggeledah satu per satu tenda.
Tanpa
ampun, mereka juga membunuh setiap penghuni di dalam masing-masing tenda.
Jeritan di setiap tenda yang mereka kunjungi pertama ikut terdengar ketika
darah segar bercipratan di dalamnya.
Beberapa
dari masyarakat Sedona juga ikut menghadapi dengan mengeluarkan senjata
masing-masing, kebanyakan berupa pedang dan pisau. Namun, karena ketakutan
untuk keluar dari tenda, jumlah pasukan yang merelakan diri untuk melawan para
pemberontak benar-benar kalah jauh.
Setiap
tebasan dan jeritan juga ikut terdengar di seluruh tenda, menimbulkan kepanikan
masyarakat, terutama para wanita, yang mencoba untuk melarikan diri ketika
keluar dari tenda, ketakutan akan menjadi korban penyerangan para pemberontak
yang memperparah keadaan seluruh kota.
Ternyata,
bukan hanya kalah jumlah, setiap pria yang mencoba untuk menyelamatkan Sedona
dari para pemberontak juga kalah secara teknis dalam melindungi diri
menggunakan senjata. Mereka harus terjatuh setelah tertebas setiap belati para
pemberontak. Refleks mereka juga terbilang lamban dibandingkan para
pemberontak.
“Bunuh
mereka semua!!” seru salah satu dari pemberontak itu.
Suara
jeritan dan tebasan pedang juga ikut tiba di telinga Anna dan Justice yang
masih berada di dalam tenda. Anna yang masih duduk bersandar pada tenda sambil
menggetarkan tubuhnya, ketakutan dengan apa yang sedang terjadi di luar tenda.
Justice
mengintip apa yang terjadi di luar tenda, dia menatap setiap orang yang
melindungi Sedona terbunuh dengan mudah oleh para pemberontak. Bukan hanya itu,
para pemberontak menggeledah setiap tenda dan membunuh semua penghuni yang
berada di dalam sana. Jeritan dan cipratan darah bermunculan dari setiap tenda.
Para
pemberontak juga menangkap setiap orang yang mencoba untuk melarikan diri
dengan mudah sebelum merobek leher menggunakan pedang, seakan-akan sedang
melancarkan hukuman mati untuk seluruh rakyat Sedona.
“Anna!”
jerit Justice kembali memasuki tenda. “Seluruh kota diserang! Kita harus lari!”
“Mark
… Jason …. Mereka belum kembali.” Anna hanya bisa menatap pedang dan pauldron Mark serta busur dan anak panah
Jason masih berada di hadapannya.
“Tidak!”
ucap Justice. “Kenapa mereka begitu lama sekali! Kenapa mereka tidak ada saat
sedang seperti ini!”
Jeritan
setiap orang yang terdengar semakin menjadi-jadi dan begitu nyaring dari luar.
Pertumpahan darah semakin memburuk ketika Justice juga ikut ketakutan bersama
dengan Anna. Darah telah bercipratan di pintu tenda di hadapan Justice. Anna
bergerak mengambil pedang Mark ketika pintu tenda telah terbuka.
“Si-siapa
kamu?” jerit Justice.
Mendadak,
sebuah kilasan balik terputar kembali pada pikiran Anna. Sebuah kilasan balik
itu mengingatkan Anna pada seorang pria rambut hitam panjang dan berbaju serba
hitam yang sedang berdiri di hadapannya bukanlah pria asing, melainkan seorang
pria yang memulai pemberontakan di Sedona ketika kedatangan dirinya dan raja
Thais beberapa waktu lalu.
Tangan
kanan Anna yang menggenggam gagang pedang Mark semakin gemetar ketika kilas
balik tentang pria itu kembali menghantui pikirannya. Sang pria itu kini
melangkah mendekatinya dengan pelan.
“Aku
ingat kamu. Putri Anna dari kerajaan Alpinloch, bukan?” ucap pria itu.
Anna
menggelengkan kepala tidak tahan dengan ketakutannya dengan pedang bermata dua
yang tergenggam oleh sang pria di hadapannya. Dia tidak mampu menjawab sambil
melangkah mundur pelan-pelan. Justice yang menyaksikan hal itu juga terdiam
tidak mampu berbicara, apalagi hanya untuk menenangkan Anna.
Jeritan
kembali terdengar, penderitaan dan perjuangan, keduanya sama-sama lantang
ketika mencapai telinga. Suara tebasan pedang ikut terdengar bersamaan dengan
jeritan perjuangan dan penderitaan.
