Alpinloch: Another World Episode 16
In the City of Beauty I
Anna
mengangkat kedua tangan ketika seluruh kesadaran kembali terkumpul setelah
menikmati malam hari di tebing hutan. Begitu dia membuka mata, fajar memamerkan
warna oranye dari bagian bawah mengiringi kehitaman langit silih mengganti
hari.
Sang
putri dari kerajaan Alpinloch itu memperhatikan rekan-rekannya yang masih
tertidur. Dengkuran keras terdengar dari Justice dan G. Yang menjadi fokus Anna
adalah Mark.
Mark
masih tertidur sambil menjadikan kedua telapak tangan sebagai bantal kepala.
Wajah polos tanpa api menjadi daya tarik bagi Anna untuk memandang pria
tersebut.
Tetapi,
Anna melihat-lihat ada seseorang yang sudah tidak di sekitarnya. Dia berdiri
memandangi setiap orang yang masih terlelap dalam tidur.
Anna
berjalan menuruni tebing hutan ketika mendengar suara aliran sungai sejernih
kristal. Perlahan, dia melangkah menuruni dataran tanah dan berumput mengikuti
suara aliran sungai jernih.
Anna
sedikit terpeleset ketika menginjak tanah tanpa rumput, tetapi dia bisa
menyeimbangkan diri ketika berdiri, memastikan bahwa dia baik-baik saja.
Ketika
kedua kaki telah meninggalkan tanah menanjak, sungai telah terlihat di depan
mata dikelilingi oleh lebatnya pepohonan. Langkah Anna terhenti ketika dia
melihat arus sungai mengalir sejernih kristal berkilauan.
Anna
tercengang ketika kaki kanannya berada di depan tiga ekor ikan bersisik abu-abu
bergoyang seraya membutuhkan air untuk bernapas. Dia berlutut memandang ketika
ikan itu sambil menyentuhnya.
Cipratan
air di tepi sungai seketika mengagetkan Anna. Dia memandang Jason telah
menyelam untuk mencari ikan untuk sarapan.
“Hei,
kamu sudah bangun,” sapa Jason sambil melangkah menuju tepi sungai sambil
menggenggam salmon.
“Ma-maaf.”
Wajah Anna memerah ketika menyaksikan tubuh Jason yang terbentuk kekar.
“Tidak,
tidak masalah, aku sering memancing ikan di sungai seperti ini sebelum berlatih
memanah dengan Sean,” tanggap Jason sambil menaruh seekor ikan yang dia genggam
menuju tanah dekat tiga ikan lainnya.
“Bu-bukan
begitu,” Anna memalingkan wajahnya, tidak tahan dengan godaan akibat
menyaksikan Jason yang bertelanjang dada. “A-apa, aku menganggumu?”
“Tentu
saja tidak,” Jason mengulum senyuman sambil berbalik menghadap sungai. “Jaga
ikannya untuk sarapan nanti!” Dia melompat menceburkan diri kembali ke sungai.
Cipratan air lagi-lagi mengagetkan Anna.
“Ah!”
ucap Anna ketika menyaksikan Jason kembali menceburkan diri ke sungai.
“Anna,
ternyata kamu di situ,” suara Mark terdengar dari belakang Anna.
“Mark.”
Anna berbalik menatap Mark menuruni tebing untuk menemuinya.
“Wow,
pantas saja saat aku bangun, kalian berdua sudah ke sini,” ucap Mark.
“A-aku
… hanya ingin melihat Jason menangkap ikan,” tanggap Anna.
“Whoa!”
seru Jason kembali ke permukaan sungai ketika menggenggam seekor ikan dengan
kuat. “Aku dapat yang besar!”
“Wow!
Hebat!” seru Mark. “Ternyata kamu jago begini juga!”
“Tidak
juga,” ucap Jason sambil melempar ikan tersebut menuju tanah.
***
“Ikan!
Ikan!” seru Justice kegirangan ketika mendapat salah satu ikan bakar, tidak
sabar untuk memakannya.
“Katanya
kamu tidak suka daging hewan …,” ucap Griffin dan G heran.
