Alpinloch: Another World Episode 3
Arriving in Another World III
“HA!” jerit Mark mengayunkan tongkat kayunya
berkali-kali seakan-akan menggunakan pedang sambil melangkahkan kaki pada
lantai kayu ruangan di mana dia berada.
Mark
berbalik kembali mengayunkan tongkat kayunya dengan arah bervariasi menirukan
adegan ksatria pedang yang ada di film. Ketika dia kembali mengayunkan tongkat
ke bawah, dia menarik napas untuk beristirahat sebelum kembali melangkah.
“Mark,”
panggil seorang pria berambut hitam yang duduk di lantai kayu menghadapnya.
“Kamu benar-benar serius sekali berlatih kendo, padahal hampir tidak ada yang
berminat sama sekali.”
Mark
kini ikut duduk menghadap pria yang merupakan temannya itu. “Sayang sekali,
tidak ada klub kendo di kampus, makanya aku sering kemari untuk berlatih. Aku
juga sering mempraktekkan teknik kendo yang kulihat di internet.”
“Kendo
kan sedikit sekali peminatnya. Kenapa tidak mencoba yang lebih populer seperti rugby? Atau sepak bola? Cricket juga bisa.” tanya temannya.
“Entahlah,
Ben. Mungkin karena aku suka tokoh samurai di kartun.”
“Samurai?
Oh, yang dari Jepang, kan? Kebanyakan nonton kartun Jepang! Oh ya, kamu sudah
selesai membaca Alpinloch Kingdom?”
“Oh,
novel itu. Dasar, baru saja kubeli, kamu dengan berani bertanya seperti itu.”
Mark tertawa.
“Oke,
begini, kamu menyukai novel itu?”
Mark
menjawab, “Ya, awalnya hampir sempurna bagiku, karakter dan konfliknya begitu
membuatku hanyut dalam ceritanya. Aku jadi ingin melanjutkan membaca terus
menerus. Mungkin, aku akan menyelesaikannya dalam seminggu. Ben, jangan beri spoiler, aku baru saja mulai.”
Ben
tertawa sambil berdiri. “Tentu saja tidak akan! Pokoknya kamu harus baca sampai
selesai.”
“Kenapa?
Kalau aku tidak membaca sampai selesai?” Mark melongo.
“Kamu
akan begitu terkejut setelah membaca akhirnya.” Ben melangkah meninggalkan
ruangan yang mayoritas terbuat dari kayu itu.
Mark
berdiri mengikuti Ben. “Hei, Ben! Kejutan macam apa? Apa kamu benar-benar
memaksaku untuk menyelesaikan novel ini?”
***
“Uh
… uh ….”
Ketika
Mark kembali mengumpulkan kesadaran setelah membuka mata, hal yang pertama dia
lihat adalah sebuah langit-langit ruangan yang terbuat dari kayu coklat. Dia
menggerakan kepala untuk mengalihkan pandangan menuju sebelah kiri, di mana
terlihat sebuah meja dengan buku-buku dan sebuah peta.
“Mark?”
Anna
mendaratkan kaki pada lantai kamar setelah melangkahi tangga menuju lantai
atas. Matanya sayu ketika menatap Mark telah bangkit duduk di atas tempat
tidur, kegembiraan tergambar jelas pada wajahnya.
“Anna?
Di mana kita?”
“Syukurlah!”
seru Anna berlari untuk memeluk Mark.
“Whoa!”
Mark merasakan pelukan Anna yang begitu erat.
“Kamu
baik-baik saja!”
“Hei,
tunggu! Aku memang baik-baik saja, tapi sebenarnya apa yang sedang terjadi?”
Mark terfokus menatap wajah Anna yang melepas pelukannya. “Kenapa kita ada di
sini?”
“Hai.”
Seorang pria berambut hitam berkaos biru tua melangkah melewati tangga menemui
mereka sambil menggenggam satu roti. “Syukurlah kamu sudah sadar. Ini.” Pria
itu mendekati Mark.
“Ini—"
“Tak
apa-apa, aku tahu kamu lapar. Makanlah, kamu akan lebih baik.” Pria itu memberi
roti pada Mark.
“Terima
kasih,” jawab Mark mengambil roti itu dan mulai menggigitnya.
Anna
menambah selagi Mark mulai mengunyah roti, “Untung dia menyelamatkan kita
menuju Springmaple, Mark. Kalau tidak, kita tidak tahu apa yang akan terjadi.”
“Oh,
maaf Yang Mulia Tuan Putri kerajaan Alpinloch,” ucap pria itu.
Anna
memotong, “Panggil saja Anna.”
“Baik,
Anna. Aku Jason, salam kenal. Dan kamu?”
Mark
memperkenalkan diri, “Aku Mark.”
Sambil
membiarkan setiap gigitan roti memasuki tubuhnya, Mark kembali berpikir sendiri
tentang karakter Alpinloch Kingdom yang
sebelumnya dia baca sampai selesai. Jason, pria rambut hitam pendek yang
menemui dirinya dan Anna, sebenarnya tidak ada di dalam novel.
“Kenapa?”
tanya Jason.
