Alpinloch: Another World Episode 27
Going to the
Mysterious Island II
Suara
desiran ombak meniup telinga ketika telah menginjakkan kaki pada pantai,
terutama bagian dermaga kota Bluewater. Angin pagi mendesir menyambut terangnya
mentari pagi pada langit yang sedang mengumpulkan kembali warnanya. Suara
burung camar berterbangan mengepakkan sayap seraya meluncur seperti mencoba
membantu mewarnai kembali langit.
Pasir
putih dan air laut bergelombang memancarkan warna langit secara jernih menjadi
saksi kesibukan nelayan dan bajak laut. Perahu datang dan pergi mendekati
dermaga mengikuti arah angin dan kemudi. Setiap nelayan dan bajak laut yang
akan berpergian masing-masing berlari entah akan memasuki atau setelah menuruni
kapal.
Kebisingan
di dermaga sudah menjadi hal biasa di Bluewater pada pagi hari. Langkah kaki,
percakapan tanpa henti, bahasa bajak laut tanpa sensor, percekcokan fisik dan
lisan, semua sudah menjadi biasa. Mark dan teman-temannya sampai tertegun
ketika beberapa hal biasa berdatangan pada pandangan mereka begitu tiba di
dermaga bersama Red Crimson.
Tanpa
perlu terdistraksi lagi, Red Crimson tetap mengantar mereka melewati jembatan
kayu yang sama sekali tidak menandakan lapuk, tetap kokoh berdiri dari ujung
mulut pantai hingga perbatasan antara kota dan pantai. Wanita berambut merah
itu tetap melangkah melewati setiap nelayan dan bajak laut yang terhenti
menatap dirinya, terutama bajunya yang menunjukkan belahan dada.
“Ini
dia! Kapal kita!” tunjuk Red Crimson begitu tiba di hadapan kapalnya pada salah
satu ujung jembatan dermaga.
Mark
dan teman-temannya tertegun ketika menatap perahu bajak laut milik Red Crimson
benar-benar berukuran besar daripada perahu biasanya. Layar kain putih polos
terpampang begitu banyak demi bisa memanfaatkan angin laut sekuat mungkin. Beberapa
kru kapal juga terlihat mempersiapkan diri, langkah kaki mereka terdengar
sampai ke telinga.
“Kapten
Crimson!” sapa seorang pria berkulit hitam dan rambut pendek menemui Red
Crimson. “Apa kamu yakin kita akan ke pulau misterius itu? Bahkan membawa
tamu-tamu kita?”
“Oh,
semuanya, perkenalkan. Dia Warren. Bisa dibilang dia adalah wakil kapten dari
kapal ini,” Red Crimson memperkenalkan, “tidak masalah, Warren. Mereka memiliki
tujuan untuk ke sana, begitu juga dengan kita.”
“Kapten,
jangan bilang kamu juga tergiur dengan harta karun sesuai dengan rumor itu! Apa
… mereka yang paling mengincarnya?”
Jason
mengangkat tangan mencoba menjelaskan, “Sebenarnya … aku yang meminta. Ini
bukan soal harta karun tersembunyi, tapi … ini soal mencari temanku yang
mungkin saja … menghilang setelah mencapai pulau itu, demi mencari ayahnya.”
“Sebentar,
jadi … kalian ingin ke pulau itu … hanya untuk mencari seseorang?” ulang
Warren.
Anna
menjawab, “Benar. Sesuai dengan keinginan Jason, dia hanya ingin mencari
temannya yang mungkin ke sana. Kami tidak peduli dengan harta karun itu—”
Warren
menyeringai, “Ini lelucon. Terlalu berbahaya kalau kita berani-beraninya pergi
ke pulau selatan hanya untuk mencari teman yang sudah lama hilang, atau mungkin
hilang ketika ke sana. Aku tidak sudi kalau aku memang tidak akan kembali
hidup-hidup hanya untuk melayani—”
Yael
memotong, “Kami tahu risikonya. Tidak ada salahnya untuk mencoba, mencoba
kembali bagi bajak laut seperti kalian. Lagipula, bajak laut memang berburu
harta karun, kan?”