“Ikan
adalah pengecualian, tidak seperti daging hewan darat yang harus dibunuh
duluan! Selamat makan!” Justice mulai melahap ikan bakar tersebut.
“Yang
cepat makannya, kalau kita pergi dari sini secepat mungkin, kita akan tiba di
Verona pada siang hari,” ucap Cooper yang mulai melahap ikan bagiannya.
“Dan
aku bisa menjual gelang emas ini demi permata yang berlimpah!” G lagi-lagi
mengungkapkan niatnya ketika tiba di Verona.
“Dasar
mata duitan,” gumam Griffin.
“Oh
ya, setidaknya kita butuh permata juga,” ucap Jason. “Setidaknya hanya untuk
berjaga-jaga kita kita membutuhkan sesuatu seperti makanan.”
“Kamu
tentu tahu niat G seperti apa, kan? Lihat saja begitu dia menghabiskan seluruh
permata yang dia dapatkan sehabis menjual sesuatu,” Griffin memperingatkan.
Mark
terdiam sambil melahap ikan bakar bagiannya dan memperhatikan setiap percakapan
rekan-rekannya. Dia hanya menikmati setiap gigitan pada ikan bakarnya.
Begitu
potongan daging ikan telah mendarat di lidah Mark, tekstur lembut daging ikan
yang matang merata mulai meleleh di dalam mulut, rasa asin pun juga tiba
menggoda lidah.
“Ini
enak,” ucap Mark.
“Begitu
selesai makan, cepatlah, kita akan melanjutkan perjalanan, tidak perlu pakai
lama segala!” ucap Cooper.
“Iya,
iya, dasar Coopy,” sindir Justice.
“Itu
bukan namaku!” balas Cooper.
“Oh
ya, kita akan menuruni bukit, setelah itu, Verona akan berada di depan mata
ketika matahari mencapai puncaknya,” Griffin menjelaskan rute selanjutnya.
“Sekali lagi aku akan menunjukkan jalannya, semoga cuaca kali ini juga
mendukung.”
“Sebaiknya
kita kemari lagi karena … ikan di sini begitu enak rasanya!” seru Justice.
“Tidak
bisa! Jalan menuju ke sini sudah tidak bisa dilewati! Jembatan sudah roboh kemarin!”
***
“Ah
… akhirnya … kita … tiba juga—” ucap Justice kelelahan.
“Wow!”
seru Mark tertegun ketika mereka akhirnya tiba di Verona.
Sesuai
dengan deskripsi di novel Alpinloch
Kingdom, gerbang masuk kota Verona telah dipenuhi beberapa bunga
berwarna-warni seketika menyegarkan pikiran dan tenaga. Jalan kota yang terbuat
dari batu bata diiringi oleh kebun tumbuh-tumbuhan, terutama bunga.
Begitu
memasuki daerah kota, beberapa bangunan terlihat terdominasi oleh warna merah
jambu dengan atap ungu, menunjukkan kecantikan wajah Verona yang dijuluki
sebagai kota sutra tersebut.
“Baiklah,
kita temui walikota Verona, lalu kita akan cari jalan untuk kembali—” Jason
belum selesai menjelaskan tugas mereka begitu berjalan menuju pusat kota.
“Pasar!
Pasar, pasar, pasar!” seru G ketika memandang pasar di sebelah utara pusat kota
sebelum berlari mendekatinya.
“Tunggu,
G! Dengarkan dulu sampai selesai!” Griffin berlari mengejar Griffin.
“Dasar,
mereka hanya buang-buang waktu saja,” ucap Cooper. “Kalian kenapa diam saja? Cepat
ikuti mereka berdua! Cepat!”
“Ah!
Dasar Coopy,” gerutu Justice ketika mereka berlima berjalan mengikuti G dan
Griffin menuju pasar.
“Itu
bukan namaku, bodoh!” jerit Cooper.
“Terserah,
yang penting akan berguna kalau bajingan sepertimu—”
“Wow!”
seru Jason ketika melihat bentuk pasar tersebut.
