I Can't Believe My Love is a Gamer REDUX! Episode 6


Tiny Tales Continue

UTS, ini dia. Momen yang telah dinanti-nantikan oleh seluruh siswa sekolah ini. Aku sudah berusaha sebaik mungkin belajar, memahami, dan menghapal setiap materi, terlebih, berlatih soal di buku paket masing-masing pelajaran atau kumpulan soal dari bimbingan belajar.
Tentu saja, sistem kebut semalam alias SKS masih dipakai oleh kebanyakan siswa, berusaha untuk menghapal semua materi dalam satu malam merupakan satu-satunya cara untuk menunjukkan betapa berharapnya mereka mendapat nilai minimal di atas standar kelulusan. Kalau perlu, mereka juga menghapal dan membaca kembali materi di depan atau dalam kelas bahkan sebelum ujian dimulai. Begitulah situasi kebanyakan sekolah negeri ini menjelang ujian, baca dan kebut semua materi pelajaran yang akan masuk ujian. Selama seminggu, aku takkan kaget ketika melihat banyak siswa seperti itu menjelang ujian berlangsung.
Begitu bel telah dibunyikan agar seluruh siswa masuk ke kelas masing-masing untuk memulai ujian, persiapan mereka telah selesai, tidak peduli semua materi sudah berada di dalam benak atau belum. Setiap siswa sudah harus duduk manis di bangku masing-masing, berbaris saling menjauhi berbaris berjajar demi menghindari kecurangan atau lebih singkatnya menyontek.
Setiap catatan baik berupa buku atau tulisan corat-coret di halaman binder harus sudah masuk ke dalam tas begitu guru yang akan menjadi pengawas ujian sudah memasuki kelas membawa seamplop cokelat lembar jawaban dan lembar soal. Apalagi, ponsel juga tidak boleh digunakan selama ujian, sudah jelas mengapa, internet adalah segalanya, apapun ada termasuk materi pelajaran.
Begini cara main dalam ujian di sekolah. Pertama, tunggu pengawas membagikan lembar jawaban dan soal pada masing-masing siswa di kelas. Kedua, buka lembar jawaban dan isi identitas menggunakan pensil 2B. Mengapa harus pakai pensil 2B? Lembar jawaban ujian di setiap sekolah berbasis komputer, alhasil, harus menghitamkan menggunakan pensil 2B pada pilihan jawaban soal di lembar jawaban itu, berlaku juga jika mengisi identitas di bawah tulisan latin dan angka, oh, pilihan jawaban A, B, C, D, dan E masing-masing berada di dalam lingkaran yang harus dihitamkan dalam menjawab soal.
Lembar soal belum boleh dibalikkan sebelum bel penanda mulai ujian berbunyi nyaring. Ya, itu salah satu formalitas ujiannya. Begitu bel ujian telah dibunyikan, baru boleh dibalikkan lembar soalnya. Kerjakan seluruh soalnya sebelum waktu ujian habis. Pasti ada yang selalu mengatakan kerjakan yang lebih mudah dulu untuk lebih menghemat waktu. Oke, kenapa aku menjelaskan begini seperti tutorial game?
Oke, yang ketahuan menyontek dalam bentuk apapun bakal diberi konsekuensi, baik pengurangan nilai atau tidak diperbolehkan meneruskan ujian. Cukup adil. Aku takkan menyontek. Tetapi, pasti ada upaya menyontek terselubung tanpa ketahuan oleh pengawas sama sekali, pasti ada.
Hari pertama, agama dan bahasa Indonesia. Ya, sederhana saja. Untuk agama, sesuai hapalan dan pemahaman. Sementara, bahasa Indonesia, kebanyakan tentang membaca dengan teliti untuk mencari jawaban benar. Kurasa aku mengerjakan kedua ujian mata pelajaran pada Senin dengan baik, begitu lancar dan mengalir dari otak.
Hari kedua, bahasa Inggris dan pkn. Yup, bahasa Inggris sepertinya aku paling lancar mengerjakannya, soal grammar, reading, dan listening, hampir semuanya aku mengerti. Sementara pkn, terdapat sedikit hambatan ketika kulupakan beberapa jawaban benar sesuai soal dan materi tertentu.
Hari ketiga, kimia dan biologi, pelajaran jurusan IPA yang lebih mudah daripada fisika, tergolong lebih mudah. Dalam ujian kimia, aku bisa mengingat penulisan unsur-unsur berdasarkan tabel periodic dan beberapa rumus tertentu, lagi-lagi matematika, tapi setidaknya terasa lebih mudah. Dalam biologi, hapalan dan beberapa rumus yang tidak berkaitan dengan matematika secara langsung. Lancar seperti biasa, benar.
