I Can't Believe My Love is a Gamer REDUX! Episode 7
JOMANDA
Begitu
aku tiba di game center, lebih
tepatnya game center yang menjadi
tempat biasa kami berkumpul untuk melakukan gath
komunitas rhythm game, kulihat
sebuah gambar telah menjadi kenyataan, tepat di pintu masuk. Game center seperti powered up dengan kedatangan game
baru, mengundang penasaran hampir
seluruh anggota komunitas rhythm game yang
telah tiba.
Ya,
Beatmania IIDX, rhythm game ter-hardcore
dan menjadi salah satu cikal bakal dalam dunia rhythm game di Jepang telah tiba di game center ini. Layar lebar dan panel turntable dengan tujuh tombol (empat putih, tiga hitam) di sisi
kiri dan kanan menjadi daya tarik dari mesin game itu.
Kulihat
beberapa anggota komunitas bahkan rela duduk memperhatikan petugas memasang dan
menyeting rhythm game ter-hardcore ini. Memang Beatmania IIDX adalah game yang paling banyak diinginkan.
Bukan hanya itu, Beatmania IIDX juga
merupakan rhythm game signature dari Konami
yang sudah terkenal sejak dulu dan menjadi standar dalam seri BEMANI. Wajar
saja, memang Beatmania IIDX hanya
memiliki mayoritas lagu original,
alhasil akan terasa kreativitas dalam setiap lagu setiap dimainkan per stage.
Kurasakan
antusiasme dari hampir seluruh anggota komunitas rhythm game yang telah menanti-nanti game ini. Tentu saja sensasi bermain Beatmania IIDX akan terasa beda dibandingkan Sound Voltex, Taiko no
Tatsujin, apalagi Maimai dan Groove Coaster.
Katanya
mesin Beatmania IIDX yang baru saja
di game center ini berasal dari game center lain. Begitulah, jika tidak
laku, lebih baik dipindah saja atau lebih buruknya ditaruh lagi ke gudang.
Itulah bisnis game center, tentu
mengharapkan keuntungan banyak dari berapa kali game itu dimainkan perharinya. Apalagi kalau game yang membutuhkan koneksi online
seperti kebanyakan rhythm game di
game center.
“Lho,
ada game baru.” Eh! Laura?
Mengagetkanku saja! Dia berada di tepat di belakangku!
“Uh,
iya. Katanya sih ini game pindahan
karena di asalnya enggak laku.” Aku hanya berpura-pura menahan emosi pada
Laura.
Sialan!
Kenapa Laura juga harus datang sih! Apakah ini pengaruh gambar di grup tadi?
Kalau ramai-ramai begini, pasti banyak yang datang, apalagi Beatmania IIDX juga baru hadir!
“Kamu
pernah mainin enggak yang itu?” Laura menunjuk mesin Beatmania IIDX padaku.
Aku
menggeleng. “Pernah, tapi enggak ah. Beatmania
IIDX emang susah banget dimainin.”
Faktanya,
saking hardcore-nya Beatmania IIDX dalam sejarah rhythm game, standar challenge-nya juga melebihi ekspektasi
pemain, bahkan awam sekalipun. Ibaratnya, jika rhythm game biasa seperti Maimai,
RhythmVaders, dan Cytus setara dengan olahraga
sekolah, Beatmania IIDX setara dengan olimpiade.
Ada
beberapa faktor mengapa Beatmania IIDX menjadi
rhythm game tersulit dan paling
menantang sedunia. Pertama, dari kontrolnya, turntable dan tujuh tombol menyerupai tuts piano. Chart dalam setiap lagu Beatmania IIDX tidak mengenal ampun
betapa sulitnya menekan tombol sesuai dengan note-note berjatuhan,
lebih buruknya lagi, chart tersulit
bahkan sangat gila dan membingungkan bagi pemain awam sekalipun.
Kedua,
dari judgement kejamnya. Untuk clear setiap stage Beatmania IIDX, groove gauge harus mencapai 80%.
Kecerobohan sedikit saja akan mengurangi groove
gauge cukup banyak dan menyebabkan stage
failure.
Ketiga,
sebenarnya, ada lima jenis judgement dalam
Beatmania IIDX, yakni, flashing GREAT, GREAT, GOOD, BAD, dan POOR. Dapat flashing GREAT dan GREAT saja
sudah susah jika tidak menekan tombol sesuai irama pada note di layar. Dengan kata lain, dalam stage di Maimai atau Sound Voltex bisa mencapai ALL PERFECT, semua note berhasil ditekan hingga mendapat perfect judgement, sangat jarang terdengar player Beatmania IIDX mendapat all-GREAT
dalam satu lagu, bahkan di level-level
tersulit.
Keempat,
kalau rhythm game seperti Cytus, Arcaea, dan RhythmVaders note-nya
hanya berfokus pada satu irama pada chart,
seperti vokal atau melodi, Beatmania IIDX
lebih buruk dari itu, apalagi level tingginya
terdapat pola polyrhythmic yang
mengharapkan mengikuti dua atau lebih elemen irama lagu sekaligus.