“Jadi
ini pasarnya?” tanya Anna.
Pasar
di kota Verona bukan berupa gedung, bukan pula berbentuk lapangan, melainkan
berada di dalam sebuah gua. Beberapa pengunjung pasar yang terlihat berjalan
memasuki gua tersebut.
“Apa?
Pasarnya di gua ini? Apa ini gua buatan?” tanya Cooper.
“Cukup
aneh,” tanggap Jason ketika mereka memasuki gua tersebut.
Keramaian
telah menyambut kedatangan mereka di dalam pasar tersebut, tentu saja di dalam
gua dengan obor terpasang di setiap sisi gua sebagai penerangan. Pasar tersebut
memang terkenal dengan tawar menawar antar pembeli, siapa yang menawar harga
tertinggi, dia yang berhak membeli sebuah barang.
Suara
jeritan dan ucapan terlontar dari setiap pembeli yang beradu untuk menentukan harga
tertinggi. Beberapa pembeli turut menyambut setiap pemenang dari adu harga
tersebut dengan menyerahkan barang.
“Biar
kutebak, mereka pasti berada di area pedagang emas. Sementara kita berada yang
namanya lobi,” ucap Mark.
“Lobi?”
ulang Anna, Jason, dan Justice bersamaan.
“Maksudku,
bagian depan gua ini,” jawab Mark sambil lanjut berjalan memandangi setiap
perang adu harga di depan para pedagang.
“Itu!
Di situ!” ucap Anna menunjuk G dan Griffin yang menemui salah satu pedagang
emas di depan mata.
“Emas
ini … saya bisa beli seharga dua ribu permata,” pedagang emas yang G dan
Griffin temui itu mulai menawarkan harga.
“Maksudku,
coba teliti emas itu baik-baik, bisa saja tidak setara dengan apa yang
kuharapkan, kan?” tanggap G.
“Baiklah,
kalau itu maumu, aku akan tambahkan menjadi 2500 permata,” ucap pedagang emas
tersebut.
“Itu
gelang emas yang cantik! Aku beli 3000 permata!” satu per satu pedagang emas
bermunculan menemui G dan Griffin mulai menawar harga lebih.
“3500!”
“4600!”
“6000!”
“8000
permata!” ucap pedagang emas yang pertama G dan Griffin temui, membuat hampir
seluruh pedagang emas yang berdatangan tidak mampu menawar harga lebih tinggi
lagi.
“Baik,
8000 permata, terjual!” seru G mengulum senyuman sendiri.
“Terjual!”
seru pedagang emas tersebut berbalik mengambil beberapa karung dan mengisinya
dengan permata.
“Ya,
sudah terjual!” seru salah satu pedagang emas yang berkumpul,
“Oh
ya, jangan lupa, masukkan ke dalam beberapa karung. Yang paling banyak serahkan
padaku!” seru G.
“Jadi
apa sebenarnya rencanamu saat kamu dapat jatah permata lebih banyak?” tanya
Griffin ketika Mark dan yang lain tiba.
“Jelaskan,”
pinta Jason.
“Oh,
yang lainnya sudah di sini. Baiklah, aku akan menghabiskan permata yang kudapat
untuk membeli pakaian mahal! Pakaian yang terbuat dari sutra!” jelas G.
“Dasar
penyihir tidak berguna dirimu ini!” jerti Griffin.
“Baiklah,
5000 permata untukmu, 500 permata untuk masing-masing temanmu, wanita
penyihir.” Pedagang emas itu menaruh beberapa karung berisi permata di meja
penuh dengan emas dagangannya.
“Baiklah,
kalian bisa menambil permata kalian. Griffin, bawakan karung isi 5000 permata
untukku. Kita akan berbelanja!” suruh G meninggalkan area pedagang emas.
“Tu-tunggu!
Ini berat sekali!” ucap Griffin seraya mengambil karung berisi 5000 permata.
“Sekarang
apa? Apa yang akan kita lakukan dengan beberapa karung masing-masing berisi 500
permata?” tanya Justice.
