Alpinloch: Another World Episode 32
The Cursed Island III
Ketegangan
pun mulai menggetarkan hati ketika memandang kedua orang berzirah serba hitam,
layaknya seorang ksatria atau penjaga kerajaan, memutar kepala mencari sesuatu
mengganjal di sekitar. Dengan mata menyipit, setiap detil kedua orang berzirah
serba hitam itu pun mereka awasi.
Mark,
Yael, Cooper, Shada, Eliza, Beth, dan Red Crimson pun berusaha agar tidak
menggerakkan tubuh ataupun membuka suara, khawatir jika mereka melakukan salah
satu dari keduanya, peluang untuk ketahuan akan meningkat, apalagi gerakan
tubuh akan membuat semak-semak seakan bersuara dan melambai, meski hanya
sedikit. Pandangan mereka tetap terpacu pada kedua orang berzirah hitam begitu
dalam hati mereka berdebar penuh tekanan.
Yael
ingin berteriak begitu Shada entah sengaja atau tidak sengaja menyentuh kulit
membuat geli, tetapi, dia menahan demi keamanan. Kegelian itu tetap merambat
menuju otaknya ketika tangan Shada mulai berpindah menuju dadanya.
“Tidak
ada,” ucap salah satu dari ksatria berzirah serba hitam itu, “pasti hanya
angin.”
Kedua
ksatria berzirah serba hitam itu berlalu begitu saja, tanpa menemukan apapun
yang menjanggal di sekitar hutan dan semak-semak. Begitu mereka seperti
menyusut pada pandangan, perasaan lega pun dapat masuk ke dalam tubuh bagi Mark
dan teman-teman.
“Hei!”
jerit Yael menampar tangan Shada yang berupaya meremas dadanya. “Dasar mesum!”
“Ah,
aku tadi tegang tahu! Makanya aku butuh pegangan,” Shada mengemukakan
alasannya.
“Jangan
banyak alasan, dasar mesum!”
“Sensitif
sekali dirimu,” komentar Cooper ketika dirinya, Eliza dan Beth mendatangi Yael
dan Shada.
“Jangan
ikut-ikutan!” balas Yael.
“Um
… apa ini … pertanda sebuah keakraban?” ucap Eliza.
“Sudahlah!”
Red Crimson menemui Yael dan Shada dari belakang dan membenturkan kepala mereka
pada bahunya. “Yang penting ini awal kalian untuk saling mengakrabkan diri.”
Mark
pun membuka suara. “Tampaknya, mereka juga tahu sesuatu tentang pulau yang
terkutuk ini.”
“Tentu
saja!” ucap Beth. “Mereka adalah petualang yang telah dicuci otak. Awalnya terdampar,
tapi pemimpin di sini malah menghilangkan jati diri mereka. Tentu jelas mereka
kemari untuk mencari petualang yang terdampar di sini.”
“Omong-omong,
sudah tengah hari sepertinya.” Red Crimson menyimpulkan begitu melihat langit.
“Kita cari sesuatu untuk dimakan terlebih dahulu.”
“Hah?
Memangnya makan lebih penting daripada menyelesaikan masalah di sini? Bagaimana
kalau ada bahaya yang mengintai Anna, Jason, atau Justice!”
“Lagipula,
mengisi perut juga penting, kta takkan bisa berjalan kalau perut kita kehabisan
energi, bukan?”
“Aku
tidak melihat ada binatang di sekitar sini. Sungai juga tidak ada. Mungkin ada
buah yang setidaknya tidak beracun. Biar kulihat.” Cooper berinisiatif untuk
mencari makanan.
“Kebetulan
kamu bertindak sekarang, Cooper,” komentar Yael.
“A-aku
hanya ingin makan! Aku sangat lapar tahu setelah lelah berjalan dan menghadapi
dua orang tadi!”
“Sudah,
sudah, lebih baik kita cari makanan bersama-sama saja.” Red Crimson menggandeng
tangan Cooper dan Yael seakan memaksa untuk melangkah bersamanya demi mencari
makanan dari tanaman di sekitar hutan.
“Lepaskan!
Aku bisa berjalan sendiri!” jerit Cooper ketika dirinya, Yael, dan Red Crimson
berlalu meninggalkan Mark, Shada, Eliza, dan Beth.
Mark
memperhatikan senjata yang seperti terpasang layaknya ransel atau pedang pada
punggung Eliza dan Beth. Begitu penasaran dua orang berwajah babyface seperti mereka dapat
menggunakan senjata untuk bertarung. Terlebih, semenjak mereka berangkat dari
pantai, dia tidak dapat menyangka hal itu benar-benar nyata, dua orang gadis babyface membawa senjata.
“Ka-kalian
… maaf kalau aku benar-benar lantang.” Mark mulai bertanya pada si kembar. “apa
… kalian pernah bertarung sebelum kemari? Kulihat kalian membawa senjata juga.”
Eliza
berbicara pada Beth, “Sister, kurasa
dia sama sekali tidak tahu apa yang telah terjadi pada kita.”