“Sekarang
pengawal-pengawalmu sudah lari ke tempat asalnya. Tentu saja kamu tahu kenapa.
Kerajaanmu sudah hancur berantakan, benar-benar berantakan. Kudengar raja
bajingan itu sudah mati keracunan.”
Anna
tetap berjalan mundur dengan pelan ketika sang pria rambut panjang melangkah
maju menghadapi. Justice menggelengkan kepala juga ikut berjalan mundur satu
langkah bersamaan dengan Anna.
Anna
mulai berkaca-kaca ketika berbicara, “Kalau … Anda butuh emas, katakanlah …. Asalkan
… jangan bunuh semua orang di kota ini …. Jangan … memperparah keadaan Sedona
….”
“Kalau
harus terjadi, terjadilah. Inilah akibatnya karena kalian semua, rakyat Sedona,
begitu juga kamu dan raja bajingan itu, harus mengusir kami semua hanya demi
tambang emas. Malang sekali nasib kerajaan Alpinloch harus tragis seperti ini,
sementara kamu berada di sini. Aku tidak tahu apa alasanmu berada di kota ini.
Tapi … karena kamu ikut menghancurkan kewibawaan kami, warga Sedona, hanya demi
tambang emas, akan kubunuh kamu!”
Anna
tercengang ketika sang pria rambut panjang yang berada di hadapannya kini
mengayunkan pedang tepat mengarahnya. Anna tidak mampu berkutik atau bereaksi
menghadapi serangan sang pria itu, kecuali hanya bernapas dengan cepat dan
panik.
Justice
dengan cepat bereaksi dengan bergeser demi melindungi Anna dan membiarkan
dirinya menjadi korban tebasan sang pria rambut panjang. Tidak sempat
menggunakan sihir, tebasan pedang itu membuat garis yang mengenai dadanya.
Justice
akhirnya terjatuh ketika mendapat luka tebasan di dadanya, rasa sakit langsung
menyerang dirinya tanpa ampun. Justice seakan-akan tidak mampu untuk menjerit
melampiaskan rasa sakit yang dia terima ketika terjatuh terkena tebasan pedang.
“Justice!!”
Anna berlutut memandang Justice ketika tangisannya mulai meledak sekaligus
menjatuhkan pedang Mark. “Tidak! Tidak! Tidak!!”
Suara
ayunan pedang kembali terdengar dan membuat Anna memandang sang pria yang
tengah akan membunuhnya. Napas dan air mata Anna semakin mengalir ketika tidak
mampu bereaksi terhadap ayunan pedang yang akan membunuh dirinya dan Justice.
Beruntung,
suara jeritan seorang gadis terdengar tepat di belakang sang pria. Gadis rambut
pirang yang tidak asing itu mendobrak pintu tenda sambil menjerit mengayunkan tombaknya.
“Ka-kamu
…,” ucap Anna mengenali sang gadis rambut pirang sebagai Yael ketika sang pria
rambut panjang terjatuh mengenai batas tenda sebelah kiri.
“Lari!
Biar aku yang menghadangnya! Cepatlah!” jerit Yael.
Anna
mengangguk masih mengeluarkan air mata, napasnya juga terasa berat meski beban
pada pikirannya telah terangkat berkat Yael yang datang membantu. Dengan cepat,
dia menggiring Justice yang meringis kesakitan hanya menggigit lidah tanpa
bersuara keluar dari tenda itu, meninggalkan pedang dan pauldron milik Mark serta busur dan anak panah milik Jason.
Kondisi
Sedona semakin memburuk ketika terdengar tebasan pedang dan jeritan di
mana-mana, tenda-tenda yang terlihat juga telah menunjukkan cipratan darah
akibat penyerangan para pemberontak.
“Tidak!
Tidak!” Anna kembali mengeluarkan airmatanya, panik ketika melihat kondisi
Sedona yang penuh dengan mayat dari kedua belah pihak, masyarakat dan para
pemberontak. “Bagaimana ini!!”
***
“Mark!
Mark!” jerit Jason menepuk pundak kiri Mark.
Mark
akhirnya kembali membuka mata dan kembali mendapatkan kesadaran. Kepalanya
terasa begitu sakit ketika mengingat apa yang telah terjadi pada dirinya
sebelum dia kehilangan kesadaran.
“Apa?
Apa yang terjadi?” ucap Mark kembali duduk.
Jason
bangkit dengan tergesa-gesa. “Sedona dalam bahaya!”
“Sedona?”
Mark dengan cepat mengingat. “Para pemberontak! Anna! Justice!”
