Alpinloch: Another World Episode 19
The Imperishable Witches’ Hell Town I
Setangkai
dandelion terbagi menjadi beberapa tangkai kecil hanya dengan sebuah tiupan
udara dari mulut. Seorang gadis kecil berambut pink begitu girang menatap
seluruh tangkai kecil dandelion berterbangan di angkasa. Rangsangan kegembiraan
di tubuhnya membuat dirinya mengejar seluruh tangkai kecil dandelion itu.
“Justice!
Jangan jauh-jauh!” seru ibunya yang berdiri menatap dari belakang.
Meskipun
hutan yang sedang mereka tempati tidak menonjolkan warna, hanya kepekatan
gelap, kepingan dandelion itu mengundang beberapa warna hidup bagi Justice
kecil hingga harus mengejarnya sampai melewati pepohonan.
Langkah
Justice terhenti ketika dia menempatkan kedua kaki pada rumput setelah melewati
ujung pepohonan yang lebat tanpa tonjolan warna cerah. Irama kesenangan yang
meningkatkan warna hati seketika berubah menjadi kesuraman.
Senyuman
manis Justice kecil kian menjulur ke bawah ketika kedua mata menatap sesuatu
yang seharusnya tidak dia lihat. Wajahnya kini masam. Hatinya menghasilkan
energi yang menggetarkan tubuh.
Tangkai
dandelion yang telah dia tiup pun ikut jatuh. Justice kecil terdiam ketika dia
menatap sebuah sungai di hadapannya. Namun, bukan sekadar sungai sejernih
kristal.
Darah,
darah, dan darah telah mencemari sungai hingga merah kelabu. Beberapa mayat
manusia yang telah membusuk hingga menyisakan tulang-berulang telah mengambang
di sana.
“Justice!”
ucap sang Ibu menemuinya. “Astaga ….” Dia mennutup mulut dengan kedua tangan
tidak percaya apa yang baru saja terlihat.
“I-ibu
…,” ucap Justice kecil.
Kengerian
yang terlihat di sungai itu seakan-akan menjadi kejujuran terselimuti
kebohongan. Jumlah mayat yang telah mengambang itu tidaklah sedikit, melainkan
begitu banyak hingga harus hampir menumpuk menghambat aliran sungai.
“Kenapa
ada tengkorak …,” ucap Justice.
Ibunya
menutup mulut Justice dengan kedua tangan. “Mereka tidak boleh tahu hal ini.
Mereka tidak boleh tahu apa yang baru saja kita lihat.”
“Apa
maksud Ibu?”
“Kamu
akan tahu saat kamu sudah besar,” ucap Ibu seraya mengajak Justice kecil
kembali ke tempat bermainnya, dimana tidak begitu banyak orang yang berkumpul.
***
Justice
mendadak tercengang ketika harus membuka mata seraya kembali mengumpulkan
kesadaran. Namun, alih-alih berada di penginapan di Verona, dia terbaring di
lantai kurungan besi minim penerangan.
“Ke-kenapa
aku ada di sini?” Justice memegang keningnya menyadari ada yang salah. “Tidak!
Tidak mungkin!”
“Sepertinya
kamu sudah sadar,” ucap seorang penyihir berambut biru menghampiri sel jeruji
besinya.
“Ka-kamu!
Mau apa kamu, Gillies!” jerit Justice berdiri meghadapi gadis itu. “Kenapa?
Kenapa?”
“Ini
benar-benar salahmu sendiri. Meninggalkan Oakwood tanpa izin siapapun merupakan
tindakan tidak terpuji bagi masyarakat Oakwood, apalagi bagi penyihir yang tidak
berguna seperti dirimu. Aku sudah mendapat laporan dari Tuan kalau kamu memang
sengaja melarikan diri dari Oakwood. Sepertinya kamu tahu terlalu banyak
tentang Tuan.”
“Tunggu
dulu, Gillies!” jerit Justice.