Hari keempat, hanya matematika. Ya, lebih lama daripada ujian-ujian sebelumnya. Beberapa soal hitungan bisa kukerjakan sesuai dengan rumus yang tetap di dalam pikiran. Kebanyakan soal bisa kukerjakan sesuai harapan, tentunya berkat ajaran Zach minggu lalu. Meski begitu, ada sedikit soal yang tidak kumengerti belum sempat kuselesaikan, jadi aku asal-asalan saja dalam menjawab, menebak, berharap agar dapat nilai bagus.
Hari terakhir, pelajaran terburuk sepanjang sejarah. Uh … fisika. Tentu saja, mayoritas dari murid sekolah ini tentu merasa kesulitan, apalagi setelah membaca soal penuh gambar dan angka. Kujamin, beberapa orang pasti akan menyontek demi menyelamatkan diri sendiri dari remedial, sudah terlihat dari kelasku sendiri, dalam bentuk apapun, entah kasih tahu rumusnya, intip jawaban dan kotretan langsung, atau mencari materi rumus lewat internet menggunakan ponsel. Ya, internet adalah segalanya sekali lagi. Oh tunggu dulu, matematika juga seperti ini situasinya, hanya tidak seheboh ini.
UTS fisika benar-benar menjadi bencana, bukan hanya kebingungan dalam menghitung dan menggunakan rumus secara tepat sesuai soal, tetapi juga jawaban akhir sama sekali tidak ada di dalam pilihan jawaban soal. Memang, tidak ada ralat jawaban, tetapi ini tidak masuk akal. Aku hanya ingin ragequit (berhenti main game karena kesal) dari ujian fisika, tetapi tentu tidak bisa, harus sampai waktunya berakhir apapun yang terjadi.
Ya sudah, karena waktu semakin termakan hingga kurang lebih sepuluh menit lagi, terpaksa aku asal-asalan lagi dalam menjawab, masa bodoh. Begitu banyak soal yang belum kujawab sama sekali, masih belum kuhitamkan jawaban yang akan kupilih. Main tebak-tebakan saja seperti melakukan gacha, anggap saja jawaban benar adalah SSR.
Oke, begitu sudah kuisi jawaban semua soal, bel pun berbunyi sebagai penanda ujian fisika telah berakhir. Akhirnya. Akhirnya penyiksaan ini sudah berakhir! UTS semester ini sudah resmi berakhir!
Tanpa perlu peringatan apapun lagi, kulihat seluruh teman sekelas dapat membuang tekanan dan menghela napas menyadari medan perang dalam UTS sudah berakhir tepat setelah seluruh lembar jawaban mereka kumpulkan pada pengawas.
Tepat setelah pengawas angkat kaki dari kelas, tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ya, berisik seraya melepaskan beban, terutama saat ujian fisika sudah selesai.
“Besok futsal yuk!” Ya, seperti biasa, sebelum dan setelah, pasti mayoritas siswa cowok ingin main futsal.
Terus, musik didendangkan dari ponsel, musik mainstream, sebagai perayaan bahwa UTS telah berakhir, benar-benar berakhir. Tentu saja, lagu mainstream yang membuat semua orang bergoyang mengikuti beat, bahkan sampai menyanyi-nyanyi segala lagi. Heboh sekali perayaannya.
Aku hanya menggeleng begitu menatap kehebohan beberapa teman sekelas tengah bergoyang dendang mengikuti irama lagu itu. Kualihkan pandangan sejenak pada beberapa teman-teman yang lain, berbincang-bincang, sampai membahas soal ujian fisika tadi segala! Ah! Paling-paling akan merasa tergarami karena jawabannya salah atau rumusnya kurang tepat sesuai konsep.
Aku mengambil ponsel dari saku celana, memasang earphone. Aku butuh musik untuk menenangkan diri, musik non-mainstream. Kurasa Tiny Tales Continue karya Chroma dari Groove Coaster tepat untuk menggambarkan UTS hanyalah awal, masih ada UAS, apalagi ujian nasional. Cerita ujian masih to be continued.
Mengabaikan segala kegaduhan dari kehebohan pesta musik mainstream atau membahas soal-soal UTS fisika tadi, kufokuskan pendengaran pada irama chiptune khas Chroma dalam lagu Tiny Tales Continue bercampur kehebohan irama cepatnya, seperti sedang bermain game zaman dulu.
Pada dasarnya chiptune adalah musik yang terinspirasi game zaman dulu atau lebih tepatnya 8-bit. Game zaman dulu terutama pada periode pertengahan 1980an hanya menggunakan sound chip, setidaknya kebanyakan karena komputer pada zaman itu lebih sederhana, tidak secanggih dan sewow zaman now.
Selesai menikmati lagu penuh ke-awesome-an chiptune yang epik, kulihat salah satu teman sekelas kembali menginjakkan kaki di dalam ruangan dengan heboh. Ya, begini jadinya.
“Nilai UTS bahasa Indonesia sama agama udah keluar!” sahutnya.