“Tentu
saja kita harus bertemu walikota kota ini, bodoh! Lalu kita semua bisa berpuas
diri kembali ke kerajaan Haven! Sederhana!” ucap Cooper menambah tekanan
emosinya.
“Mungkin
aku akan melihat-lihat,” ucap Mark sambil mengambil sekarung berisi 500
permata. “Kita baru saja sampai, kan? Lebih baik bersantailah sedikit.”
“Oh,
benar juga!” ucap Jason. “Sebaiknya kita cari makanan untuk berjaga-jaga kalau
kita akan kembali ke kerajaan Haven esok hari. Anna, Justice, kalian juga bisa
ikut. Cooper—”
“Terserah,
aku hanya menunggu di luar,” ucap Cooper meninggalkan area pasar gua tersebut.
“Mark,
kamu ikut kami membeli makanan?” ajak Jason.
“Aku
akan melihat-lihat yang lain. Aku penasaran apa yang mereka jual.”
“Baiklah,
begitu selesai, tunggu kami di pintu keluar pasar gua ini.” Jason mengambil dua
karung masing-masing 500 permata.
“Oh
ya, kita juga harus cari informasi!” usul Anna ketika dia dan Justice mengambil
karung lain yang juga berisi permata.
“Oke!”
seru Mark. “Aku akan cari informasi tentang walikota Verona!”
Begitu
Mark mulai berjalan melewati setiap kios pedagang yang menjajakan setiap
dagangan beragam, dia memandang setiap pembeli yang berdiri di setiap kios
saling bersaing menawarkan harga tertinggi untuk membeli.
Semakin
dalam Mark melewati gua pasar, terlihat senjata dan pakaian armor berjajakan di setiap meja
pedagang. Kali ini, semakin sedikit pembeli yang berminat membeli dengan
menawarkan harga lebih tinggi daripada pesaingnya.
Pandangan
Mark teralihkan ketika melihat sebuah pedang berwarna biru sejernih sebuah
permata. Mata pedang seraya menunjukkan titik terang bercahaya yang menarik
perhatiannya. Mark menemui kios yang menjajakan pedang tersebut sebagai salah
satu barang dagangannya.
“Pedang
ini sungguh indah,” ucap Mark sambil menggenggam gagang pedang biru itu.
“Oh,
bukan hanya indah, jangan tertipu dengan keindahannya, pedang ini tentu tidak
mudah pecah seperti permata. Begitu pedang ini berada di tanganmu, kamu bisa
menebas beberapa musuh sekuat tenaga, anak muda berpedang” ucap sang pedagang
berkulit hitam itu.
“Oh,”
Mark kembali menyentuh pedang yang terikat di punggungnya. “Berapa harga pedang
itu? Sepertinya pedang itu benar-benar sayang untuk dilewatkan.”
Pedagang
itu menjawab, “275 permata jika kamu mau.”
“Aku
suka pedang ini!” ucap salah satu pembeli yang juga melihat pedang tersebut.
“Aku rela bayar 300 permata demi membeli pedang yang indah ini!”
“Whoa!”
Mark tertegun ketika menyaksikan ada pembeli pesaing. “Baiklah, aku tawar 400
permata.”
“500
permata! Aku rela membeli pedang itu seharga 500 permata!”
Mark
terdiam ketika harga tertinggi mencapai lima ratus permata, jumlah permata yang
sedang dia miliki. Ketika dia memikirkan bagaimana cara untuk mengalahkan harga
tersebut, dia berinisiatif mengambil pedangnya.
“Baiklah,
aku beli pedang ini seharga 500 permata dan pedangku,” Mark mengajukkan
tawarannya.
“Ah!
Sial! Padahal itu pedang yang menarik perhatianku!” seru pembeli tersebut.
“Terjual.
500 permata dan pedangmu, anak muda,” ucap pedagang tersebut ketika Mark
menaruh pedangnya dan sekarung 500 permata di atas meja. “Semoga kamu bisa
datang kemari lagi.”