“Pecundang
seperti kamu yang melarikan diri dari Oakwood, bukan, lebih tepatnya
meninggalkan Oakwood tanpa izin memang pantas dihukum. Hukumannya sudah
ditetapkan.”
“Gillies,
jelaskan bagaimana aku bisa berada di sini! Jelaskan!” jerit Justice lagi.
“Sebenarnya,
Tuan telah menyuruh kami, termasuk diriku, untuk mencari siapapun yang lolos
dari Oakwood, termasuk pecundang seperti dirimu. Kebetulan sekali, aku dan
rekanku sedang singgah di Verona untuk mengawasi kota. Setidaknya, kerajaan
Haven dan Verona merupakan tempat terdekat dari Oakwood.
“Beruntung
sekali, kami melihat dirimu bersama para orang asing baru saja keluar dari
pasar yang terkenal itu. Verona, terkenal dengan ketamakan manusia demi
mendapatkan barang-barang berharga tinggi. Memangnya mereka berhak memasang
harga tinggi, saling bersaing, lalu mendapat barang sewajarnya?”
Justice
mengingat-ingat kembali bagaimana dia bisa berada kembali di kampung
halamannya. Ingatannya begitu samar bagaikan rusak terpotong, kilasan seperti
berwarna abu-abu seketika muncul ketika mengingat Mark menyerahkan dirinya
untuk menjaga Anna dan G.
Justice
tidak mampu meraih kembali ingatannya. Dia menyimpulkan bahwa tidak lama
setelah itu dia memang tidak sadarkan diri dan terpaksa kembali ke Oakwood.
“Oh,
kamu mau tahu faktanya? Aku mengikuti dirimu ke kamar kalian di sebuah
penginapan. Beruntung, mereka pingsan.”
“Bagaimana
caranya? Kamu menggunakan sihir untuk membuka kunci pintu secara paksa? Jawab!”
“Ah,
Justice. Semuanya memang benar. Aku menangkapmu dan membuatmu tidur. Tidak
setelah aku membuat seisi kota tidak sadar kalau kami sedang membawamu kembali
ke kota ini. Sudahlah, hukumanmu telah ditetapkan oleh Tuan.”
“Tidak!”
Justice menggeleng.
“Ya!
Hukuman untuk meninggalkan Oakwood tanpa izin siapapun, bahkan izin dari Tuan,
orang tertinggi di kota ini, penyihir paling terhebat di dunia! Kamu … akan
berdiri di hadapan semua orang, termasuk para penyihir.” Gillies mulai
menceritakan hukuman itu. “Para penyihir akan menyerangmu tanpa ampun, sama
sekali tanpa ampun. Rasa sakit akan kamu dapatkan setimpal dengan perbuatanmu
meninggalkan Oakwood. Lalu, Tuan akan mengerahkan serangan terakhirnya,
kepalamu akan terpenggal dan otakmu akan tercongkel keluar!”
“Tidak!
Tidak! Tidak!” jerit Justice ketika cerita itu mencapai otaknya, menimbulkan
rasa takut.
“Oh,
Tuan telah menetapkan waktu hukuman mati dirimu. Tengah malam, bersiaplah.
Otakmu akan menjadi berguna bagi semua orang.” Gilles meninggalkan Justice
secara angkuh.
“Tidak!
Gillies! Gillies! Gillies!” jerit Justice ketika kembali teringat kilasan balik
mayat-mayat di sungai. “Ledakan tak terduga!”
Justice
mengerahkan seluruh tenaga untuk membuat sihir ledakan menuju setiap sudut
ruangan itu, atap dan tembok batu-bata, serta dinding jeruji besi. Namun,
ledakan itu tidak memiliki efek yang menghancurkan.
“Ah.
Kamu lupa, Justice? Penjara ini sudah disihir agar tidak bisa dihancurkan oleh
sihir apapun! Coba saja kalau berani menghancurkannya, kamu tidak akan bisa!