Shada
bangkit sambil menggenggam crossbow-nya.
“Oke, gadis lugu seperti kalian memang terlihat demikian, tapi begitu kalian
memegang senjata, tak kusangka, kalian benar-benar Tangguh. Memang jangan nilai
dari kelihatannya.”
Beth
menjawab, “Kami pernah berlatih menggunakan senjata di kampung halaman, sebelum
kemari untuk mencari harta karun itu, untuk … berjaga-jaga jika ada bahaya.”
Eliza
dan Beth masing-masing mengeluarkan senjata mereka untuk mempertunjukkannya.
Mark pun melonggo ketika menatap jenis senjata yang tengah si kembar genggam,
tampak asing baginya untuk melihat senjata seperti itu.
Eliza
menggenggam sebuah tongkat bergerigi tajam besi, membuat Mark sedikit merinding
apalagi menatap bagian atas tongkat itu memiliki gerigi tajam, seperti tongkat baseball namun memiliki senjata yang
dapat melukai lebih dalam bagi sang korban. Senjata yang tengah Eliza pegang
merupakan pentungan atau club.
Beth
mengayunkan rantai besi yang menghubungkan bola besi dan tongkat kecil, juga
turut mencengangkan Mark dan Shada. Senjata yang tengah Beth pegang adalah flail. Mark dan Shada begitu berdebar
ketika bola pada flail milik Beth
terasa akan menghantam mereka.
“Kami
tidak bisa disebut sebagai gadis lugu, tetapi kami juga tidak bisa disebut
sebagai gadis kuat. Kami … hanya ingin menyelamatkan orang dari pulau terkutuk
ini, meski sudah ada korban,” lanjut Eliza.
“Kami
tidak ingin ada korban lagi, tidak ada lagi. Begitu kami menemukan kalian,
entah kenapa … kalian adalah harapan,” ucap Beth.
Mark
menggeleng sambil mengangkat kedua tangan. “Whoa, ka-kami … di sini hanya ingin
tahu apa yang sedang terjadi di sini. Lagipula, Jason yang meminta untuk
mengetahui keberadaan Shada.”
“Tapi
sekarang kita akan menyelamatkan semuanya, bahkan Putri Anna, Jason, dan
Justice, teman-temanmu itu, Mark.” Shada akhirnya mulai menggenggam crossbow-nya. “Aku bisa menunjukkan
Jason apa yang telah kupelajari dari Sean menggunakan crossbow ini! Aku tidak akan kalah dari Jason yang butuh waktu lama
untuk belajar memanah! Ha!”
“Mungkin
nanti aku akan melihatnya juga saat kita berhadapan dengan mereka, sang
penguasa pulau ini. Aku juga ingin melihatmu bagaimana menembak panah
menggunakan crossbow.”
“Daripada
melihat nanti, lebih baik akan kutunjukkan. Perhatikan, aku akan menembak pohon
itu.” Shada menunjuk salah satu pohon dari kejauhan di hadapannya.
“Baiklah.”
Mark melipat kedua tangan di dada.
Shada
mengambil salah satu anak panah dari quiver
yang dia pasang di punggungnya. Dia letakkan anak panah tersebut di atas crossbow. Tidak seperti panah biasa, kali
ini, panah diletakkan secara horizontal, meski punggung anak panah itu masih
harus menyentuh tali sebagai pemicu tembakannya.
Jemari
tangan kanannya seraya melepas dan mengessekkan tali pada punggung anak panah
mulai meluncurkan tembakan. Anak panah dia luncurkan mengikuti target dan arah
angin menuju badan pohon. Dengan cepat, kepala panah berujung tajam menancap
tepat pada badan kayu.
“Wooo!!
Kalian lihat itu!” jerit Shada melampiaskan kepuasannya. “Aku berhasil
mengenainya! Aku benar-benar berhasil!”
Eliza
berkomentar, “Dia selalu begitu kalau memamerkan tembakannya.”
“Benar,
tampak dia baru puas pertama kali menembak dengan tepat,” tambah Beth.
Mark
menganggapi komentar Eliza dan Beth, “Tentu Jason tidak akan bangga seperti ini
kalau dia memamerkan tembakannya.”
Shada
tetap menunjukkan kepercayaan dirinya, bahkan sampai menunjukkan kilauan dari
giginya. “Tentu aku bisa membuat para gadis takjub dengan tembakanku, atau
paling tidak, setidaknya, mereka akan bilang terima kasih banyak kalau aku menembak para penjahat yang mencoba
untuk mencuri atau menganggu.”
Mark
kembali berkomentar dalam gumaman, “Yael benar, dia tidak seperti yang
diceritakan Jason.”
“Oh
ya, omong-omong yang lainnya masih mencari makanan, kan? Berjalan begitu lama
sampai siang begini, apalagi bersembunyi dari orang-orang pulau ini, lalu memamerkan
tembakan panah benar-benar membuatku lapar.” Shada begitu santai ketika
memegang perutnya yang berbunyi dan menegakkan kepala ke depan.
“Ah!”
