Your Voice, My Voice Episode 1
#01:
Pilot
Sebuah
ponsel, benda itulah yang pasti tersentuh saat bangun tidur. Sebuah ponsel
pasti terbaring di tempat tidur di samping seorang anak muda, hanya untuk
mendengarkan sebuah alarm untuk mengumpulkan jiwa yang kosong setelah semalam.
Hal
itu berlaku bagi seorang remaja dengan gaya rambut pendek tegak yang baru saja
membuka matanya. Baginya, dia harus mengambil ponselnya demi mendapatkan sebuah moodbooster.
Dibukanya
aplikasi YouTube pada ponselnya. Dia mengetik sebuah kata kunci, yaitu sebuah
judul lagu, Your Voice, My Voice. Jarinya dengan cepat menyentuh link video
salah satu cuplikan konser band favoritnya yang membawakan lagu itu, Key.
Key
merupakan salah satu band idola para remaja yang setiap lagunya hampir selalu
mencapai posisi dua puluh pada tangga lagu Indonesia. Hampir setiap remaja
menganggap Key sebagai trending topic jika berbicara tentang
musik lokal. Lagu mereka yang paling terkenal Your Voice, My Voice,
mencapai posisi puncak selama lima minggu berturut-turut. Jangan heran ketika
lagu itu selalu berada dalam posisi puncak pada Apple Music, Spotify, dan JOOX
pada masa keemasannya.
Remaja
laki-laki itu memasang earphone-nya saat menunggu video klip yang
akan dia tonton sedang loading. Video dimulai saat terdengar suara
sambutan penonton pada salah satu konser Key. Terlihat penonton menepuk stik
lampu neon yang menghiasi suasana konser itu.
"Key!
Key! Key!!" seru penonton bersemangat.
Seorang
gitaris membalas sahutan penonton dengan memulai memainkan gitarnya, menandakan
lagu Your Voice, My Voice, telah dimulai. Penonton bersorak kembali
dengan semangat saat drummer mulai bermain mengikuti irama.
Semua
personil band akhirnya mulai bermain menyemangati penonton lewat lagu hit
mereka, Your Voice, My Voice. Hanya seorang penyanyi wanita rambut
panjang dicat coklat yang mulai berjalan mengikuti irama. Penonton yang tak
memegang stik lampu neon mengayunkan tangan menyemangati sang penyanyi.
Keramaian
pun berubah saat sang penyanyi memulai nyanyiannya:
Perdengarkanlah
sebuah nyanyian pada sebuah puisi
Puisi
yang penuh dengan kata-kata indah
Kata-kata
indah yang dapat membuatmu jatuh hati
Hati
yang ingin bersenandung pada sebuah lagu
Lagu
yang ingin kita nyanyikan bersama
Tak
peduli bagaimana rasanya suaramu
Tak
peduli bagaimana rasanya suaraku juga
Kuingin
kita sampaikan perasaan pada lagu ini
Ku
ingin, ku ingin, benar-benar sampaikan...
Benar-benar
sampaikan...
Bagaimana
jiwa yang terkandung pada kumpulan irama dan nada ini.
"Somi!!"
beberapa penonton meneriakkan nama penyanyi wanita itu menjelang reff untuk
memberi semangat.
Tak
peduli apa yang orang katakan pada suara kita
Anggap
saja kita bagaikan anak kecil yang sedang kesepian
Satukanlah
perasaan pada suara kita
Anggaplah
suaramu juga suaraku
Your
voice, my voice
Suara
dobrakan pintu menghentikan sang remaja laki-laki untuk fokus dalam
mendengarkan lagu itu. Pandangannya teralihkan ketika seorang wanita rambut
pendek berkacamata menegur.
"Dasar,
kamu kebiasaan dari kapan coba, Kevin. Nonton YouTube di hp pas baru bangun
coba. Lama kelamaan minus kamu nambah kalau gitu terus."
"Lagian,
kenapa enggak ketuk dulu kalau mau ke kamar Kevin, kak?" Kevin mulai duduk
di atas kasurnya.