“Mark,
ini.” Jason memberi sisa daging rusa yang telah dia makan. “Makanlah dulu.”
“Tidak
ada waktu!” jerit Mark bangkit.
“Mark,
jangan paksakan diri tanpa makan! Aku hanya tidak ingin kamu rela kelaparan
sendirian.”
Mark
bersikukuh, “Tapi Anna dalam bahaya! Sedona dalam bahaya!”
Jason
memasukkan paksa sisa daging rusa pada mulut Mark. “Makanlah! Aku tahu kamu
benar-benar lapar, kamu juga menyadarinya, bukan? Makanlah sambil kita ke sana!
Tidak ada pilihan untuk menolak!”
Mark
kini tidak bisa menolak apa yang telah Jason katakan ketika menyadari bahwa dia
terlalu mementingkan Anna, Jason, dan Justice dibandingkan diri sendiri.
Tetapi, hal itu tetap membuat dirinya tidak mementingkan diri sendiri.
Bagi
Mark, mengantar Anna kembali ke kerajaan Alpinloch merupakan tujuan utama yang
harus dia tempuh sejak terjebak di dunia novel favoritnya, Alpinloch Kingdom. Terlebih, dia juga belum mengetahui bagaimana
keluar dari dunia tersebut.
Mark
rela mengunyah sisa daging rusa ketika Jason kembali berjalan menuju Sedona.
Dia hanya berjalan mengikuti Jason karena kekhawatiran potongan daging rusa
yang telah di dalam mulutnya akan membuatnya tersedak.
Ketika
daging rusa itu telah habis menyisakan tulang, Mark melepas genggaman tulang
daging rusa itu pada lantai pasir sebelum melangkah menyusul Jason yang telah
mendahuluinya melewati jalan sama persis seperti mereka meninggalkan Sedona.
Beberapa
mayat segar, cipratan darah, dan senjata tajam yang berserakan di pasir
menyambut kedatangan Mark dan Jason, mengetahui bahwa mereka benar-benar
terlambat. Para pemberontak tanpa ampun membantai dan memperparah keadaan Sedona
yang telah menderita akibat serangan monster.
Langkah
Mark dan Jason terhenti ketika mereka melewati perbatasan kota. Jeritan
terdengar dengan lantang ketika terlihat beberapa dari masyarakat Sedona
mencoba melarikan diri dari para pemberontak bersenjata yang menyerang. Darah
yang terciprat keluar dari setiap korban yang menjadi mangsa para pemberontak.
Terlihat
pula beberapa dari masyarakat Sedona, terutama para lelaki bersenjata tajam,
menyerang kembali para pemberontak. Beberapa pemberontak itu akhirnya terjatuh
ketika senjata tajam para pejuang dari kota Sedona menusuk tubuh mereka.
Beberapa
tenda yang telah terbangun di sekitar kota telah terpotong seperti hancur
akibat peperangan yang terpicu oleh kedatangan para pemberontak. Tanpa ampun,
para pemberontak juga membunuh setiap penghuni tenda itu.
“Oh
sial, oh sial …,” ucap Jason.
“Anna!!”
jerit Mark mulai berlari memasuki kepanikan kota itu.
“Mark!”
jerit Jason mengejarnya.
Mark
berlari menatap setiap mayat terbaring di pasir yang juga tercemar cipratan
darah akibat senjata tajam para pemberontak. Dia menggelengkan kepala begitu
melihat bekas luka yang begitu dalam bagi setiap mayat dan mengeluarkan darah
yang banyak. Hal itu membuat napasnya begitu berat bukan hanya untuk berlari.
“Oh
tidak,” ucap Mark.
Sebuah
genggaman menghentikan langkah lari Mark, genggaman yang menarik kaki kirinya.
Mark terhenti dan memandang sumber dari genggaman itu. Dia menatap sebelah
kirinya, yaitu seorang wanita rambut coklat berbaju serba putih yang tercemar
oleh darah akibat luka tusukan pedang.
Wanita
itu mendadak membuka mata sebelum mengucapkan kalimat terakhirnya, “Ini bukan
duniamu.”
Mark
terjatuh ketika tercengang dengan ucapan wanita itu, ucapan kalimat sama persis
seperti pria bertopi jerami yang dia temui di Springmaple pada malam
sebelumnya. Kali ini, Mark tidak menyangka bahwa wanita itu mengetahui tempat
asalnya tanpa dia beri tahu.
“Tidak
… tidak mungkin,” ucap Mark terengah-engah ketika lepas dari genggaman wanita
itu.
Comments
Post a Comment