Kalau kamu memang ingin keluar, mereka sudah menantimu!” Suara Gillies
terdengar mencapai telinganya.
“Sialan!”
jerit Justice menggunakan sihir ledakan berkali-kali.
***
“Apa
yang terjadi?” G bangkit mengumpulkan kesadarannya. “Apa aku ketinggalan
sesuatu?”
Griffin
menjelaskan, “Oke, saat kami kembali, Anna berkata kalau Justice sudah
menghilang! Benar-benar menghilang!”
“Sekarang
apa lagi?” Cooper berkeliling kamar. “Bagus, sekarang ini akibatnya kalau
kalian meminta untuk mencari walikota Ellie! Sekarang ini? Teman penyihir
kalian menghilang! Menghilang! Sekarang kalian mau mencarinya? Kalian mau
menunda kepulangan kita menuju kerajaan Haven? Hah!”
Jason
menyanggah, “Lalu apa, Cooper? Lalu kita harus tinggalkan Justice begitu saja?
Tinggalkan Justice begitu saja entah dia kemana?”
“Kalau
kita memang harus cepat-cepat kembali ke kerajaan Haven, melapor kalau walikota
Ellie telah merestui rencana resistensi kerajaan Haven, apa boleh buat, mau
tidak mau kita harus tinggalkan Justice! Kita sudah membuang banyak waktu!”
jerit Cooper.
Griffin
menatap tajam G. “Tidak setingkat dengan berapa banyak permata yang G buang
hanya demi barang-barang keinginannya!”
“Hei!
Setidaknya aku bisa memakainya!” jerit G.
Anna
bangkit dari tempat tidur berusaha melerai pertengkaran. “Hei, jangan bertengkar
begini dong …. Bertengkar tidak akan menyelesaikan sebuah masalah, apalagi aku
juga khawatir dengan Justice. Kalau mau cari dia, ayo.”
Mark
menambah, “Anna benar, Justice sudah ikut kita dari awal sampai sini, dari awal
aku, Anna, dan Jason mulai berpetualang dari Springmaple, menuju Sedona, lalu
sampai ke kerajaan Haven. Kemudian—”
“Diamlah!
Memangnya kamu ini adalah seorang pemimpin!” Cooper semakin geram. “Pokoknya,
aku lelah setelah harus menyelamatkan walikota Ellie! Sekarang kamu mau kita
semua mencari Justice! Kamu mau menunda-nunda pertemuan kita dengan Pangeran
Holland lagi? Kamu mau menunda-nunda—”
“Hentikan,”
potong Jason. “Mark benar, kita benar-benar kembali ke kerajaan Haven tanpa
satu orang pun, tentu saja Pangeran Holland akan khawatir!”
“Kamu
sama saja dengan ksatria bodoh itu! Kalian semua memang sok tahu! Seharusnya
aku tidak percaya kalian kalau memang pada ujungnya membantu kerajaan Alpinloch
agar bisa menguasai seluruh dunia!” jerit Cooper.
“Ayolah,
kami tidak mungkin melakukan seperti itu! Lagipula, Anna sedang melarikan diri
dari kerajaan Alpinloch demi menyelamatkannya, aku hanya seorang petualang dari
Springmaple, Justice hanya seorang penyihir yang kebetulan kami temui, dia
berasal dari Oakwood, dan Mark—”
Griffin
menghentikan penjelasan Jason ketika tercengang mendengar kata Oakwood. “Tunggu! Kamu bilang Oakwood?
Oakwood kota penyihir itu!”
Mark
mengangkat tangan kanan pada Griffin. “Ada apa? Memang kenapa dengan Oakwood?”
Griffin
tercengang kembali setelah melihat reaksi Mark. “Kamu tidak tahu? Kalian tidak
tahu?”
G
menggeleng. “Bisakah kita pulang sekarang? Aku ingin pamer belanjaanku pada
para gadis agar mereka iri. Setidaknya semua jenis barang yang kubeli dari
pasar di kota ini merupakan barang-barang terbaik.”