Mark menepuk jidatnya menggunakan tangan kirinya. “Kamu benar-benar tidak
seperti yang diceritakan Jason.”
***
Begitu
Yael, Cooper, dan Red Crimson telah kembali dan membawa hasil buruan mereka
berupa sesuatu untuk dimakan, akhirnya perasaan lega pun telah tertanam pada
Mark, Shada, Eliza, dan Beth. Akan tetapi, Shada melongo ketika menatap hasil
buruan itu ternyata bukanlah sesuatu yang wah
dan istimewa.
Red
Crimson dengan segera membuat api unggun dari beberapa batang yang telah dia
ambil dan tempatkan pada tanah. Hanya dengan sekali coba, dia berhasil memutar
batang kayu ukuran kecil pada kayu ukuran besar untuk menghasilkan api membara,
bahkan cukup besar dalam ukuran kecepatan begitu cepat menghasilkan api.
Shada
menyentuh salah satu dari satu-satunya jenis hasil buruan sambil melongo.
“Hanya ini? Jamur?” Digenggamnya jamur berukuran cukup besar seukuran tangan
dan berbentuk seperti payung berwarna cokelat tua.
“Tepat.
Jamur itu sama sekali tidak beracun lho.” Red Crimson mengangguk mengulum
senyuman hingga menunjukkan gerigi putih berkilau.
“I-ini
tidak beracun kalau dibakar, bukan?” Eliza menatap satu jamur di genggamannya
dan api unggun membara sambil berpikir ulang.
“Tentu
saja tidak,” jawab Cooper, “dari baunya saja, sudah tercium kalau jamur ini
aman dan bisa dimakan.”
“Ternyata
memang kamu bisa diandalkan untuk mencium aroma jamur untuk membedakan yang
mana beracun atau tidak!” sindir Yael ketika dia mulai menusukkan jamur pada
tongkat kayu genggamannya.
“Hei!
Terasa jadi tidak enak kalau nadamu begitu!” Cooper memperhatikan nada bicara
Yael yang seperti menyindir.
“Baiklah,
cukup bicaranya, lebih baik makan semua jamur bakar ini, lalu kita langsung
berangkat. Ayo.” Red Crimson mulai memasukkan jamur bakar ke dalam mulutnya.
“Benar,
kita masih harus pergi menuju pusat dari pulau ini, di mana mungkin saja …
Anna, Jason, dan Justice bisa berada di sana. Setelah itu, kita harus cari cara
untuk keluar dari pulau ini,” tambah Mark.
Mark
mengangkat tusukan jamur bakarnya dari bara api. Telah terlihat jamur yang
telah dia bakar berwarna hitam kecokelatan pertanda telah matang merata. Dia
memasukkan potongan jamur yang telah menjadi sate ke dalam mulutnya sekaligus
dalam satu suap.
“Wow,
kalian benar, setidaknya jamur ini rasa enak.” Mark menyimpulkan begitu rasa
manis bercampur asin dari jamur bakar mendarat di lidahnya.
“Me-menangnya
kamu tahu rasa jamur yang beracun?” tanya Yael.
“Hanya
menyimpulkan saja. Aku jamin jamur beracun rasanya pasti tidak enak,
benar-benar tidak enak di lidah.”
“Berarti
kamu pernah makan yang beracun?” Cooper menyindir.
“Tentu
saja tidak, mana mungkin aku mau makan yang beracun hanya untuk membuatku
sakit?”
“Sudah
cukup basa-basinya,” Red Crimson menghentikan, “sehabis makan, kita kembali
berjalan. Sepertinya, rintangan akan lebih banyak daripada yang tadi. Kita
tetap harus waspada, apalagi jika orang yang berzirah hitam seperti tadi juga
berkeliaran di sekitar.”
“Oh
ya, kira-kira kalian lolos dari kota itu, atau semacam peradaban itu … selama
berapa hari atau berapa jam?” tanya Mark pada Shada.
“Kalau
aku … saat malam hari aku sudah tertidur di sana, begitu bangun, aku sudah
berada di tempat lain, dibawa oleh si kembar,” jawab Shada mengangguk.
“Berarti
… mungkin kita akan tiba di sana pada malam hari. Kukira membutuhkan dua hari
dan satu malam untuk tiba di sana,” ujar Red Crimson.
Mark
bangkit dan mengatakan kembali, “Baik, apapun yang terjadi, kalian tetap harus
waspada, baik menghadapi rintangan yang menanti, tidak peduli dari alam atau
orang-orang sini, kalian pokoknya harus tetap berhati-hati, jika bisa, kita
harus tetap bersama. Kita ingin menyelamatkan Anna, Jason, dan Justice, serta
mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini. Oh, mungkin kita sudah
mengatakannya berulang kali tadi.”
“Tentu
saja! Itu tujuan kita selama ini di sini!” seru Yael.
“Tanpa
perlu menunda lagi, setelah selesai makan, kita pergi.”
“Baiklah!
Aku tidak sabar untuk berutang budi pada Jason!” seru Shada bangkit mengepalkan
kedua tangan.
Comments
Post a Comment