Strange Case Episode 8

This Strange Case episode is classified 16+, it contains strong violence, disturbing themes, and science fiction elements, it is unsuitable for people under 16.

8. In Case of Perfect Murder
Hari Selasa pukul 12:15, hasil ulangan sejarah pun dibagikan pada hari itu, kebanyakan dari mereka yang mendapat nilai dibawah KKM, termasuk Steven yang mendapat nilai 52 dan Greg yang mendapat nilai 55. Mereka merasa tidak beruntung karena tidak belajar sama sekali karena mereka menyelidiki kasus-kasus yang harus mereka pecahkan. Semua siswa di kelas tersebut keluar dari ruangan kelas.
Steven dan Greg berjalan keluar dari sekolah sambil berdiskusi mengapa mereka mendapat nilai jelek pada ulangan sejarah tadi, Greg mengingatkan bahwa salah satu pelajaran yang paling tidak dikuasai Steven adalah sejarah, tapi mereka setuju bahwa penyebab utama mendapat nilai jelek adalah mereka terlalu fokus untuk memecahkan kasus-kasus yang terjadi secara aneh.
“Kurasa aku sudah merasakan tekanannya jika kita memecahkan kasus-kasus seperti detektif dan menyelesaikan urusan sekolah secara bersamaan.” kata Greg.
“Oke, sekarang apa? Apa kita harus memecahkan kasus lagi atau berhenti?”
“Kalau kita berhenti, kita akan mati!”
“Penelepon misterius itu memaksa kita untuk memecahkan kasus-kasus yang terjadi. Greg, bisa jadi penelepon misterius itu tahu di mana kedua orangtuaku!”
Abby muncul di hadapan mereka dan berkata “Steven, Greg, aku butuh bantuan kalian, temanku yang dulunya satu SMP denganku terbunuh dua bulan yang lalu, mayatnya ditemukan, ah, aku tak bisa menjelaskan, pokoknya terlalu parah saat mayatnya ditemukan. Dia dibunuh secara brutal. Aku ingin kalian berdua memecahkan kasus ini karena menurut teman-temanku se-SMP, sudah tidak ada harapan bagi polisi lagi.”
“Abby, siapa nama temanmu?” tanya Steven.
“Landon.”
Greg bertanya “Apa sebelumnya Landon punya masalah dengan teman-teman sealumninya, atau teman-teman satu SMA-nya, atau keluarganya mungkin?”
Abby menjawab “Tidak, dia baik-baik saja kudengar, sekarang aku tak tahu apa ada masalah atau tidak.”
“Kau tahu alamat rumah Landon?” tanya Greg.
“Kami ingin mengetahui apa ada masalah dengan keluarganya, biasanya kekerasan rumah tangga merupakan faktor utama penyebab pembunuhan remaja.” tambah Steven.
“Atau bisa jadi karena kecemburuan pacarnya atau temannya.”
Abby mengeluarkan buku tahunan yang ia terima saat lulus SMP, ia membuka buku halaman tersebut dan mencari biodata Landon, ia pun menemukannya dan mengatakan “Menurut buku tahunan ini, Landon tinggal di Permata Arcamanik, rumahnya itu mewah seperti rumah orang kaya, cat dinding berwarna abu-abu, pokoknya rumahnya terlihat mirip robot raksasa.”
Steven bertanya lagi “Satu pertanyaan terakhir, bagaimana dengan keluarganya?”
Abby menjawab lagi “Adiknya yang bernama Josh terlihat lebih pintar dibandingnya, ia bahkan mendapat nilai seratus dalam semua pelajaran, ia mendapat ranking 1 dengan nilai penuh dan sempurna! Faktanya, kami satu kelas dengannya, dia masuk SMP lebih awal.”
“Mustahil sekali, nilai sempurna semua, pasti dia menyontek.” kata Greg.
Abby membantah “Dia tidak menyontek, dia mengerjakan semua itu sendiri, dan semuanya sempurna, dia bisa semua pelajaran! Meski begitu, orangtuanya menunjukkan tidak ada perasaan padanya, mereka bahkan sering memarahi Landon karena nilai-nilainya buruk. Steven, Greg, aku ingin kalian mencari pembunuh Landon, karena dia temanku, aku tahu dia tak salah apa-apa. Hanya saja, saat Josh menjadi yang memberikan pidato wisuda, banyak siswa yang lulus mulai curiga bahwa Josh suka menyontek, tapi Landon langsung membantah hal tersebut, ia berkata bahwa Josh merupakan adik yang sempurna baginya. Aku juga merasa aneh mengapa orangtuanya sama sekali tak puas apa yang didapatkan Josh.”