“Oh.
Tidak apa-apa,” jawab Mark.
Jason
menyimpulkan ketika kembali membuat kilas balik di dalam otaknya, “Kalian
dikejar-kejar oleh pasukan kerajaan Alpinloch, kan? Ya, kudengar kerajaan
Alpinloch mulai begitu kacau setelah desas-desus raja Thais meninggal dunia.
Tak kusangka akan menjadi begini masalahnya.”
Mark
menambah, “Raja Lucius mengambil alih pemerintahan kerajaannya. Ceritanya
benar-benar panjang. Yang jelas, sang ratu menyuruh Anna untuk melarikan diri
dari kerajaan dan cengkraman raja Lucius. Bukan hanya itu, raja Lucius memang
akan mengambil alih seluruh kota dan kerajaan yang ada di dunia ini.”
“Begitu,
jadi desas-desus dari kerajaan Haven benar. Kebetulan, aku juga akan pergi ke
sana sendiri. Katanya, sedang ada pemberontakan kecil terhadap kerajaan
Alpinloch di sana, aku juga berharap agar bisa ikut berpartisipasi dalam
pemberontakan melawan kerajaan Alpinloch,” jelas Jason.
“Tunggu,
aku tidak mengerti, Alpinloch lebih besar daripada Haven. Mereka juga
sebelumnya bersahabat.”
“Dulu,
saat raja Thais masih hidup. Sekarang, ketika raja Lucius mengambil alih
kerajaan Alpinloch, pangeran kerajaan Haven mencurigai insiden pembunuhan raja
Thais sebagai tipu muslihat agar Alpinloch bisa mengambil alih seluruh dunia.
Seluruh manusia yang ada di dunia ini akan di bawah kendali Alpinloch kalau
rencana raja Lucius yang sesuai desas-desus itu terwujud.”
Mark
bergumam sendiri, “Begitu, ternyata sesuai dengan ending ceritanya.”
“Apa?”
“Oh.
Lupakan saja yang tadi.” Mark baru saja selesai mengunyah seluruh roti yang dia
dapat. “Jadi kamu akan ke kerajaan Haven?”
‘Ya.
Mungkin kalian juga ingin ikut ke sana, demi menyelamatkan kerajaan Alpinloch. pangeran
kerajaan Haven mungkin bisa membantu kita.”
“Tunggu,
Anna ini putri dari kerajaan Alpinloch,” Mark mengingatkan. “Belum tentu pangeran
kerajaan Haven mau menerima Anna.”
Anna
menjawab, “Aku akan mencoba menjelaskan pada pangeran itu. Mark, Jason, aku
ingin ke sana, ke kerajaan Haven, demi menyelamatkan ibuku dan kerajaanku.”
Mark
menatap ekspresi Anna mulai penuh dengan determinasi dan tekad. Dia mengangguk
setuju, langsung memahami apa yang Anna sedang pikirkan. Di saat yang sama,
Jason juga mengangguk memahami kalimat Anna.
“Baiklah.
Kalau begitu, istirahatlah. Terlalu larut kalau pergi sekarang. Aku akan tidur
di bawah.”
“Aku
juga akan tidur di bawah,” usul Mark sambil berdiri meninggalkan tempat tidur.
“Tidak
usah repot-repot.” Jason sungkan. “Kamu tidur di sini saja dengan Anna.”
Mark
menunjuk, “Eh? Hanya ada satu tempat tidur di sini.”
“Ayolah,
tidak akan terjadi apa-apa, haha.” Jason mulai tertawa.
“Anu
…. Mungkin aku saja yang tidur di bawah,” Anna dengan malu mengungkapkan.
Mark
mengungkapkan solusi masalah tempat tidur di lantai atas itu, “Oke, aku tidur
di lantai saja.”
“Tapi
kan, kamu baru saja …,” ucap Anna.
“Tidak
masalah. Kamu yang paling diutamakan di sini.” Mark tersenyum.
Jason
kembali melongo. “Hmmm, sangat mulia terhadap wanita.” Dia kembali mendekati
Mark yang tengah berdiri di dekat tempat tidur dan berbisik, “Jangan bilang
kamu benar-benar penggoda wanita, ya?”
Mark
mendorong Jason sambil berjalan menuju tangga. “Sudah, masa tuan rumah harus
merepotkan tamunya. Seperti yang kamu bilang, sudah larut, kita harus
istirahat!”
“Oke!
Oke!” Jason melangkah menuruni tangga meninggalkan Mark dan Anna.
Anna
tetap berdiri ketika Mark kembali berbalik menatapnya. Dirinya sama sekali
belum menempati tempat tidur di dekatnya dengan berbaring sama sekali. Pipinya
mulai memerah saking tidak begitu nyaman ketika menatap Mark akan tidur di
lantai.
Mark
kini mulai berbaring di atas lantai kayu menghadap meja. Pandangannya tertuju
pada langit-langit yang tertutup oleh kerangka atap kayu terbentuk beberapa
silang.
“Kenapa
belum berbaring?” tanya Mark menatap Anna yang hanya berdiri di dekat tempat
tidur.