"Kamu
tahu udah jam berapa, kan? Emang pengen dihukum sama guru cuma gara-gara
kesiangan terus nonton YouTube dulu."
Kevin
menjawab, "Kevin butuh moodbooster dulu, Kak."
"Harusnya
kamu nanti aja nonton YouTube-nya. Bangun, terus mandi, terus makan, terus
berangkat ke sekolah. Gitu lho!" ucap kakaknya yang merepotkan.
Kevin
berdiri dari tempat tidurnya dan berjalan melewati pintu. "Lain kali, gua
kunci aja biar kakak enggak masuk sembarangan."
***
Kevin
yang kini memakai kacamata berjalan keluar dari pintu rumah, meninggalkan
kakaknya yang menunggu jam kuliah. Tangan kanannya memegang sebuah tas gitar,
dengan tas ransel terpasang pada punggungnya.
Saat
dia mengalihkan pandangannya ke depan, terlihat seorang lelaki berseragam putih
abu-abu sama dengan dirinya telah menunggu sambil menaiki sepeda. Terlihat kaki
kiri lelaki itu menginjak trotoar batu-bata krem.
"Dika,
tumben lo naik sepeda," sambut Kevin.
Lelaki
rambut tipis dengan poni disisir ke kanan itu menjawab, "Lo emang enggak
baca LINE gue ya tadi?"
"Enggak.
Gara-gara kakak gue nih, semua kacau, harus disuruh melulu gue." Kevin
mulai berjalan mengikuti Dika yang mengayuh pedal sepeda dengan pelan melewati
jalan aspal.
"Lo
emang ketagihan sama Key. Lagian, lagu Your Voice, My Voice jadi
lagu Indo nomor satu lagi di LINE Today. Emang enggak bikin bosan itu
lagu."
Kevin
tersenyum. "Seenggaknya enggak ada yang bisa gantiin kehebatan lagu Your
Voice, My Voice-nya Key buat jadi nomor satu ke depannya. Lama kelamaan
sih, pasti ada yang ngegantiin posisi puncak Kalau aja gua bisa bikin lagu yang
seenggaknya bisa nandingin mereka, pasti bakal hebat."
"Gue
pikir lo bisa nandingin lagu itu."
"Apa?"
"Ya,
gue udah lihat lirik yang lo tulis. Kalau itu dijadiin lagu, bakal bagus banget
menurut gue. Omong-omong, lo bilang pengen bikin band juga lah."
"Gue
sih, bisa bikin lagu sekaligus jadi gitaris band, cuma gue butuh seorang
penyanyi yang cocok buat band sama lagunya." Kevin merendahkan hatinya.
"Gue juga enggak tahu bakalan bisa main gitar sekaligus nyanyi, kalau backing
vocal sih bisa, tapi kalau jadi vokalis utama. gue enggak tahu,
serius.
"Lagian,
lo juga pernah bilang bisa main drum, jadi lo juga pengen gabung ke band gue
kalau benar-benar jadi. Tapi, lo juga ada ekskul sepak bola, kan?"
Dika
menegur Kevin, "Slow aja! Itu mah bisa diatur. Gue bisa kok
gabung dua kegiatan sekaligus." Dika tertawa geli.
"Emang
lo yakin? Gimana kalau misalnya bentrok sama jadwal latihan dadakan?"
"Lo
lihat aja, man." Dika tertawa kecil.
***
Bagi
hampir seluruh siswa, kegiatan di sekolah terdiri menjadi tiga hal. Hal pertama
adalah memperhatikan guru demi mendapat materi yang benar-benar banyak, belum
lagi mereka harus menyerap semua mata pelajaran yang mereka ambil sesuai
jadwal. Tak heran, beban beberapa siswa menumpuk hingga beberapa esens
terpenting terbuang begitu saja. Hal pertama terbagi menjadi dua fase,
masing-masing terpisah oleh jam istirahat.