Terakhir,
kalau ingin berkembang dalam bermain Beatmania
IIDX, harus sesering mungkin. Jika jarang bermain, skill-nya akan menurun sangat drastis, tidak seperti rhythm game lain. Terlebih, difficulty curve dalam Beatmania IIDX sudah susah dan begitu
menantang, alhasil learning curve untuk
menguasai game ini juga tinggi level demi level.
Ah,
Beatmania IIDX, rhythm game paling menantang sepanjang sejarah. Konami benar-benar
gila ingin menantang player pro
hingga rela meninggikan standarnya.
“Nah,
Beatmania IIDX udah datang nih!” Reza
menghampiriku dan Laura sambil mengangkat ponsel seraya memotret mesin Beatmania IIDX. “Tinggal Nostalgia sama GitaDora aja nih! Pasti game
center ini bakal lengkap BEMANI-nya. Apalagi, di sini bakal jadi surga rhythm gamer kalau ada itu dua game!”
Gitadora dan Nostalgia merupakan dua game BEMANI lainnya yang telah tersedia di
negeri ini. Gitadora sebenarnya
adalah gabungan dari GuitarFreaks dan
DrumMania, tetapi bisa dimainkan
secara terpisah setiap game. Kasus di
negeri ini, hanya DrumMania yang baru
tersedia, mengapa? Karena kontrol DrumMania
sangat menyerupai drum set, masuk
akal kalau bermain DrumMania memang
seperti bermain drum sungguhan. Nostalgia
merupakan game piano yang kurang
lebih menyerupai Deemo, hanya saja
mesinnya menggunakan bekas Beatstream,
game touchscreen BEMANI yang
sebelumnya telah dianggap gagal.
“Oh,
DrumMania aku pernah main sih,” ucap
Laura, “Arfian, nanti kalau mau coba Beatmania
IIDX, nanti bareng ya.”
Ah!
Kenapa selalu begini? Gadis itu selalu ingin main bareng denganku!
Mentang-mentang sudah menyatakan sebagai rival, tidak harus selalu bermain
bersama, kan? Kan bisa bermain bersama Reza, apalagi Zach!
“WOOO!!
Sudah nyala!” seru salah satu anggota komunitas rhythm game bangkit.
Seperti
biasa, sebelum mesin Beatmania IIDX benar-benar
menyala, koneksi internet memang harus terhubung, seperti Dance Dance Revolution dan Sound
Voltex. Sekali lagi, tidak ada internet, Beatmania IIDX tidak akan menyala seperti seharusnya.
Kulihat
hampir seluruh anggota komunitas rhythm
game berbondong-bondong menghampiri mesin Beatmania IIDX, seperti kucing kelaparan ingin merebut makanan,
tidak sabar ingin bermain. Oke, kulihat salah satu dari mereka telah berdiri di
hadapan mesin itu setelah rebutan.
Versi
terbaru Beatmania IIDX saat ini
adlaah Beatmania IIDX 25 CANNON BALLER yang
bertema car racing. Tidak heran, interface-nya
memang racing-themed, dari menu hingga song
select.
Kulihat
player pertama yang memainkan Beatmania IIDX akhirnya memilih lagu JOMANDA oleh DJ Yoshitaka dengan tingkat
kesulitan HYPER level 10. JOMANDA jadi lagu pertama yang dimainkan
di Beatmania IIDX di game center ini. Tentu saja, beberapa
anggota komunitas rhythm game lainnya
bersorak.
Memasuki
gameplay, kulihat note-note
yang berjatuhan pada chart begitu
rumit, susah dan bikin pusing kepala. Aku bahkan tidak tahu apakah bisa menekan
setiap tombol sesuai note berjatuhan
pada layar mengikuti irama lagu bergenre hard
renaissance ini. Terlebih, di tengah-tengah lagu, mulai terjadi percepatan
BPM hingga memasuki semacam chorus.
Begitu
selesai, kulihat stage clear! Dia
bahkan mendapat rank A dan clear dengan groove gauge 100%. Sungguh hebat, sangat hebat. Aku bahkan belum
tentu bisa mencapai level itu dalam
waktu sekejap bermain Beatmania IIDX.
***
Oke,
saatnya rapat, jam sudah menunjukkan pukul empat lebih. Seperti biasa, kami
mengadakan rapat di food court.
Begitu melelahkan, apalagi setiap aku mendapat giliran bermain setiap rhythm game di game center seperti Maimai,
RhythmVaders, Taiko no Tatsujin, dan Sound
Voltex, Laura pasti ingin bermain bersamaku. Ingin sekali kukatakan tidak,
tetapi tentu saja aku tidak boleh berlaku kasar di depan orang lain, terutama
sesama anggota komunitas.