“Abby, kami akan menemukan pembunuh Josh, kami pasti menemukannya.” kata Steven.
“Oh, aku lupa, kami dulunya di SMP 14 Bandung yang terletak di jalan Supratman.” tambah Abby.
“Sip.” ucap Steven.
“Kita pasti harus ke rumah korban dulu.” kata Greg.
“Tentu saja.” balas Steven sambil melangkah menuju tempat parkir bersama Greg. Mereka langsung menaiki sepeda motor masing-masing dan berangkat menuju rumah Landon yang terletak di komplek Permata Arcamanik. Mereka melewati beberapa jalan termasuk jalan Ahmad Yani menuju jalan Terusan Jakarta, lalu mereka memasuki komplek Arcamanik Endah.
Mereka pun melihat komplek Permata Arcamanik setelah meninggalkan jalan Arcamanik Endah, mereka belok kanan dan mencari rumah yang dimaksud Abby.
“Itu dia, rumah yang mirip robot raksasa.” kata Greg, ia mematikan mesin sepeda motornya dan mengunjungi rumah tersebut, Steven juga melakukan hal yang sama. Tapi sayangnya pintu pagar rumah tersebut menggunakan kunci elektronik.
Steven memencet bel rumah dan memanggil jika Josh ada di dalam rumah tersebut “Josh, kau ada di rumah?”
“Tidak ada orang sepertinya.” kata Greg “Nanti kita kembali lagi jika ada orang nanti malam, sebaiknya kita ke rumahmu saja.” ucap Greg.
“Kau benar, kita bisa menunggu.” kata Steven.
***
Pukul 19:30, Steven dan Greg tiba di depan rumah yang mirip robot raksasa itu untuk mengintai. Tak ada orang di depan rumah tersebut. Steven menggunakan teropongnya untuk melihat lebih jelas apa ada orang di dalam rumah tersebut. Tapi Steven tidak menemukan seseorang di rumah tersebut.
“Tidak ada orang di rumah itu.” kata Steven “Mengapa mereka tidak pulang-pulang pada malam begini?”
“Bisa jadi ayahnya ada urusan penting di kantor, ibunya juga bisa saja bekerja lembur.”
“Greg, ada sesuatu di atas kepalamu.” ucap Steven, ia mengambil ‘sesuatu’ itu dari kepala Greg, ia memandang ‘sesuatu’ itu ternyata merupakan sebuah chip yang berwarna hijau.
“Sebuah chip?” tanya Greg.
“Hei, ada sesuatu yang tersembunyi.” kata Steven, ia mengambil kaca pembesarnya dan melihat sesuatu tersembunyi pada chip tersebut. Steven mengetahui bahwa chip tersebut dimiliki oleh Josh dan chip tersebut sudah retak serta rusak.
Mereka memutuskan untuk pergi dari komplek tersebut pada pukul 21:00 setelah tidak ada yang datang ke rumah tersebut, mereka akan bertanya pada Abby pada esok hari.
***
Hari Rabu, pukul 09:20, saat jam istirahat, Steven dan Greg kembali menemui Abby di halaman sekolah, saat Abby selesai memakan Cheetos.
“Ada perkembangan?” tanya Abby.
“Belum, tadi malam tidak ada orang di rumah saat kami berkunjung.” jawab Steven “Kau tahu dia sekolah di mana sekarang?”
“Ada yang mengatakan dia sekarang sekolah di Taruna Bakti, ada yang juga bilang di sekolah di Santo Aloysius, tapi katanya juga dia masih di SMA Negeri 2 setelah pembunuhan itu.”
“Kita cari informasi di ketiga sekolah itu, kita berpencar saja, Abby, kau pergi ke Santo Aloysius. Greg, kau pergi ke SMA 2.” perintah Steven.
“Berarti kau pergi ke Taruna Bakti?” tanya Greg.
“Tepat setelah KBM hari ini berakhir.” lanjut Steven “Nanti kita saling SMS atau telepon jika temukan sesuatu.”