Hal
kedua adalah hal keramat bagi hampir seluruh siswa, istirahat. Dalam waktu
istirahat, para siswa bisa dengan lega mengambil break dari
penyerapan setiap pelajaran dari guru yang bersangkutan. Beberapa dari mereka
mengambil ponsel mereka entah untuk browsing internet, streaming musik
dan film, dan bermain mobile game. Beberapa lagi pergi ke kantin
sekolah untuk mencari makan dan bercengkrama dengan teman-teman. Ada pula yang
menumpang di kelas sebelah hanya untuk mengobrol entah dengan teman-teman atau
pacar.
Hal
ketiga merupakan hal yang sekunder, ekstrakurikuler. Setiap siswa yang
mengikuti ekstrakurikuler tentu bisa bernapas lega setelah jam belajar mengajar
berakhir, sehingga mereka bisa melakukan hal yang sesuai minat mereka dan
setidaknya menyenangkan. Siswa yang tidak mengikuti ekstrakurikuler beberapa
langsung pulang atau tetap berada di kelas.
Kini,
semua siswa bisa bernapas lega karena saat bel berbunyi menandakan jam belajar
mengajar berakhir. Dalam beberapa menit mendatang, mereka dapat mengikuti
ekstrakurikuler yang terjadwal sesuai keanggotaannya. Beberapa bahkan bersiap
untuk pulang dan meredakan panas yang menumpuk saat belajar di kelas.
Kevin
yang duduk di kursi barisan tengah bahkan seperti baru bangun tidak menyadari
sudah jam berapa, dia tengah tersesat dalam lamunannya sendiri. Dia tersadar
menyaksikan seorang guru tengah berjalan meninggalkan kelas.
"Wah
... akhirnya selesai juga buat hari ini ...," seru Kevin mengayunkan kedua
tangannya.
"Lo
sih melamun terus," tegur Dika yang duduk di bangku samping kanan.
"Pasti lo mikirin band yang kita bicarain tadi bukan?"
"Emang!"
Kevin dengan heboh menjawab. "Kita emang harus bikin band!"
"Um
..., Kevin, lo terlalu heboh ...." Dika memperhatikan hampir seluruh siswa
yang belum meninggalkan kelas memandang mereka berdua.
Kevin
mengambil ponsel dari sakunya dan menunjukkan pada Dika. "Lihat! Salah
satu band favorit gue selain Key, Connecting Rock, single mereka baru mencapai
posisi dua di Spotify!"
"Spotify
Indonesia Top 50 maksud lo? Wow, seenggaknya ada lagu Indo yang ngedekatin
posisi Your Voice, My Voice-nya Key. Padahal sebelumnya posisi dua
selalu lagu Barat atau Korea paling."
Dika
melihat playlist chart Spotify Indonesia Top 50
pada ponsel Kevin. Dia melihat posisi puncak tetap ditempati Key dengan single
hit mereka Your Voice, My Voice, dengan posisi kedua ditempati oleh
single terbaru Connecting Rock, Blazing Sadness. Posisi 10 teratas
lainnya memang didominasi oleh lagu Barat.
"Tapi,
kita butuh vokalis utama buat bikin band seperti Key atau Connecting Rock.
Vokalis yang bukan cuma hebat, tapi juga ..., um ..., bagaimana cara bilangnya,
gue kehabisan kata-kata."
"Dasar,"
ucap Dika memukul bahu Kevin dengan ringan. "Maksud lo kayak Somi, vokalis
Key?"
"Semacam
itu lah." Kevin berdiri memegang tas ranselnya. "Oh iya, mau ke Balai
Kota, enggak? Ya, buat cari inspirasi buat nulis lagu doang sih. Lo hari ini
enggak ada latihan sepak bola, kan?"
"Enggak
kok. Gue bisa ikut lo ke Balai Kota kalau mau. Butuh break juga
dari belajar."
"Yes!"
seru Kevin memukul bahu Dika.
"Ayolah,
lo berlebihan lah."
"Thank
you, brother!" Kevin tersenyum. "Kita bakalan ngebentuk band yang
enggak kalah dari Key sama Connecting Rock!"