“Aku
… hanya saja, kamu tidak keberatan tidur di lantai seperti itu?”
Mark
tertawa kecil sebelum menjawab pertanyaan Anna. “Ayolah, buat dirimu nyaman
saja. Aku tidak ingin kamu bertanya hal itu lagi. Lihat, aku baik-baik saja, di
lantai juga nyaman. Oh ya, kamu lapar, kan? Aku tadi belum melihatmu makan.”
“Aku
baik-baik saja, Mark. Tidak masalah aku belum makan. Aku bahkan tidak keberatan
tadi kalau Jason memberi roti padamu.”
Mark
menggeleng sambil kembali bangkit menatap Anna dengan bersemangat. “Kamu lapar
atau tidak itu juga jadi masalah bagiku. Aku akan ke bawah untuk meminta roti
pada Jason, atau setidaknya sesuatu yang bisa dimakan.”
“Mark!”
Anna menatap Mark mendekati tangga menuju lantai bawah.
Mark
berbalik memastikan, “Tenang saja, Anna. Aku bisa tahu kalau kamu juga lapar.
Aku akan baik-baik saja. Sekarang, kamu berbaring di tempat tidur dan tunggu
aku kembali.”
Meski
menatap Mark tersenyum sebelum melangkah menuruni tangga kamar itu, Anna tetap
saja merasa begitu tidak enak hati karena semakin merepotkan Mark. Baginya,
Mark adalah seorang petualang yang kebetulan dia temui dan harus rela ikut
membantu agar bisa menyelesaikan tujuannya.
Anna
benar-benar tidak menyangka sifat Mark akan begitu bijak terhadapnya, apalagi
saat pria asing itu rela menyelamatkannya dari kejaran pengawal kerajaan
Alpinloch yang mengejar. Dia ingat ketika Mark jatuh pingsan saat berusaha
untuk menyelamatkannya. Sebagai tuan putri dari kerajaan Alpinloch, dirinya
tidak pernah merasa merepotkan orang lain sejauh ini.
“Jason?”
Mark memanggil ketika kedua kakinya menempati lantai bawah.
Lantai
bawah rumah itu hanya ada satu ruangan utama terpisah dari kamar mandi, lantai
dan dinding terdominasi oleh kayu dan batu bata. Terlihat meja makan yang
menghadap perapian yang merah membara.
Mark
berbalik ke sebelah kiri meja makan dan menatap pintu keluar rumah terbuka
dengan lebar menunjukkan langit yang telah menghitam secara penuh menyisakan bintik-bintik
putih. Keadaan kota Springmaple pada malam itu benar-benar penuh dengan
kesunyian.
Mark
berjalan melihat beberapa rumah dan toko yang terbuat dari kayu dan batu bata
dengan pintu tertutup rapat. Rerumputan dan pepohonan juga mengelilingi suasana
kota yang dia tempati itu.
Mencoba
untuk menenangkan diri dari apa yang telah terjadi padanya, Mark menutup kedua
matanya dan tetap berdiri sambil melemaskan diri. Embusan angin memasuki
pakaiannya dan dia biarkan meresap ke dalam tubuhnya.
Embusan
angin malam segar seakan-akan membantu Mark sedikit melupakan apa yang telah
terjadi padanya saat ini. Tekanan karena secara tiba-tiba dia berada di dunia
novel favoritnya perlahan mulai menurun.
Sebuah
sentuhan kasar mendarat pada bahu kanannya. Mark dengan tertegun menatap
sebelah kanannya. Seorang pria bertopi jerami dan berkumis putih dengan wajah
pucat berkeriput secara pelan berjalan menemuinya begitu Mark bergeser karena
kaget.
“Ini
bukan duniamu …,” pria berjaket abu-abu itu memperingatkan.
Mark
menggelengkan kepala tidak mengerti apa yang pria itu maksud, tetapi dia tahu
dari nada bicaranya yang dapat membuatnya begitu tertekan. Dia berjalan mundur
ketika pria itu berupaya untuk mendekatinya.
“Ini
bukan duniamu ….”
Mark
menarik napas cepat-cepat begitu jantungnya berdetak kencang ketika mendengar
kalimat yang pria itu lontarkan sekali lagi. Kini, dia mengerti mengapa dia
begitu ketakutan ketika mendengar kata itu,
“Kamu
dengar aku?” pria itu dengan tegas mengonfrontasi Mark sekali lagi.
Mark
berlari kembali memasuki rumah Jason dan menutup pintu dengan rapat. Tanpa
sengaja, dia menutup pintu begitu keras saking ketakutan dengan pria aneh itu.
“Ini
bukan duniamu!” teriak pria itu ketika Mark menutup pintu.
Mark
bersandar di pintu rumah itu menghadap lantai kayu sambil menarik napas dengan
tergesa-gesa. Dia merasakan jantungnya berdebar begitu cepat. Peluh mulai menghujani
tubuhnya terutama di leher dan keningnya.
“Apa
maksudnya dia bicara seperti itu padaku?” Mark dengan tegas berbicara pelan.
Comments
Post a Comment