Keinginan Membuat Karya Groundbreaking
Keinginan
Membuat Karya Groundbreaking
Aku
heran, mengapa kebanyakan penulis Indonesia hanya menulis karya sastra seperti
novel yang memiliki tema yang klise seperti percintaan, komedi, dan motivasi
kehidupan, seakan-akan tema-tema tersebut sedang menjadi tren pasar dalam dunia
penulisan Indonesia. Aku hanya bosan mendengar novel-novel yang temanya itu-itu
melulu. Tetapi, setidaknya aku cukup senang ketika ada novel-novel Indonesia
yang melanggar tren seperti bergenre fantasi, fiksi ilmiah, dan misteri. Aku
juga lebih sering membaca novel-novel terjemahan yang setidaknya dapat
menginspirasiku untuk menulis novel.
Motivasiku
untuk membuat novel yang melanggar tren pasar dimulai saat aku duduk di kelas 3
SMP. Aku sering menonton serial drama barat seperti CSI, Pretty Little Liars,
Fringe, Hawaii Five-0, dan Blue
Bloods, kebanyakan dari serial drama yang kutonton bertema misteri, itu
adalah asal usul mengapa aku ingin membuat novel misteri yang ditargetkan untuk
pembaca remaja dan dewasa muda.
Aku
mulai menggarap novel misteri saat aku duduk di kelas 1 SMA, aku mulai menulis
menggunakan bahasa Inggris, karena aku bisa lebih leluasa menggunakan bahasa
tersebut. Menurutku, bahasa Inggris lebih singkat dan mudah penggunaannya, aku
juga dapat mengerti makna dibalik setiap kalimat yang tercantum pada novel
tersebut.
Saat
aku menyelesaikan novel tersebut, kukirim novel itu ke setiap penerbit. Tetapi,
penerbit pertama yang kukirim menolak novel bahasa Inggrisku dengan email
berbunyi kira-kira seperti ini “Maaf, kami belum berani menerbitkan novel
bahasa Inggris, hal ini karena takutnya novel tersebut tidak laris di pasaran.”
Karena
penolakan tersebut, aku memutuskan untuk menerjemahkan novel tersebut ke dalam
bahasa Indonesia, lalu aku kirim lagi. Namun, aku malah mendapat penolakan lagi
karena karakter dan latar tempat kurang kuat. Aku pun berpikir, Wow, ternyata menerbitkan sebuah buku tidak
mudah. Itulah salah satu pukulan yang dapat kuterima.
Meskipun
aku terus berjuang untuk mengirimkan novel misteriku, aku juga bereksperimen
dengan berbagai macam genre seperti musik dan fantasi. Pada waktu itu aku
kebanyakan menulis novel berbahasa Inggris agar bisa dipublikasikan di blogku.
Aku juga mulai menulis novel berbahasa Indonesia secara serius bergenre fantasi
remaja karena aku tahu seluruh dunia sedang menikmati tren itu, aku ingin
mencoba untuk membuktikan kalau Indonesia juga bisa.
Lama
kelamaan, novelku ditolak terus menerus oleh penerbit manapun, hal ini karena
penokohan dan latar masih belum kuat, serta yang paling parah adalah mereka
belum berani menerbitkan novel bergenre seperti yang kutulis! Hal ini membuatku
sangat kecewa dan sedih, sangat sedih.
Penolakan-penolakan
yang telah kuterima benar-benar membuatku menangis, aku berpikir padahal
novelku sudah benar dan diperbaiki kekurangannya. Aku seakan-akan ingin
menangis terus menerus di kamar karena muak dengan penolakan dengan alasan yang
sama.
Saat
aku sedang sedih, ibuku menemuiku dan memberitahuku agar tidak menyerah
mengirim novel-novelku kepada penerbit apapun yang terjadi.
Jadi
aku pun bangkit untuk memperbaiki novel-novelku yang ditolak dengan membaca
kembali. Aku juga bahkan meminta bantuan pada guru dan teman untuk memberi
pendapat, kritik, dan saran terhadap novel-novelku.
Aku
juga meminta bantuan kepada kakakku dan sepupuku, tetapi mereka bukan hanya
memberi kritik dan pendapat terhadap novel-novelku, namun juga mereka
menyarankanku untuk menulis sebuah novel yang bergenre sama dengan kebanyakan
novel Indonesia. Aku dengan berat hati menyatakan bahwa aku ingin fokus membuat
novel-novel bergenre yang sangat jarang ada pada kebanyakan novel-novel
Indonesia. Aku tidak ingin mengikuti tren pasar novel Indonesia dengan menulis
novel bergenre percintaan, komedi, dan motivasi kehidupan yang temanya klise.
Seiring
waktu berjalan, aku banyak bereksperimen dengan berbagai genre yang jarang
ditemui dalam novel Indonesia, termasuk fiksi ilmiah. Aku banyak melakukan
riset, menulis apa yang ingin kuceritakan, dan mengirimnya kepada penerbit. Aku
juga tetap mempublikasikan novelku di blog agar publik bisa menyampaikan
pendapat masing-masing lewat media sosial.