Griffin
menarik kerah jubah penyihir G. “Kamu sama sekali tidak membaca apapun tentang
Oakwood! Kalian benar-benar tidak tahu tentang Oakwood!”
Jason
mengungkapkan, “Aku hanya tahu dari ibuku kalau Oakwood terkenal sebagai kota
penyihir.”
“Ah!
Ada apa dengan kalian? Apa kalian benar-benar orang bodoh!” jerit Griffin
sambil berjalan mendekati pintu. “Memang seharusnya penyihir dari Oakwood
dilarang keluar dari sana.”
“Whoa!
Apa katamu?” ucap Mark tercengang. “Jadi maksudmu Justice benar-benar melarikan
diri dari kota itu?”
“Pantas
saja dia berkata dia bosan berada di kota itu!” Jason menepuk keningnya. “Lalu,
apa yang terjadi jika—”
“Dia
akan dihukum mati!” jerit Griffin.
“Ah!”
Anna menutup mulut dengan kedua tangan.
Semuanya
tercengang ketika mendengar kalimat Griffin bahwa Justice akan dihukum mati. G
menggelengkan kepala tidak dapat menerima hal ini dapat terjadi ketika Justice
melarikan diri dari Oakwood. Mark menundukkan kepala tidak dapat menerima
sebuah kenyataan berupa hukuman mati di Oakwood.
“Hu-hukum
mati katamu?” ucap Jason.
Jason
teringat kembali ketika pertama kali bertemu Justice sebelum mengajaknya
bertualang. Senyuman gadis penyihir berambut pink itu kembali menjadi seperti
kilat di dalam benaknya.
“Justice
….”
Cooper
memberi usul termudah dan sederhana, “Kenapa tidak begini saja? Kita kembali ke
kerajaan Haven dan melapor pada Pangeran Holland kalau salah satu dari kita
menghilang dan akan dihukum mati di kampung halamannya! Sederhana.”
Griffin
menolak, “Percuma saja kita kembali dan memberitahu Pangeran Holland! Setiap
penyihir yang melanggar aturan di Oakwood, aturan terberat, termasuk
meninggalkan Oakwood tanpa izin, akan dihukum mati di depan umum pada tengah
malam! Ketika bulan mencapai puncak langit, itulah sinyal kalau hukuman mati
harus dimulai!”
“Bilang
dari awal dong,” ucap G. “Paling tidak, kita masih punya permata, kita akan
belanja lagi sebelum—”
“Kita
akan berangkat sekarang juga, penyihir mata duitan!” jerit Griffin memukul
kepala G.
“Semoga
saja kita sempat tiba di Oakwood sebelum tengah malam,” ucap Mark berbalik
menghadap pintu. “Kita akan menyelamatkan Justice.”
“Kalau
Oakwood berada di timur laut dari kerajaan Haven, berarti dari sini kita ambil tenggara,”
ucap Jason.
“Heh,
kalian akan bertanggung jawab karena menunda-nunda kepulangan kita semua!” ucap
Cooper angkuh sambil membuka pintu.
“Ayo
cepatlah!” ucap Griffin.
Mark
terdiam ketika tidak mengingat bahwa Oakwood bukanlah sekadar kota penyihir
biasa, melainkan kota distopia. Dia tidak pernah menyangka bahwa Justice
sebenarnya telah melarikan diri dari kota itu. Dia memiliki begitu banyak
pertanyaan tentang Oakwood yang mengganjal di dalam otaknya.
“Mark,”
panggil Anna ketika yang lainnya telah melewati pintu untuk keluar dari
penginapan.
“Kalau
Justice memang melarikan diri dari Oakwood, pasti ada yang salah dengan kota
itu,” tanggap Mark.
“I-iya,
aku … juga berpikir sama. Dia … akan … dieksekusi mati ketika melarikan diri
dari Oakwood. Apalagi … jika salah satu dari penyihir sepertinya menemukannya,”
balas Anna. “Mark, dia teman kita.”