Kevin
memasang tas ranselnya pada punggung dan mengambil tas gitar yang diletakkan di
bawah bangkunya. Dia menghentikan perilakunya saat seorang siswi memanggil dari
samping. Dia berbalik menatap siswi itu telah membawa kain pel dan ember.
"Mau
kemana lo? Lo emang lupa sekarang hari apa?" siswi itu memperingatkan.
"Um
...," ucap Kevin.
"Kenapa?
Lo melamun sampai lo lupa kalau lo piket hari ini?" Dika tertawa geli
sebelum mengambil tasnya. "Nah, gue duluan ke Balai Kota. Nanti kalau udah
selesai, lo LINE aja mau ketemu di sebelah mana."
"Dika,
woi! Tungguin kek."
"Lo
kelamaan kalau ngebersihin. So, I'll see you there." Dika
berjalan meninggalkan kelas.
"Kevin!"
siswi itu memanggil.
"Iya,
iya," jawab Kevin berbalik mengambil kain pel dan ember dari gadis itu.
***
Tidak
begitu banyak orang yang berkunjung di Balai Kota, itu lah yang dipikirkan oleh
Dika. Dika tengah duduk di salah satu kursi berbentuk kubus merah memandangi
sebuah kolam yang memancarkan warna hijau dan sebuah patung badak.
Rindangnya
pepohonan dan kumpulan bunga yang menghiasi taman Balai Kota tentu mendampingi
angin berhembus dengan sejuk menuju tubuh Dika. Pandangan pepohonan setidaknya
membuat energi panas pada otak Dika yang menumpuk berkurang.
Dika
mengambil ponsel dan earphone dari saku celananya. Dia
memasang earphone itu di telinga dan membuka aplikasi Spotify.
Kata kunci Your Voice, My Voice terketik begitu saja dalam search
bar. Jarinya menekan lagu Your Voice, My Voice untuk
memainkannya dalam ponsel.
Suara
gitar menyambut awal lagu itu, didampingi oleh seluruh instrumen yang dimainkan
menyatukan seluruh melodi begitu indah. Dika menutup kedua matanya begitu
mendengar suara sang vokalis, Somi, mulai meluncur.
Perdengarkanlah
sebuah nyanyian pada sebuah puisi
Puisi
yang penuh dengan kata-kata indah
Kata-kata
indah yang dapat membuatmu jatuh hati
Hati
yang ingin bersenandung pada sebuah lagu
Lagu
yang ingin kita nyanyikan bersama.
"Woi!"
Kevin menganggu ketenangan Dika saat mendengarkan musik itu. Kevin menepuk
kedua bahu Dika secara bersamaan.
"Kevin.
Lo ngagetin aja." Dika melepas earphone-nya begitu membuka
mata menatap Kevin.
Kevin
tertawa lagi. "Ini nih akibatnya kalau ninggalin gue piket."
"Lo
juga harusnya tanggung jawab lah gara-gara lupa."
Kevin
mengambil tas gitarnya yang sebelumnya diletakkan di hadapan Dika. Dia terdiam
begitu mendengar suara nyanyian merdu seorang gadis tak begitu jauh. Kevin
mengalihkan perhatiannya pada seorang gadis rambut lurus yang berdiri bernyanyi
seperti terpisah oleh kolam dan patung badak.
Perdengarkanlah
sebuah nyanyian pada sebuah puisi
Puisi
yang penuh dengan kata-kata indah
Dika
berdiri dan berbalik menatap gadis rambut lurus yang bernyanyi seperti menatap
patung badak. Kevin lalu menatap Dika untuk memastikan pikirannya.
Gadis
itu menyanyi dengan merdu meski terlihat tidak ada yang melihatnya.
Kata-kata
indah yang dapat membuatmu jatuh hati
Hati
yang ingin bersenandung pada sebuah lagu
Lagu
yang ingin kita nyanyikan bersama
Tak
peduli bagaimana rasanya suaramu
Tak
peduli bagaimana rasanya suaraku juga
Kuingin
kita sampaikan perasaan pada lagu ini
Ku
ingin, ku ingin, benar-benar sampaikan...