“Terima
kasih,” ucap Mark mengambil pedang biru tersebut ketika seorang pembeli di
dekatnya meninggalkan kios tersebut. “Aku ingin bertanya, apakah Anda tahu di
mana tempat tinggal walikota Verona yang baru, namanya Ellie.”
“Oh,
walikota itu?” Pedagang tersebut mulai merendahkan nadanya.
“Kenapa?
Ada yang salah?” Mark langsung menyadari.
“Sebenarnya,
seminggu yang lalu, tepatnya dua hari setelah dia terpilih menjadi walikota,
beliau diculik oleh beberapa orang berandalan.”
“Tunggu
dulu, walikota Verona diculik dan dia belum kembali juga sekarang?” Mark
bertanya kembali.
“Ada
desas-desus bahwa yang menculik Ellie adalah ksatria kerajaan Alpinloch, ada
yang bilang pula pemberontak dari Sedona. Berdasarkan rumor yang kudengar,
motif penculikan walikota kami adalah pernyataannya untuk menentang rencana
dominasi dunia oleh kerajaan Alpinloch.”
“Begitu,
pantas saja ksatria kerajaan Alpinloch mengawasi jalan perbatasan kota ini,”
ucap Mark meletakkan pedang di belakang punggungnya.
“Benar,
walikota kami ingin bergabung dengan resistensi terhadap kerajaan Alpinloch
dengan Pangeran Holland dari kerajaan Haven. Begitu kabar itu tersebar pada
ksatria kerajaan Alpinloch yang mengawasi, mungkin mereka … yang menculiknya.”
“Sialan,”
gumam Mark. “Baiklah, terima kasih banyak.”
Begitu
Mark berbelok meninggalkan area persenjataan dan armor, dia tercengang ketika seorang wanita berambut hitam ber-hoodie coklat compang-camping secara
mendadak di hadapannya.
“Kamu
… bukan berasal dari dunia ini,” ucap wanita tua tersebut.
“Oh
tidak!” ucap Mark pelan.
“Kamu
tahu seharusnya kamu tidak berada di sini. Kalau kamu berani tetap berada di
dunia ini, sesuatu yang buruk akan terjadi padamu dan dunia ini ….”
“Tidak!
Tidak!” tolak Mark.
Mark
mulai berlari sekuat tenaga demi menghindari wanita tersebut, tidak peduli
terhadap setiap pedagang dan pembeli yang memandangnya kebingungan. Napasnya
terengah-engah ketika kepanikan masih tertanam di benaknya. Angin pun berembus
mengiringi larinya.
Sekali
lagi, Mark tidak menyangka wanita tua itu mengetahui asal usulnya. Dia bahkan
tidak pernah memberitahu asal-usulnya kepada siapapun, sama sekali. Hal yang
membuatnya heran adalah darimana beberapa orang yang memperingatkannya
mengetahui asal-usulnya.
Begitu
kedua kaki telah menginjak rumput yang menjadi jalan keluar dari gua tersebut,
napas Mark masih terengah-engah mencoba meredakan kepanikan. Dia menggelengkan
kepala ketika dirinya tidak ingin semua orang mengetahui asal-usulnya.
“Kenapa?
Kenapa? Kenapa dia tahu darimana asalku?” gumam Mark.
Sebuah
tepukan tangan mendarat di bahu kanan Mark, membuatnya tercengang hingga
mengalihkan perhatian ke sebelah kanan. Jantungnya berdebar kencang kembali
ketika menatap seseorang yang telah menepuk bahunya.
“Tenanglah,”
ucap pria itu.
Mark
menatap pria itu memakai topeng singa putih dan jaket hoodie hitam. “Si-siapa kamu?”
“Tenanglah,
siapa diriku tidaklah penting. Aku kemari untuk memperingatkanmu,” jawab pria
bertopeng itu. “Kalian harus meninggalkan kota ini sesegera mungkin.”
“Apa
maksudmu?”
“Dengarkan
aku, kamu tahu kalau kerajaan Alpinloch bertekad untuk mempengaruhi seluruh
kota Verona yang akan dijadikan sekutu. Kamu sudah dengar kalau beberapa
ksatria kerajaan Alpinloch mulai menghalangi jalan dari kerajaan Haven.”