“Aku
tahu, Anna. Kita akan menyelamatkan Justice. Kita akan membebaskan dia dari
hukuman itu!” Mark mengepalkan kedua tangan. “Ayo, Anna. Kita selamatkan
Justice.”
***
Kicauan
burung hantu seakan-akan seperti nada kesuraman ikut menyelimuti kegelapan
malam di sekitar hutan menuju Oakwood. Lama kelamaan, setiap pepohonan di jalan
semakin menelanjangi batang seperti menggugurkan daun. Jika hutan di dekat
Verona memiliki pepohonan berdaun lebat, hutan di dekat Oakwood kini
menunjukkan kebalikannya, hampir tidak ada daun yang tersisa di setiap pohon di
sekitar jalan.
Bulan
menjadi satu-satunya cahaya penerangan di sekitar kegelapan hutan yang
menggetarkan pikiran. Jason dan Griffin yang melangkah di depan menunjukkan
jalan menuju Oakwood terhenti sejenak ketika suara burung hantu kembali membuat
merinding. Kegelapan juga ikut melanda tanah meski beberapa pohon yang menjadi
rintangan jalan masih terlihat jelas berkat sedikit bantuan sinar bulan.
G
yang berada di posisi terbelakang harus melangkah sambil menggiring barang
belanjaannya sendiri dari Verona. Karena dia terlalu banyak berbelanja di dalam
pasar di Verona, rasa berat harus dia alami ketika membawa karung barang
belanjaannya itu.
G
terhenti sejenak mencoba menarik napas ketika tenaga dari kedua tangannya
benar-benar terkuras. “Ah …. Barang-barang yang kubeli dari pasar di Verona
jadi lebih berat semakin lama kita berjalan. “
“Dasar
penyihir mata duitan!’” ujar Griffin berbalik memandang G. “Kita masih jauh
dari Oakwood tahu!”
“Lalu,
kamu tahu darimana jarak Oakwood masih jauh dari sini?”
“Kamu!”
jerit Griffin.
“Sudah,
sudah, hentikan,” ucap Anna mengangkat kedua tangan menghentikan langkah.
Cooper
ikut menghentikan langkah dan bertanya pada Mark dan Jason, “Kenapa kalian rela
menunda kepulangan kita ke kerajaan Haven hanya demi penyihir berambut pink
itu? Penyihir yang benar-benar manja.”
Jason
menjawab, “Sederhana, saat aku, Mark, dan Anna meninggalkan Springmaple, kami
kebetulan bertemu Justice saat diserang oleh orang asing mesum. Berkat itulah,
dia ikut kami demi membalas budi atau
semacamnya. Mungkin, dia hanya ingin melarikan diri dari Oakwood.”
Cooper
membalas, “Aku masih ragu dengan tujuan kalian sebenarnya. Aku tidak mengerti
kenapa Putri Anna dan teman-temannya seperti kalian berdua rela membantu
Pangeran Holland demi rencana resistensinya.”
“Kamu
belum mengerti juga, Cooper. Kami justru ingin membantu Anna merebut kembali
kerajaannya. Dimulai dengan meminta bantuan kerajaan Haven. Raja Lucius memang
raja yang keji. Kamu sendiri tahu itu saat Raja Thais tewas terbunuh.”
“Aku
masih tidak percaya sepenuhnya.”
“Itu
kenyataannya.”
“Apa?
Seperti kenyataan kalau teman penyihir kalian akan dihukum mati karena meninggalkan
kotanya sendiri? Hah?” Cooper berbicara pada Anna, Griffin dan G yang masih
terhenti langkahnya. “Kenapa kalian diam saja! Ayo cepat jalan!”
“Aku
lelah. Sebaiknya kita istirahat sebentar,” jawab G.
“G!