Bel pun berdering, mereka bertiga kembali masuk ke dalam gedung sekolah tersebut bersama murid-murid lainnya, mereka pun kembali ke kelas.
***
Setelah KBM selesai, Steven keluar dari kelasnya, pergi menuju kamar mandi, ganti baju, serta ia keluar dari kamar mandi tersebut dan melangkah menuju tempat parkir. Saat ia mengambil helmnya, Ben muncul di hadapannya.
“Kudengar kau mencari pembunuh kakaknya orang jenius itu, orang jenius itu benar-benar mustahil, dia bahkan masuk TV lokal dan koran nasional seperti Kompas.” kata Ben “Dua tahun lalu dia di-featured di ANTV dan RCTI lho.”
“Kau sering nonton TV saat kuliah ya?” tanya Steven.
“Hanya berita saja, sinetron Indonesia itu terlalu berlebihan dalam mendominasi prime time.”
“Kakak, apa kau tahu Josh sekolah di mana?”
“SMA 2 Bandung menurut berita dua tahun lalu.”
Steven memberitahu Ben bahwa ada tiga informasi berbeda tentang di mana Josh sekolah sekarang, ada tiga kemungkinan, SMA 2, SMA Santo Aloysius, dan SMA Taruna Bakti. Josh sekolah di salah satu dari tiga SMA tersebut, tapi yang mana. Greg pergi ke SMA 2, Abby pergi ke SMA Santo Aloysius, sementara Steven harus pergi ke SMA Taruna Bakti.
“Steven, ada yang salah dengan Josh, kita tahu kalau manusia itu tak ada yang sempurna, meski Josh pintar dalam semua pelajaran, pasti ada kekurangannya. Jika tidak ada kekurangan pada pemuda itu, ada yang salah.” kata Ben.
“Aku juga berpikir sama, kak, aku pikir dia menyontek hanya demi mendapat nilai sempurna. Kau ikut?”
“Tidak, karena aku tak bisa mengendalikan kapan aku muncul dan hilang.”
“Sebaiknya aku pergi ke SMA Taruna Bakti sebelum aku dapat masalah.”
“Steven, nama asli Josh adalah Joshua Sunendra, itu yang aku ingat.”
“Kak, informasimu berguna juga, dan terima kasih.” ucap Steven, ia mulai mengendarai motornya dan meninggalkan halaman SMA 5 Bandung, ia pun pergi menuju SMA Taruna Bakti yang terletak di jalan R.E. Martadinata.
Saat ia tiba di sekolah tersebut, ia melihat banyak siswa-siswi yang berjalan-jalan di sekitar halaman sekolah tersebut, ada yang pulang, ada juga yang menetap di sekolah itu. Steven memarkirkan sepeda motornya dan ia mulai berjalan sambil bertanya pada para murid di SMA Taruna Bakti jika mereka kenal dengan siswa yang bernama Joshua Sunendra. Sebagian siswa menjawab mereka tahu siswa tersebut, tapi mereka tidak pernah bertemu secara langsung, sebagian juga memberitahu bahwa Joshua Sunendra tidak sekolah di SMA Taruna Bakti.
Saat Steven menyimpulkan bahwa Josh tidak sekolah di Taruna Bakti, ia menerima telepon dari Greg, ia berkata “Greg, Josh tidak sekolah di Taruna Bakti, menurut para murid, dia tidak pernah mengunjungi sekolah ini.”
“Steven, aku juga dapat informasi kalau Josh pernah sekolah di SMA 2 sebelum kematian Landon, tapi dia tidak pernah mengajukan pengunduran diri, jadi dia dianggap absen, dan sudah, dia dikeluarkan karena bolos terus.”
“Apa guru dan staf di sana tahu kematian Landon?”
“Ya, mereka tahu. Ada yang juga mengira penyebab bolosnya Josh itu berkaitan dengan kematian Landon. Tapi setidaknya murid-murid di sana senang bahwa Josh sudah tidak ada di sekolah itu, dan persaingan semakin friendly serta tipis di kelas, itu menurut guru dan staf juga. Kau sudah dapat informasi dari Abby?”
“Belum, akan kutelepon dia.” Steven melangkah keluar dari SMA Taruna Bakti “Akan kutelepon nanti jika aku dapat info.” Ia menutup percakapan dengan Greg dan menelepon Abby.