“Yael,
sudah kubilang ini bukan soal harta karun,” Jason memperingatkan.
“Lalu
apa? Kenapa Pangeran Holland menyuruh kita untuk menemui bajak laut seperti
mereka?” tunjuk Cooper. “Apa memang perlu menamai julukan Red Crimson pada
seorang wanita yang berpakaian tidak senonoh—”
Dengan
cepat, Red Crimson mengayunkan pisaunya dan mengarahkan pada leher Cooper.
Cooper tertegun ketika mata pisau Red Crimson hampir mengenai lehernya.
“Satu
kata lagi, lehermu akan menjadi lahapan pedangku, kamu mengerti?” ucap Red
Crimson.
“Ba-baik
….” Cooper mengangguk.
Red
Crimson menjauhkan pedang dari Cooper sambil menjawab tanggapan Warren,
“Warren, Sky Light, Pangeran Cooper, telah memberi kita amanat untuk mengantar
mereka ke pulau misterius itu, pulau di mana setiap pengunjungnya tidak pernah
terdengar lagi. Sebagai gantinya, kalau kita berhasil kembali dari sana
hidup-hidup, kita akan memberikan balas budi padanya. Kamu tahu apa jadinya
kalau kerajaan Alpinloch benar-benar menguasai seluruh dunia, terutama pulau
ini?”
“Ta-tapi
… kan?” ucap Warren.
Justice
mengangkat tangan. “Sebenarnya … apa kita jadi berangkat atau tidak?”
“Ya!
Kita akan berangkat! Warren, jangan berpikir kalau kita tidak akan kembali
hidup-hidup, kita memang tidak akan tahu apa yang akan terjadi di sana. Apapun
yang terjadi, apapun bahayanya, kita harus tetap fokus ke depan. Itulah prinsip
bajak laut Red Crimson!” Red Crimson berjingkrak sejenak menunjukkan
semangatnya.
“Baiklah,
tapi … kalau kita semua sampai mati, kita tidak bisa apa-apa lagi. Pantas saja
kebanyakan kru memutuskan untuk mundur begitu mendengar rencanamu mencapai
pulau di tenggara itu.” Warren menaiki kapal terlebih dahulu.
“Tunggu?”
Mark angkat bicara. “Jadi … beberapa krumu melarikan
diri begitu mendengar kita semua akan ke pulau itu?”
Red
Crimson membuang napas sejenak. “Pulau itu memang begitu ditakuti semenjak
semakin banyak kabar menyebar, banyak orang hilang yang telah menuju pulau itu
demi harta karun terbesar dalam sejarah. Semakin sedikit pula yang ingin ke
pulau itu hanya demi harta karun.
“Tapi
… begitu kalian datang mencariku atas utusan Sky Light, kurasa … ini saatnya
untuk mencoba lagi menuju pulau tenggara dan menemukan harta karun itu. Kita
mungkin akan kembali, meski kemungkinan besar kita takkan bisa kembali
hidup-hidup, itulah risiko yang akan kuambil.
“Baik,
sudah cukup basa-basinya. Kita akan berangkat. Naiklah. Kita tidak ingin
berlama-lama lagi untuk basa-basi di sini. Kita berangkat meski kru hanya
tersisa sedikit.”
“Itu
berarti … kita menjadi kru juga?” tanya Justice begitu mereka menaiki kapal
itu.
“Tentu
saja tidak! Kita hanya penumpang!” seru Cooper.
“Kurasa
… kita juga akan menjadi kru, hanya demi membalas budi pada Red Crimson,
bukan?” bantah Yael.
Injakan
kaki pada lantai kayu kapal culkan suara menandakan bahwa begitu kuat dan kokoh
kapal bajak laut milik Red Crimson. Meski belum berangkat meninggalkan dermaga,
angin pagi sudah berembus kuat mengarah pada laut.
“Oke!
Angkat jangkarnya!” seru Red Crimson pada keempat kru bajak laut berseragam kemeja
putih, celana cokelat, dan bando kain biru. “Warren, kamu ambil alih
kemudinya!”