Ini dia. Hampir seluruh teman sekelas mengangkat bokong dari kursi dan berbondong-bondong mengangkat kaki dari kelas melewati pintu menuju selasar. Menanti nilai ujian sudah menjadi ketegangan tersendiri saking penasaran berapa nilai mereka dan apakah akan mendapat remedial nanti.
Seperti yang kuduga berdasarkan kehebohan sebelumnya, apalagi saat UAS. Selasar mulai sesak dengan lautan murid sekolah ingin melihat nilai masing-masing. Ya, pengumuman nilai memang dalam bentuk selebaran daftar siswa dengan nilai, tetapi seluruh kelas per tingkat disatukan.
“Wah! Bagus banget!”
Yes, dapat nilai pas!”
“Alhamdulillah.”
“Ah!! Gue remed!”
“Sialan, dikit lagi!”
“Eh, lo enggak remed tuh!”
“Masa sih?”
Itulah reaksi-reaksi begitu menatap nilai masing-masing, baik agama dan bahasa Indonesia. Kulihat nilai UTS bahasa Indonesia terlebih dahulu di balik kehebohan selasar. Kucari nama lengkap terlebih dahulu sebelum mengetahui berapa nilai dan peringkat yang kudapat.
Oke, ini dia. Kudapat nilai 81 dalam UTS bahasa Indonesia, lumayan, tidak seburuk yang kukira.
Sementara UTS agama … dapat 77, setidaknya melewati standar kelulusan alias KKM (kriteria ketuntasan minimal). Sejauh ini, bagus, sesuai keinginanku.
Kabar buruknya, UTS yang lain akan diumumkan satu per satu mulai Senin mendatang, membuat semuanya semakin penasaran saja, terutama nasib mereka berdasarkan hasil UTS fisika dan matematika. Hampir semuanya memendam prediksi bahwa mereka akan di-remedial kedua pelajaran itu, tepat sekali, tidak akan mengejutkan bagiku karena soalnya begitu sulit, terutama fisika.
Ya, kudengar juga ada yang masih mengeluarkan gelak tawa dan candaan meski mengetahui mereka dapat remedial salah satu dari dua pelajaran itu. Apakah demi menenangkan suasana? Entahlah.
Kutatap ponsel pada genggamanku begitu mendengar bunyi notifikasi pesan LINE masuk. Kali ini dari grup panitia lomba Dance Dance Revolution. Salah satu dari mereka mengingatkan,  sore ini akan ada rapat dan harap berkumpul di game center terlebih dahulu.
Benar juga, aku baru ingat, hari ini adalah rapat pemilihan lagu dalam lomba nanti dalam dua kategori. Keputusan sulit harus diambil mengingat harus beradaptasi dengan kondisi player Dance Dance Revolution di negeri ini, terutama buat yang newbie.
Mengikuti teman sekelas yang lain, aku kembali ke kelas untuk bersiap ke mall lokasi rapat, mall yang kemarin. Kutaruh seluruh alat tulis ke dalam tas terlebih dahulu.
“Eh, Arfian, besok ikutan futsal dong! Please! Rame-rame lah sekali-kali! Lo sih enggak pernah ikut futsal.” Ah, ini alasan klise mengapa salah satu teman sekelasku mengajak.
Sorry, gue enggak bisa.” Ya, aku ogah mengikuti futsal, seperti biasa.
Biasanya Oktavian dan Abi memaksaku untuk mengikuti futsal ketika kelas sebelas setelah Nabila pindah ke Jeju. Menurutku, futsal dengan kelasku yang sekarang tidak akan serame saat aku menikmatinya bersama Oktavian dan Abi. Lebih baik aku ke game center saja, melakukan hal favoritku, bermain game arcade.
Aku undur diri dari kelas membawa tas. Begitu melewati selasar, kujawab bahwa aku bisa mengikuti rapat panitia Dance Dance Revolution sore ini. Tapi sebelumnya, aku akan membunuh segala tekanan dan kebosanan sehabis ujian terlebih dahulu, bermain rhythm game seperti biasa di game center. Tepat sekali!
Aku sampai bergumam sendiri, “Ah, main aja ah sampai puas atau enggak sampai rapat.”
Kutatap lagi layar ponsel menunjukkan notifikasi dari grup komunitas. Begitu kubuka chatroom grup, sesuatu yang mencengangkan dalam bentuk gambar terlebih dulu muncul, diikuti oleh respon dari setiap anggota, kesenangan dalam bentuk kata-kata dan sticker bermunculan.
Ini benaran? Ini bukan mimpi kan? Jika bukan, ini benar terjadi!
Beatmania IIDX, mesin yang dinanti-nantikan oleh anggota komunitas, telah tiba! Penantian rhythm game ter-hardcore sudah hadir di game center tempat kami biasanya berkumpul!

Comments

Popular Posts