Aku
juga sempat mengirimkan kepada sebuah agen literasi yang disarankan pada grup
Facebook saat aku mulai kuliah. Aku mengirimkan tiga novel yang awalnya
ditolak, yaitu yang bergenre fantasi, misteri, dan fiksi ilmiah, ketiga novel
tersebut bisa kuanggap sebagai melanggar tren novel Indonesia. Pada akhirnya,
kabar gembira muncul...
Salah
satu novelku akhirnya diterima oleh agen literasi tersebut dan akan diterbitkan
sebagai buku! Novel tersebut bergenre fantasi. Aku sangat gembira dan bangga
karena dapat menulis karya tersebut hingga diterima dan akan diterbitkan. Aku
berkata dalam hati saat aku menerima kabar tersebut, Aku berhasil! Aku berhasil! Aku berhasil menulis novel yang melanggar
tren! Yes!. Dari situlah aku membuktikan bahwa aku bisa menulis novel
bergenre berbeda seperti kebanyakan novel Indonesia. Yang terpenting, aku sudah
berani menulis novel bergenre tersebut.
Sambil
menunggu novel perdanaku muncul di toko buku konvensional, aku juga teringat
saran teman-temanku yang merekomendasikan nulisbuku.com, sebuah situs self publishing buku yang dijual secara print on demand. Aku pun tidak tinggal
diam, aku memutuskan untuk menerbitkan novel misteriku secara self-publish. Novel ini merupakan novel
resmi perdanaku!
Saat
novelku sudah kuterima dalam bentuk buku lewat pos, aku sangat bangga menatap
buku itu, aku memutarbalikkan buku tersebut sambil merasa senang dan berpikir
bahwa aku telah berhasil mewujudkan mimpiku. Bukuku dijual meskipun hanyalah print on demand.
Seluruh
keluargaku sangat bangga melihat diriku berhasil menerbitkan novelku sendiri,
saat aku bilang kepada mereka, mereka tersenyum bangga memiliki anggota
keluarga yang memiliki prestasi seperti ini. Hal itu membuatku bersemangat
untuk melanjutkan menulis novel-novel baru.
Berkat
nulisbuku.com, aku juga bisa menerbitkan novelku yang berbahasa Inggris yang
semula ditolak oleh penerbit karena alasan pasar. Aku pun tersenyum bangga
kembali setelah melihat novel bahasa Inggrisku sudah kuterima dalam bentuk buku
dan siap untuk dijual secara print on
demand.
Meskipun
aku telah sukses menerbitkan novelku sendiri, aku tetap ingin penerbit
konvensional berani untuk menerbitkan novelku dan mengemasnya dalam bentuk
buku. Aku juga berharap agar publik lebih berani menulis sesuatu yang berbeda
dan melanggar kebiasaan serta tren.
Saat
aku mengumumkan bahwa aku telah menerbitkan novelku secara print on demand, aku dapat berbagai respons di media sosial dan
juga di bangku kuliah.
***
“Dimas,
lo nerbitin novel di nulisbuku.com ya?” tanya Yuni, salah satu teman sejurusan
saat hari pertama semester tiga.
Aku
sedang berdiri di depan gedung B, yaitu tempat biasa di mana kebanyakan
teman-teman sejurusanku berkumpul sebelum kuliah. Kebanyakan teman-temanku
duduk di depan taman saling mengobrol dengan satu sama lain.
Aku
menjawab pertanyaan Yuni “Ya, benar.”
“Wow!
Ternyata kamu juga nerbitin di nulisbuku juga! Keren!”
“Omong-omong,
gimana novel lo?” Aku tahu kalau novel Yuni juga dijual secara print on demand di nulisbuku.com.
“Ya...
Begitulah, hehe.” Yuni tertawa.
“Dimas
nerbitin novel juga?” tanya Agus yang datang menghampiri kami berdua.
“Ya,”
“Gue
mau dong, tapi gue ga punya uang, mahal kalo sama ongkos kirim.” Agus berkata.
Yuni
menambah “Iya, bukan cuma ongkos kirimnya yang bikin mahal, tapi juga jumlah
lembar bukunya.” Ia juga berkata “Dim, Nanda juga nerbitin novel lewat
nulisbuku.com lho!”
“Beneran?”
tanyaku heran.
“Nanda
yang pertama kali nerbitin novel sebelum lo.” Agus menambah.
Aku
pun tersenyum setelah mengetahui bahwa ada juga yang memilih jalan self publishing sebagai awal dari karier
kepenulisan sebelum merambah untuk mengirim beberapa novel lagi kepada
penerbit-penerbit konvensional. Aku sangat bersemangat untuk menulis novel lagi
untuk membuktikan bahwa sebenarnya penulis Indonesia juga bisa melanggar tren
novel Indonesia.
Comments
Post a Comment