Tapi telepon tersebut tidak diangkat, yang ada malah pesan yang berbunyi seperti ini “Halo, ini Abby, silahkan tinggalkan pesan setelah bunyi bip dan tekan tanda bintang.”
Steven meninggalkan pesannya “Abby, ini Steven, jika kau terima ini dan sudah menemukan sesuatu, telepon aku.” Steven juga mengirim SMS pada Greg bahwa ia akan pergi ke SMA Santo Aloysius.
Steven meninggalkan sekolah tersebut dan menaiki sepeda motornya, ia berangkat menuju jalan Sultan Agung, di mana SMA Santo Aloysius terletak. Saat ia berhenti di depan lampu merah pada perempatan antara jalan Banda dan jalan R.E. Martadinata, ia menerima SMS dari Greg bahwa Abby tidak menerima teleponnya, Greg juga akan pergi ke Santo Aloysius untuk menemui Steven di sana. Saat lampu hijau menyala, Steven menyimpan iPhone di saku celananya dan segera mengebut menuju SMA Santo Aloysius.
Sesampai di sekolah tersebut, Steven turun dari sepeda motornya dan ia berjalan masuk gedung sekolah yang berwarna putih itu, namun ia bahunya bertubrukan dengan seorang pemuda yang memiliki rambut gondrong yang mengenai belakang leher dan telinga, pemuda itu menatap Steven dengan tajam dan pergi dengan tanpa ekspresi.
Steven pun tak memedulikan orang yang menubruk bahunya, ia kembali fokus bertanya pada murid-murid yang kebetulan masih di sekolah tersebut, beberapa siswa kenal siswa yang bernama Joshua Sunendra, beberapa juga mengatakan bahwa siswa tersebut merupakan siswa nomor satu di sekolah dengan nilai sempurna yang didapat saat ulangan pada semua pelajaran. Steven pun berpikir bahwa Ben benar, pasti ada yang salah pada siswa itu, tak mungkin ada manusia yang sempurna.
Steven mengambil iPhone-nya saat ia tahu bahwa iPhone-nya berbunyi menandakan ada telepon dari Abby, ia mengangkat telepon tersebut.
“Kau temukan sesuatu?” tanya Steven.
“Steven..” Abby mulai menangis.
“Abby, kenapa? Ada apa?”
“Josh! Josh! Dia bukan manusia!!!” teriak Abby.
“Apa maksudmu?”
“Ternyata ini yang menyebabkan dia mendapat nilai sempurna pada semua pelajaran, aku juga menemukan dia tergeletak begitu saja di tempat sampah belakang Santo Aloysius, dia… ternyata dia itu robot!!”
Steven pun kaget “Kau tahu darimana kalau dia itu robot?”
“Aku melihat tubuh robotnya yang rusak, dia akan didaur ulang, berarti Josh yang sekarang adalah robot yang baru.”
“Oke, Abby, kurasa kau harus istirahat, pulanglah, biar Greg dan aku yang menyelesaikan kasus ini.” Setelah Abby menutup percakapan, Steven kembali menelepon Greg “Greg, aku tahu kau takkan percaya ini…”
“Steven, kau hampir membuatku mengangkat telepon sambil mengemudi!”
“Maaf, Greg, tapi dengarkan aku, Abby menemukan fakta bahwa Joshua Sunendra bukan manusia, dia robot.”
“Pantas dia sering mendapat nilai sempurna! Dia robot yang pintar!! Apa yang harus kita lakukan selanjutnya?”
Steven memutuskan “Kita kembali ke rumah itu malam ini.”
***
Pukul 20:45, Steven dan Greg tiba di depan rumah Joshua Sunendra dengan jarak sekitar 5 meter, tapi kali ini mereka tidak membawa sepeda motor mereka, karena mereka akan memata-matai secara diam-diam. Steven mengambil teropongnya dan melihat keadaan rumah tersebut, tampak sepi seperti biasa.
Sebuah mobil Proton berwarna hitam yang tampak canggih dan mewah itu tiba di depan rumah tersebut. Sepasang suami istri tampak turun dari mobil tersebut dan membuka kunci garasi, sementara seorang siswa SMA Santo Aloysius yang memiliki rambut gondrong yang mirip dengan seorang siswa yang bertubrukan dengan Steven tadi tampak berbicara pada kedua orangtuanya.