Kita tidak punya waktu untuk beristirahat! Bagaimana kalau kami harus
menunggumu tertidur sampai tengah malam! Seharusnya kamu titip barang belanjaanmu
di Verona! Lalu, sepulang dari Oakwood, kita bisa mengambilnya kembali sebelum
pulang ke kerajaan Haven!”
Cooper
membentak, “Kenapa tidak begini saja! Gunakan sihir agar bisa mempercepat
langkah kita dan cepat sampai di tujuan!”
“Itu
adalah sihir terlarang. Lagipula, aku tidak sudi untuk menggunakannya kalau aku
bisa menggunakannya!”
Anna
mengulangi, “Sihir terlarang? Oh, Justice pernah berkata kalau sihir untuk
menyembuhkan adalah sihir terlarang.”
“Benar,
sihir menyembuhkan dan sihir mempercepat kecepatan langkah merupakan dua dari
enam sihir terlarang. Ayo, G, kita jalan!”
“Sebentar!
Ini berat sekali!” ucap G kembali melangkah tidak dapat menahan berat barang
bawaannya.
“Salahmu
sendiri tidak mau menintipkan sebelum berangkat ke Oakwood!” jerit Griffin
ketika mereka melanjutkan langkah.
“Tunggu,
katamu sihir terlarang ada enam?” ulang Jason. “Apa kamu membaca buku lagi
waktu itu?”
“Itu
sudah umum diajarkan di kelas. Sebenarnya ada enam kategori sihir terlarang,”
jawab Griffin.
“Memangnya
kamu ini guru! Kami tidak perlu penjelasanmu yang bertele-tele, Griffin!” bentak
Cooper.
“Hei!
Penjelasanku takkan bertele-tele kalau kamu ingin mendengarkan!” balas Griffin.
“Sudah,
hentikan,” ucap Anna.
“Ayolah,
kamu sama sekali tidak ingin mendengarkan,” ucap Jason. “Memang pantas kamu
dihukum untuk ikut bersama kami. Kamu belum jera mendengar ancaman dari—”
“Satu
lagi kamu berkata nama itu—” Cooper berbalik mengambil pedang dan mendekatkannya
pada leher Jason. “—akan kubunuh kamu!”
“Hei!”
jerit Anna.
Mark
menghentikan langkah dan berbalik. “Cooper! Kita sudah membicarakan ini, kan?”
“Apa?
Seharusnya kita hanya pergi ke Verona untuk menyampaikan kabar resistensi pada walikota
Ellie. Lalu, terpaksa kita harus menyelamatkan dia! Lalu ini terjadi, teman
penyihir kalian diculik, lalu kalian memutuskan untuk menyelamatkannya!” jerit
Cooper. “Memang seharusnya kita semua sudah kembali ke kerajaan Haven! Bukan
untuk menyelamatkan penyihir bodoh dan manja itu!”
“Cooper,
tenanglah,” ucap Griffin.
“Cooper,
tidak perlu seperti ini,” ucap Mark perlahan mendekati Cooper.
“Tentu
perlu! Seharusnya aku sudah membunuh kalian semua! Kalian yang telah terlibat
dengan rencana jahat kerajaan Alpinloch!” jerit Cooper. “Bahkan jika perlu, kalau
sudah begini apa boleh buat!” Dia menyingkirkan pedangnya dari leher Jason dan
mengayunkannya menghadap Mark.
“Cooper,
tidak usah begini!” jerit Jason.
“AAAAARRGH!”
jerit Cooper berlari mengayunkan pedangnya menuju Mark.
“Whoa!
Cooper! Apa yang kamu pikirkan!” jerit Mark yang dengan cepat menangkis serangannya
dengan mengayunkan pedang.
“WHOAAAA!”
jerit Cooper lagi mengayunkan pedangnya beberapa kali menghadapi Mark, tetapi
selalu tertangkis pedang Mark. “Kamu tidak bisa bertahan untuk selamanya,
bodoh!”
“Uh!”
jerit Mark ketika dia harus melangkah mundur menghadapi serangan kuat pedang
Cooper.