Kami
tengah duduk menghadap meja putih bersih dan elegan, memulai rapat mengenai
lagu-lagu pada kompetisi Dance Dance
Revolution. Kami juga masih tersesat oleh pemilihan lagu yang belum juga
tuntas.
Kompetisi
Dance Dance Revolution hanya tinggal
menghitung waktu singkat, masa lagunya harus acak begitu tiba saat hari H?
Tidak lucu, kan? Lebih baik pilih sesuai dengan pertimbangan. Skill pemain pro di sini juga tidak sejago finalis di Konami Arcade Championship,
masih dalam tahap perkembangan. Skill pemain
newbie juga takutnya belum mencapai
standar level pada final dalam pikiran. Terlebih, life gauge dalam Dance Dance
Revolution tidak seperti di Pump It
Up.
Kami
mempertimbangkan keputusan sulit, menentukan lagu dan level dalam setiap babak dalam masing-masing kategori. Kekhawatiran
kami masih menghalangi untuk menemukan keputusan tepat.
Zach
akhirnya memberi usul, “gimana kalau begini, yang pemain pro pada cobain dulu lagu-lagu yang kita kepikiran. Terus, yang newbie juga.”
“Tapi
kan nanti nguras tenaga, fun-nya juga
enggak dapat,” jawab salah satu dari panitia.
“Jadi
sejauh ini, lagu yang bakal kita ambil buat final buat kategori senior, Pluto CHALLENGE, sama Rising Fire Hawk CHALLENGE, sama Paranoia Revolution EXPERT. Buat junior
finalnya Dance All Night EXPERT, bass 2 bass EXPERT, sama Dadadadadadadadadada DIFFICULT,” ungkap
sang ketua panitia yang duduk di posisi tengah menghadapku, “yakin nih lagunya
mau gini aja final?”
Oke,
akhirnya, setelah bermusyawarah begitu panjang, kami akhirnya mencapai garis
kesepakatan terhadap song list kompetisi
Dance Dance Revolution. Ya, meski
kekhawatiran kami terhadap peserta yang mungkin tidak akan mampu menyelesaikan
setiap stage dalam setiap babak
sampai selesai tanpa kehabisan life gauge-nya.
“Jadi
fix ya. Buat penyisihan, junior, Oboro DIFFICULT; senior, Hands Up in the Air CHALLENGE.
Semifinal, junior, Din Don Dan EXPERT;
senior, Shakunetsu Beach Side Bunny EXPERT.
Final, senior, Pluto CHALLENGE, sama Rising Fire Hawk CHALLENGE, sama Paranoia Revolution EXPERT; junior, Dance All Night EXPERT, bass 2 bass EXPERT, sama Dadadadadadadadadada DIFFICULT.”
Sistem
yang kami pakai dalam lomba Dance Dance
Revolution seperti ini, penyisihan dan semifinal masing-masing hanya satu stage, final adalah all out tiga stage. Meski
tidak mendekati song list di Konami Arcade
Championship, setidaknya ini sudah cukup kompetitif.
Semoga
saja yang masuk final tidak keburu kehabisan tenaga saat tengah-tengah salah
satu stage, apalagi senior. Paranoia Revolution memang menantang
hingga membuat capek katanya, apalagi tingkat kesulitan EXPERT dan CHALLENGE.
“Nanti
kita kumpul lagi buat persiapan ya! Pokoknya, kita siapin sebaik mungkin biar
enggak kalah rame sama lomba a la Tenkaichi
Otogesai waktu itu! Gue juga ngucapin makasih yang udah datang buat rapat.
Akhirnya, kita udah bisa milih lagu buat tiap babak kompetisi. Moga-moga kita
sukses ngadainnya,” ucap sang ketua.
“Ikutan
lomba, enggak?” tanya Reza padaku.
“Enggak.”
Aku menggeleng. “Aku juga enggak jago-jago banget main DDR.”
“Cobain
aja yang junior dulu,” usul Zach, “lagian kesempatan menangnya lebih tinggi
daripada yang senior.”
Ya
iyalah, mana mungkin aku ikut kategori senior. Pasti pemain-pemain jago seperti
Zach dan Reza akan ikut kategori itu. Kalau aku ikut, pasti langsung gugur
karena life gauge langsung habis di
tengah-tengah stage.
Aku
mengambil ponsel dari saku celana ketika mendengar bunyi notifikasi LINE.
Begitu kulihat pesan itu dari siapa, aku ternganga menatap tulisan nama itu.
Udah belum? Masih mau main enggak?
Hah?
Laura? Laura menungguku dari tadi? AAAAAAH! Kenapa! Kenapa dia harus selalu
menungguku untuk bermain bersama! Aku tidak berniat untuk memperlakukan teman
sebagai rival, tapi dia … dia menyatakan dirinya sebagai rivalku sendiri!
Sialan!
Aku
ingin tahu kapan hal menyebalkan ini akan berakhir. Aku tidak ingin lebih
tertekan hanya karena ada teman yang menyatakan sebagai rival, itu saja.
Comments
Post a Comment