“Greg, siswa itu, dia mirip dengan siswa yang bertubrukan denganku tadi, tak salah lagi, dia Joshua Sunendra.” Steven melihat siswa tersebut sambil menggunakan teropongnya.
Greg mengomentari “Dia robot yang sudah di daur ulang, tampaknya sama saja.”
Steven mengambil iPhone-nya, ia memotret keluarga yang tampak sempurna itu. Keluarga Sunendra tampak tak melakukan apa-apa kecuali hanya berbicara, suara mereka tak terdengar, Steven terus memotret keluarga tersebut.
“Jadi kau akan terus memotret?” tanya Greg.
:”Bukan hanya itu.” Steven mengambil sesuatu dari sakunya, yang berupa sebuah minicam dan alat penyadap “Greg, kau bisa pasang dua alat ini pada ruangan utama rumah itu, tapi jangan ketahuan oleh mereka. Masuk lewat pintu belakang.”
“Memang kau tahu ada pintu belakang?”
“Mungkin.”
“Jika aku tertangkap, kau harus tanggung jawab semua ini, apalagi, aku sudah minta izin untuk tidak siaran hanya untuk menyelidiki kasus ini. Kurasa aku tak bisa melakukannya.”
“Kau pasti bisa, Greg, lakukan saja!”
Greg mulai berjalan meninggalkan Steven secara diam-diam dan mencari pintu belakang rumah tersebut melewati gang kecil yang di tengahnya ada solokan.
Sementara Steven kembali memotret situasi keluarga tersebut yang tampak canggung dan tidak lagi berbicara, ia juga melihat keluarga tersebut masuk ke halaman rumah itu saat pagar terbuka, dengan Josh masuk terlebih dulu, kedua orangtuanya mengikutinya. Ia terus memotret sambil berpikir apa yang mereka akan lakukan selanjutnya. Steven kembali berjalan menuju depan rumah tersebut saat keluarga tersebut benar-benar masuk ke dalam rumah mewah itu. Ia pun mulai khawatir pada Greg yang masih di dalam rumah tersebut akan ketahuan oleh mereka. Tapi, Greg terlihat berlari dari gang kecil dengan panik, Steven mengikuti Greg.
“Greg, kau sudah memasang…”
“Sudah, tapi aku panik, saat mereka masuk, aku hampir kelihatan oleh mereka! Aku cepat-cepat lari dari situ dan… dan…”
Steven membuat Greg tenang “Tenang, Greg, kau berhasil, kau berhasil memasang alat penyadap dan minicam. Kita akan menonton live feed mereka di kamarku.”
Steven dan Greg berjalan meninggalkan komplek tersebut, mereka juga memanggil ojeg untuk pergi ke rumah Steven. Kedua supir ojeg itu mengebut menuju rumah Steven.
Saat tiba di rumah, Steven dan Greg membayar ongkos ojeg tersebut dan masuk ke dalam rumah. Mereka berlari menuju kamar Steven.
Setelah Steven menutup pintu kamar, ia mengambil laptop dan menyalakannya, ia juga mengambil kabel data iPhone-nya untuk menyambungkan iPhone ke laptopnya, ia juga melepas kausnya. Saat tersambung, ia membuka folder gambar yang ia ambil tadi, ia melihat banyak foto keluarga Sunendra yang tampak canggung dan tak melakukan apa-apa selain berbicara. Ia juga menyetel live feed yang direkam minicam yang terpasang di ruang keluarga pada kediaman Sunendra.
“Steven, apa ada minuman di kulkas? Aku haus setelah memasang minicam dan alat penyadap.” tanya Greg.
“Ya, ada, dan ambilkan Pulpy Orange untukku.” ucap Steven.
Greg melangkah meninggalkan kamar Steven menuju dapur, ia mengambil satu botol Minute Maid Pulpy Orange, dan satu botol Nu Milk Tea dari kulkas tersebut. Saat ia menutup pintu kulkas, ia berbalik, dan ia berteriak kaget serta menjatuhkan minuman ke lantai bersamaan saat Gina yang membawa pemukul baseball serta berteriak kaget.
“Greg, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Gina.
“Apa yang kulakukan?! Apa tante pikir aku ini pencuri?!”