“Tidak!
Hentikan!” jerit Anna menutup wajah dengan kedua tangan.
Mark
pun mencoba untuk menyerang kembali Cooper dengan mengayunkan pedangnya.
Tetapi, reaksinya menghadapi ayunan pedang Cooper masih terbilang lambat. Dia
benar-benar kewalahan ketika Cooper harus bereaksi cepat berkali-kali
menghadapinya. Dia masih saja dalam posisi bertahan.
Napas
Mark mulai terengah-engah saking kewalahan harus menghadapi ayunan pedang
Cooper berkali-kali. Seakan-akan, Cooper tidak memberikannya kesempatan untuk
menyerang sama sekali.
“Cooper,
sudah ini bukan waktunya untuk berkelahi!” jerit Jason.
“Diam!”
jerit Cooper. “Memang seharusnya aku membunuh kalian lebih dulu!”
“Cooper!
Hentikan!” jerit Griffin.
“Ini
gawat!” jerit G.
Mark
menggelengkan kepala ketika tenaganya tidak mampu untuk menahan ayunan pedang
Cooper lebih lama lagi. Akhirnya, pedangnya terlepas dari genggaman ketika berhasil
terlempar oleh ayunan pedang Cooper ke lantai.
Mark
pun tersandung ke tanah ketika menyaksikan Cooper akan menunjukkan serangan
terakhirnya. Ini sama persis dengan ketika dia pertama kali bertemu sebelum
tiba di kerajaan Haven.
“Ini
demi kerajaan Haven!” ucap Cooper mendekati Mark sambil mengangkat pedangnya.
“Cooper!”
jerit Jason.
“Ah!”
jerit G ketika menatap sebuah gulungan api meluncur dari hadapan Cooper.
Mark
berbalik menatap gulungan api itu akan menabrak Cooper dan dirinya. “Gawat!”
“AH!”
jerit Cooper.
Griffin
dengan cepat melompat dan melontarkan serangan sihir air. “Meriam air!”
Aliran
air bervolume tinggi pun melesat dari kedua tangan Griffin seraya mendorong sihir
gulungan api yang mengarah tepat menuju Mark dan Cooper. Gulungan api itu
akhirnya seperti terlempar meledak ketika terkena sihir air Griffin.
“Uh!”
jerit Jason dan Anna tidak dapat melihat reaksi kedua serangan sihir itu.
“Ah!”
jerit Mark bangkit berbalik menatap ada yang bermunculan di hadapannya.
Cooper
pun menggenggam erat pedangnya menghadap beberapa musuh baru di hadapannya, di
tengah-tengah hutan penuh kegelapan. Griffin berlari menemuinya ketika musuh-musuh
itu menampakkan diri sambil membakar pepohonan di sekitar mereka, menjadikan
sebuah arena penuh api.
“Mereka?”
ucap G.
“Mereka
penyihir dari Oakwood,” jawab Griffin.
Mark
mengambil kembali pedangnya. “Mereka? Penyihir dari Oakwood?”
“Darimana
mereka tahu kita ada di sini?” tanya Jason.
“Aku
… lupa memberitahu kalian, orang asing seperti kita tidak boleh masuk Oakwood,
kecuali kalau ada izin khusus! Kalau kita ketahuan memasuki teritori mereka,
berarti ini sudah teritorinya, kita akan diserang habis-habisan! Ada
kemungkinan juga kita takkan bertahan hidup-hidup!” jelas Griffin.
“Kenapa
tidak bilang dari tadi?” ucap Anna, Jason, dan G bersamaan.
“Ah!”
ucap Mark ketika menatap lebih jauh mata dari para penyihir Oakwood.
Para
penyihir Oakwood mengulum senyuman sinis ketika telah menemukan mangsa di
hadpaan mereka. Mata merah sejernih permata juga mulai bercahaya menandakan
mereka siap untuk membunuh para penyusup menggunakan sihir.
Comments
Post a Comment