“Da-darimana
kamu tahu itu?”
“Kamu
yang menyelamatkan Putri Anna dari kejaran kerajaan Alpinloch. Darimana aku
tahu informasi tadi tidak penting. Yang penting, kamu dan teman-temanmu harus
meninggalkan kota ini sesegera mungkin, kalau tidak, mereka akan menangkap
kalian hidup-hidup pada Raja Lucius.”
“Raja
Lucius?” ulang Mark ketika pria bertopeng itu mulai berpaling. “Tunggu! Apa
kamu tahu rencana Raja Lucius?”
“Mark!”
suara Jason muncul dari belakang.
Mark
berbalik menatap ke arah pintu masuk gua tersebut. Jason telah melangkah keluar
dengan Anna dan Justice sambil membawa karung sayur mayur dan buah-buahan.
“Kamu
tidak apa-apa? Tadi kamu berlari keluar,” Jason bertanya.
Mark
menjawab dengan berakting seperti bertingkah biasa, “Aku baik-baik saja.”
“Mana
Coopy?” tanya Justice. “Padahal dia bilang dia akan menunggu di pintu keluar!”
Mark
mulai menjelaskan, “Oh ya, aku dapat sebuah informasi. Walikota Verona, Ellie,
telah diculik. Katanya ksatria kerajaan Alpinloch yang mengawasi kota ini
pelakunya, atau—”
“Oh!”
Anna memotong, “Tadi seorang pedagang menemuiku dan dia mengenaliku sebagai
seorang putri dari kerajaan Alpinloch. Untung kabar dari kerajaan Haven
tersebar dengan cepat. Dia meminta kami untuk menyelamatkan Ellie dari sang
penculik.”
“Kudengar
juga Ellie bersikeras untuk mengusir ksatria kerajaan Alpinloch yang mengawasi
perbatasan kota. Ellie sudah menyatakan kalau dia sama sekali tidak berminat
bersekutu dengan kerajaan Alpinloch,” tambah Jason. “Melainkan, dia ingin
bersekutu dengan kerajaan Haven demi resistensi terhadap kerajaan Alpinloch.
Pantas saja ini adalah waktu yang tepat untuk meyakinkan Verona.”
“Begitu
rupanya,” Mark menyimpulkan, “Demi rencana mereka, kerajaan Alpinloch … berjaga
di kota Verona, kota terdekat dari kerajaan itu, agar kerajaan Haven tidak bisa
berbuat apa-apa untuk mempengaruhi mereka demi rencana resistensi.”
“Apa
boleh buat, kita memang harus mencari walikota Verona yang sekarang. Kalau kita
memang harus berhadapan dengan ksatria kerajaan Alpinloch, kita butuh
penyamaran,” Jason menyimpulkan.
“Tentu
saja kita tidak membutuhkan semua barang yang kamu beli, G!” tegur Griffin
sambil membawa beberapa karung berisi barang belanjaan G.
“Tentu
saja aku perlu! Pakaian yang terbuat dari sutra ini paling kuperlukan!” seru G.
“Terus
apa? Kamu beli empat topeng? Buat apa?”
Jason
menganggapi, “G! Kamu beli empat topeng, kan?”
“Iya,
benar,” jawab G.
“Sialan!
Kenapa kalian lama sekali! Dari tadi aku menunggu di pintu keluar kota!”
Giliran Cooper yang menghampiri mereka.
“Cooper,
misi kita belum selesai, sama sekali,” tanggap Jason. “Kita belum bertemu
Ellie.”
“Eh?
Bodoh! Kalian malah asyik-asyik berbelanja, sementara kita punya misi lebih
penting dari—”
Mark
memotong tegas, “Ellie diculik. Itu alasan mengapa kita belum mengantar surat
itu.”
“Hah?
Apa boleh buat, kita kembali ke kerajaan Haven dan melapor pada Pangeran Holland
dan Britt kalau Ellie diculik,” Cooper mengusulkan solusi termudah.
Mark
menolak, “Tidak bisa begitu.”