“Aye aye, Kapten!” seru kru bajak laut
berlari mendekati rantai besi jangkar.
“Oke,
ini perjalanan hidup atau mati. Yang penting, semoga kita bisa pulang dengan
selamat,” ucap Warren mulai memutar kemudi kayu di bagian belakang kapal.
Begitu
jangkar telah terangkat, kapal pun mulai meluncur meninggalkan jembatan dermaga
menuju samudera. Dengan kontrol kemudi Warren, kapal pun meluncur lurus
mengikuti arah angin yang mendorong layar putih.
***
“HOEEEEK!”
Cooper memuntahkan cairan yang terpendam dari tenggorokannya menuju laut
kebiruan, saking tidak dapat menahan rasa tidak nyaman pada perut hingga ke
tenggorokan, apalagi angin laut berembus begitu kencang.
Kru
bajak laut menghentikan langkah ketika menatap Cooper yang malang itu. Keadaan Cooper
mengundang kegelian menuju tenggorokan mereka hingga tidak dapat menahan tawa.
Yael
menemuinya juga tidak menahan geli. “Fu fu fu, ternyata calon ksatria kerajaan
Haven lemah berada di lautan. Nanti bagaimana kalau kamu berakhir memuntahkan
tulang dan daging?”
“Diam!
Itu mustahil tahu!” jerit Cooper menghadapi Yael. Tidak dapat lagi menahan
mual, dia langsung kembali muntah ke laut. “HOEEEEK!”
Justice
hanya berbaring sambil menahan kepala menggunakan tangan kiri, layaknya seorang
model lukisan. Pertengkaran Cooper dan Yael menjadi tontonannya selagi dia
melongo tidak bisa berkata-kata. Mulutnya terbuka lebar begitu rasa kantuk
menyelimuti tubuhnya.
Jason
hanya berdiri di bagian depan kapal menatap birunya samudera. Embusan angin
khas laut dapat melewati tubuhnya demi menyejukkan dari panasnya sinar mentari
yang cukup terik tanpa terhalang awan putih.
Setiap
kilas balik bersama Shada dan Sean tetap dia pikirkan selama perjalanan menuju
pulau misterius berlangsung di kapal bajak laut. Janji pada Shada untuk bertemu
kembali dan memulai petualangan bersama tetap menjadi pokok pikiran utama di
dalam benaknya, apalagi dia sebelumnya berharap agar Shada memang seharusnya
bertualang bersamanya dari awal.
“Jason,”
panggil Mark dari belakangnya, “kamu terpikir lagi?”
“Hai!”
sahut Red Crimson membawakan tiga cangkir bir penuh hingga berbuih putih.
“Sambil menunggu apapun yang terjadi, bisa jadi tidak terduga selama
perjalanan, kuharap kalian dapat menikmati terlebih dahulu ini.”
“Bir?”
ucap Mark mengambil secangkir penuh bir dari genggaman tangan kanan Red
Crimson. “Ba-baiklah.”
“Oh
ya, Jason, bukan?” Red Crimson menyapa Jason. “Kamu melakukan hal yang benar.
Mencari temanmu yang mungkin ke pulau misterius itu. Aku suka dengan sifat
setia kawanmu. Ini birmu.”
“Terima
kasih, tapi—” Jason mengambil secangkir bir penuh dari genggaman Red Crimson.
Red
Crimson memotong, “Hei, kita tidak akan tahu apa yang terjadi jika kita tiba di
sana. Aku anggap kabar orang-orang hilang sebagai gosip. Buktinya, tidak ada.
Mungkin mereka hanya terjebak. Jika benar, ini saatnya kita menyelamatkan
mereka. Kalau temanmu yang bernama Shada pergi ke sana, anggaplah Shada masih
hidup, itu saja.”
“Red
Crimson benar.” Anna telah menghampiri Red Crimson. “Ini benar-benar berisiko
tinggi untuk pergi ke sana. Sebagai putri kerajaan Alpinloch, aku rela
berkorban hanya untuk mencari tahu apa yang terjadi di sana.”