Benar-benar
sampaikan...
Bagaimana
jiwa yang terkandung pada kumpulan irama dan nada ini
Tak
peduli apa yang orang katakan pada suara kita
Anggap
saja kita bagaikan anak kecil yang sedang kesepian
Satukanlah
perasaan pada suara kita
Anggaplah
suaramu juga suaraku
Your
voice, my voice.
Gadis
berjaket ungu dan rok panjang kuning itu membuka matanya sehabis menyanyikan
lagu Your Voice, My Voice. Dia menarik napas sejenak menandakan
bahwa dia merasa lega. Dia menatap ke arah kanan, di mana Kevin dan Dika
bertepuk tangan menyambut baik dengan lagu itu.
"Eh?"
Gadis itu tersipu malu ketika menyadari Kevin dan Dika mendengar nyanyiannya
secara utuh.
Kevin
melangkah mendekati gadis itu dengan semangat. "Tadi bagus banget
suaranya! Nyanyian kamu bagus banget."
Wajah
gadis itu mulai memerah. "Bu... bukan apa-apa tadi."
Kevin
tersenyum. "Tidak apa-apa. Tak perlu malu kalau kamu ingin berekspresi,
terutama lewat nyanyian. Eh, tadi aku terkesan buru-buru ya? Maaf. Aku
Kevin."
"A
... anu ...." Gadis itu masih tersipu malu. "Maaf, aku bukan penyanyi
yang bagus seperti yang kau katakan. Maaf!"
Gadis
itu berlari meninggalkan Kevin dan Dika begitu saja dengan malu terhiasi pada
wajahnya. Kevin kebingungan menatap gadis itu berlari melewati jalan bebatuan
di sekitar taman Balai Kota.
"Lo
sih, terlalu terburu-buru. Cewek kan sensitif sama cowok asing." Dika
tertawa.
"Ah
lo mah! Jadi gue ngerasa bersalah banget gara-gara lo!" Kevin membalas.
"Udah deh, mending kita nulis lagu. Ayo."
Kevin
berjalan kembali menuju bangku kubus merah. Nyanyian gadis tadi kembali
terlintas pada pikirannya. Suara yang begitu indah kembali bermain-main pada
pikirannya. Kevin bahkan tidak ingin melupakan suara itu. Dia berpikir gadis
itu akan menjadi vokalis utama bandnya.
***
"Aku
pulang." Kevin menutup pintu begitu dia baru tiba di rumah.
Begitu
dia menatap kembali pada ruang utama rumahnya, sang kakak telah menyambutnya
dengan ekspresi datar, entah marah atau kecewa.
"Kevin,
dasar. Kamu dapat nilai 60 di ulangan fisika ya baru-baru ini?" tegur sang
kakak.
"Fisika
emang susah banget, Kak." Kevin melepas sepatunya di lantai dekat pintu.
"Bisa enggak sih kagak ngambil sesuatu dari kamar Kevin tanpa izin? Kakak
tahu kalau itu enggak sopan, kan?"
"Kamarmu
berantakan banget. Kamu sih enggak sempat beresin kamar gara-gara
kesiangan." balas sang kakak ketika Kevin mulai melewati ruang makan
sambil membawa tas gitar dengan tas ranselnya.
"Udah
dibilangin nanti Kevin aja yang beresin."
"Kamu
juga Senin nanti ada ulangan biologi sama matematika, bukan? Jangan main
internet terus. Jangan main gitar terus."
"Bisa
enggak Kakak hargain privasi gue?!" Kevin benar-benar merasa tidak
dihormati sebagai sang adik begitu dia tiba di depan pintu kamar.
Kevin
membuka pintu kamar dan melangkah masuk. Dia berbalik dan menutup pintu dengan
rapat. Dia memutar kunci pada pintu itu agar privasinya terjaga. Kevin menarik
napas sejenak ketika meletakkan tas gitarnya di dekat meja belajar pada
hadapannya.
Dia
menekan tombol di dekat pintu untuk menyalakan lampu putih yang terletak pada
langit-langit kamar. Tubuhnya terbanting menuju kasur saking lelahnya karena
aktivitas seharian yang dia jalani.