“Apa
maksudmu?” Cooper menaikkan tingkat nadanya.
“Apapun
yang terjadi, kita tetap harus mengantar surat ini pada Ellie! Ini demi
kepentingan rencana Pangeran Holland!”
“Setidaknya
Pangeran bisa meminta kota lain seperti Springmaple, Sedona, atau bahkan
Bluewater sekalipun untuk bergabung dengan resistensi kerajaan Alpinloch!”
“Ini
bukan hanya demi lancarnya resistensi, ini demi Anna juga! Demi kerajaannya!”
“Oh,
sekarang kamu ingin membela putri terlaknat itu?” Cooper mulai menyindir.
Jason
memotong pertengkaran Mark dan Cooper, “Sudah, hentikan! Kita takkan membahas
hal yang terjadi kemarin lagi! Cooper, kamu lihat sendiri Anna sama sekali
tidak berbohong, dia membutuhkan kita untuk menyelamatkan kerajaannya. Dia
memang ingin menghentikan rencana Raja Lucius!”
“Ah!
Aku bisa saja tetap di kerajaan Haven kalau bukan karena perbuatan kalian!”
sanggah Cooper meluapkan kemarahan.
Griffin
menegur, “Cooper, kamu tidak ingin berada di sini sekarang? Kalau saja kamu
tidak mencoba mengusir Putri Anna, kita bertiga takkan ikut mereka ke sini,
lalu kamu akan puas tetap di kerajaan Haven! Terima kasih banyak, kamu dihukum,
kami berdua harus ikut!”
“Hei,
sudah,” ucap G. “Jangan bertengkar dong.”
“Ayolah,
jangan bertengkar, semua tenanglah …,” Justice mencoba melerai hanya
menggunakan kata-kata.
“Semuanya
gara-gara kalian!” jerit Cooper meluapkan emosinya hingga harus membuat seluruh
warga kota Verona di sekitar memperhatian mereka. “Kalian semua harus
repot-repot membawaku kemari, kalian yang meminta Pangeran Holland dan Britt—”
“Tentu
tidak! Ini akibat perbuatanmu kemarin!” balas Jason. “Kami bisa saja kemari
tanpa dirimu, Cooper! Sekarang, kamu malah ingin mengajak kita semua kembali ke
kerajaan Haven tanpa melakukan apa-apa? Penerima surat Pangeran Holland, Ellie,
walikota Verona, sedang menghilang karena—”
“Aku
tidak peduli soal itu!” jerit Cooper berjalan menghadapi Jason dan Mark. “Anggap
saja kita kemari hanya sia-sia belaka! Ellie menghilang, kita kembali ke
kerajaan Haven! Kita laporkan kenyataannya pada Pangeran Holland!”
“Tidak
bisa begitu. Pangeran Holland akan kecewa kalau surat itu tetap di tangan kita,”
tanggap Mark.
“Ah!
Ah!” Anna menyentuh keningnya ketika pandangan terasa seperti berputar-putar.
“Kita
tak boleh mengecewakan Pangeran Holland! Setidaknya misi darinya harus—” kata
Mark.
Lagi-lagi
Cooper memotong, “Tidak usah! Sudah cukup dengan berita menghilangnya Ellie!
Kita akan lapor sejujurnya! Mau misi kalian gagal atau tidak, yang penting kita
mengutamakan kejujuran! Tidak seperti putri yang sering berbohong tentang kabar
kabur dari kerajaannya itu!”
“Cooper!
Tentu Pangeran Holland akan kecewa berat karena tidak berusaha mencari Ellie!
Kamu lihat sendiri kerajaan Alpinloch menghalangi usaha kerajaan Haven untuk
melancarkan resistensi—” jerit Jason.
Ucapan
Jason terhenti ketika Anna mendadak terjatuh seraya melemaskan diri akibat
beban di kepalanya. Semuanya mengalihkan perhatian sambil tercengang. Griffin
yang berada di dekat Anna segera menahannya sebelum terjatuh di jalan rerumputan.
“Anna!”
jerit Mark.
Comments
Post a Comment