Jason
akhirnya membuka suara, “Kalau kita mati begitu kita tiba di sana, atau … saat
kita dalam perjalanan, ini … karena keegoisanku. Kita mungkin tidak bisa
menyelamatkan kerajaan Alpinloch bersama-sama. Kita … mungkin tidak dapat menolong
Pangeran Holland untuk mengalahkan Raja Lucius dan pasukannya.”
“Hei,
jangan begitu. Pangeran Holland juga sudah setuju,” tambah Mark menepuk bahu
kiri Jason.
“Daripada
pesimis begitu, lebih baik nikmati saja segelas bir yang telah kalian genggam! Biarkan
segelas bir dapat meredam segala kecemasan dan kegundahan kalian selama
perjalanan!” seru Red Crimson meninggikan nada semangatnya. Dia meminta kru
bajak lautnya untuk menyiapkan beberapa gelas bir. “Kalian, ambilkan segelas
bir untuk setiap tamu kita!”
“Eh?
A-aku tidak usah,” ucap Anna sungkan mengangkat kedua tangan.
“Segelas
bir akan membuat kita lebih semangat lho!” Red Crimson mengangkat erat segelar
bir pada hadapan Anna. Sebaiknya kita bersulang saat semuanya sudah mendapat
masing-masing segelas bir penuh. Semuanya, ya, teman-teman Mark, berkumpul!
Kecuali Warren yang masih pada kendali roda!”
“Ah,
sepertinya Cooper tidak perlu bir. Dia tidak tahan angin laut!” sahut Yael
menghampiri.
“Diamlah!”
jerit Cooper.
“Kenapa?
Kalian menganggu waktu santaiku!” jerit Justice bangkit dari pose santainya
menemui Red Crimson.
“I-ini.”
Kru bajak laut masing-masing menyerahkan segelas penuh bir pada Anna, Justice,
Yael, dan Cooper.
“Baiklah!
Untuk merayakan ekspedisi kita menuju pulau misterius di tenggara! Demi kerajaan
Haven! Demi Sky Light! Demi Shada! Bersulang!”
Mark
dan teman-temannya masing-masing menabrakkan segelas bir perlahan bersulang
merayakan ekspedisi, sebuah awal yang mungkin akan menjadi pertanda optimisme dan
semangat.
***
Ketika
langit telah berganti warna secara perlahan, satu per satu, dari biru, oranye,
hingga hitam. Sudah begitu lama mereka berada di tengah-tengah keindahan
samudera lautan. Tnapa terasa, siang hari harus berganti menuju malam.
Begitu
langit telah berganti warna menjadi gelap, embusan angin meluncur lebih cepat
menghampiri area kapal bajak laut. Red Crimson yang berdiri di bagian depan
kapal memeriksa dan memastikan sebuah situasi.
“Ti-tidak
mungkin.”
“Red
Crimson?” Anna menemuinya.
Red
Crimson berbalik pada Anna dan mengungkapkan, “Badai besar sudah datang! Suruh
semuanya masuk ke bagian dalam kapal! Biar aku dan Warren yang tetap
mengendalikan kapal.”
“Eh?”
ucap Anna.
Seluruh
penumpang kapal, kecuali Warren, menghampiri bagian depan kapal begitu
menyaksikan angin berembus lebih kencang, ditambah ombak sudah mulai seperti
menari-nari terangkat sesuai tempo cepat. Langit juga tampak kedap-kedip.
“Ja-jangan
bilang …,” ucap Justice.
“Semuanya
masuk ke dalam! Cepatlah! Badai akan menghampiri kita!” perintah Red Crimson. “Aku
dan Warren bisa mengarahkan kapal selagi badai!”
“Ta-tapi
kan … bagaimana denganmu?” tanya Cooper heran.
“Serahkan
padaku. Aku dan Warren sudah terbiasa menghadapi badai seperti ini. Setiap
perjalanan kami sering menghadapi badai. Jangan khawatir, aku ambil alih
kemudinya, bersama Warren. Kalian cepat masuk!”
Comments
Post a Comment