Terlintas
kembali wajah seorang gadis yang dia temui di Balai Kota. Dalam hati dia
berharap agar gadis itu benar-benar mau menjadi vokalis bandnya, karena dia
telah menemukan suara yang begitu cocok untuk bandnya. Kevin yakin bahwa gadis
itu memiliki potensi menjadi penyanyi berbakat jika bergabung dalam bandnya.
Dia
mengambil ponselnya untuk membuka aplikasi Spotify. Dia sekali lagi memainkan
lagu Your Voice, My Voice tanpa memakai earphone.
Dia membiarkan musik meluncur dari speaker ponselnya.
***
Seluruh
siswa telah duduk di bangku masing-masing saat bel tanda masuk memperingatkan
mereka agar bersiap untuk kegiatan belajar mengajar. Beberapa siswa tengah
sibuk, entah mengobrol atau bermain ponsel.
Kegiatan
mereka terhenti saat wali kelas mereka, Pak Indra, guru dengan rambut disisir
ke belakang, berjalan memasuki kelas menatap para siswa asuhan mereka.
Sang
ketua kelas mengingatkan, "Berdiri! Beri salam!"
Semuanya
berdiri dan memberi salam pada Pak Indra. Pak Indra tersenyum membalas salam
mereka dan mempersilakan untuk duduk kembali. Beliau kini memberi pidato
pencerahan pada siswanya dengan panjang lebar.
"Aduh....
Sial, aku kepikiran Kakak masuk ke kamarku sembarangan." Kevin menempatkan
kepalanya pada meja.
"Emang
lo sama kakak berantem lagi?" tanya Dika.
"Bukan
gitu sih. Kakakku malah nemu hasil ulangan fisika gue. Dia juga ngingetin biar
belajar, sialan banget, kan?" Kevin menatap Dika yang memegang pulpen.
"Lagian, gara-gara Kakak gue, gue jadi lupa mau nulis apa."
"Ya,
soalnya kakak kamu gitu banget sih." Dika tertawa.
"Semuanya.
Kita kedatangan murid pindahan dari Jakarta." Pak Indra membuyarkan fokus
mereka yang mengobrol.
Setiap
topik pembicaraan berganti pada murid pindahan dari Jakarta yang akan bergabung
dalam kelas. Mereka dengan ramainya berbicara bagaimana tampak dari murid baru
itu. Antusiasme siswa kelas itu memang tinggi terhadap murid pindahan.
"Harap
tenang!" Pak Indra melerai keramaian kelas sebelum menatap pintu kelas.
"Silakan masuk."
Seorang
gadis rambut lurus melangkah masuk. Dia berbalik memandang setiap siswa dengan
antusias tinggi untuk mengenalinya. Kevin menyadari bahwa gadis itu merupakan
gadis yang dia temui saat di Balai Kota pada hari sebelumnya.
"Eh?"
ucap Kevin.
"Dia
akan menjadi teman sekelas kalian mulai hari ini." Pak Indra lalu menatap
dan mempersilakan gadis itu memperkenalkan dirinya.
"Halo.
Um ..., aku baru saja pindah dari Jakarta. Namaku Melody Frieska Ramdhani.
Salam kenal."
Tidak
tahan dengan reaksinya, Kevin mendadak berdiri dari bangkunya menatap gadis
itu. Dia tidak bisa berkata apapun saat memandang gadis yang menjadi teman
sekelasnya itu. Semua teman sekelas mengalihkan perhatian pada Kevin.
"Eh?"
ucap Kevin.
"Kamu
... yang waktu itu ...," ucap Melody.
Pak
Indra heran. "Kevin? Kamu kenal dia?"
Entah
ini kebetulan atau keajaiban, gadis yang ingin dijadikan sebagai vokalis utama
band yang Kevin buat telah menjadi teman sekelasnya. Kevin masih kehilangan
kata-kata untuk bereaksi terhadap pertemuan yang penuh keajaiban itu.
Comments
Post a Comment