Gina bilang pada Steven saat datang ke dapur “Bisa kau bilang pada temanmu untuk minta izin membuka kulkas terlebih dahulu?”
“Dia sudah izin, dia ingin minum.”
“Tapi jangan alkohol, meski kita pantang minum alkohol. Ayolah, Greg, apa kau tahu jam malammu sebentar lagi. Dan Steven, kau tidak dingin saat tante melihatmu tidak memakai baju? Oke, selamat malam.” Gina pergi meninggalkan dapur.
“Apa yang kau dapat dalam video itu?” Greg mengikuti Steven menuju kamar.
“Percakapan yang tampak kaku.” Steven menutup pintu “Aku tak mendengar ada perasaan pada perkataan kedua orangtua Joshua Sunendra.” Steven kembali menklik tombol play, video tersebut menampilkan percakapan seperti ini:
“Kita butuh eksperimen lagi, tapi tak seperti yang dulu, kita harus membuat eksperimen ini berhasil.” ucap Nyonya Sunendra tanpa ekspresi.
“Tapi bagaimana? Kita sudah gagal membuat eksperimen seperti dulu, kita pasti takkan…” tanggap Tuan Sunendra dengan kaku.
Nyonya Sunendra menutup mulut suaminya “Kita pasti berhasil, tapi jangan sampai teman-teman Josh tahu rahasia kita, rahasia tergelap kita, kita akan berhasil sebelum rahasia kita terbongkar.”
“Sayang, kau terlihat optimisis sekali, kau tahu kita pasti bisa melakukan ini, rahasia kita takkan terbongkar, jika terbongkar, sudahlah, polisi akan menangkap kita.”
Steven menklik tombol stop “Keluarga Sunendra punya rahasia tergelap.”
“Semua keluarga punya rahasia tergelap masing-masing, setiap orang memiliki sisi gelap masing-masing. Sisi gelap keluarga Sunendra yang memotivasi mereka untuk membuat eksperimen.” tanggap Greg.
Steven berdiri “Josh, dia eksperimennya! Dia eksperimen yang gagal itu, eksperimen yang baru adalah Josh yang baru. Josh yang lama sudah didaur ulang, lalu dibuat kembali dan kurasa dia tidak ingat apa-apa tentang Landon.”
“Pantas keluarga itu tampak aneh, mereka tidak berperasaan sama sekali. Eksperimennya itu adalah Joshua Sunendra yang baru, lagipula kita belum tahu kenapa Landon terbunuh. Aku juga tak yakin kalau Josh harus jadi tersangka. Oh ya, Steve, aku pakai laptopmu sebentar, aku buka situs kepolisian.” Greg duduk di depan laptop dan mengunjungi situs kepolisian dan masuk menggunakan ID yang dimiliki ayahnya.
“Kau tahu ID ayahmu?”
“Tentu saja, aku mengambilnya tanpa izin.” Greg menekan tombol Enter, dan ia berhasil masuk, ia mencari data keluarga Sunendra, ia menemukan data tersebut “Keluarga Sunendra, tak ada catatan kriminal untuk masing-masing anggota keluarganya.”
“Mereka memang sempurna sekali, tak pernah melakukan kejahatan, kecuali jika benar eksperimen itu salah satu dari rencana jahat mereka yang sempurna.”
Samsung Galaxy Note Greg berbunyi menandakan ada telepon, tapi dari nomor yang tak dikenal, ia menjawab panggilan tersebut “Halo, ini siapa?”
“Apa ini temannya Abby?” tanya seorang wanita.
“Ya, benar, saya Greg, Anda ibunya? Abby diculik? Sudah telepon polisi? Ya, oke. Jangan khawatir, bu, kami akan menemukan Abby.” Greg menutup percakapan “Kita harus kembali ke kediaman Sunendra.”
“Biar kutebak, Abby ada di sana?” Steven memakai kaus hitamnya.
“Jika mengacu pada kata ‘eksperimen’ yang dikatakan ibunya, jawabannya mungkin.” Greg membuka pintu kamar dan keluar bersama Steven.
Mereka berdua berjalan menuju garasi dan menaiki sepeda motor masing-masing, mereka berangkat meninggalkan rumah tersebut menuju kediaman Sunendra.
Steven dan Greg memarkirkan sepeda motor mereka di depan gerbang masuk komplek Permata Arcamanik, mereka berlari menuju kediaman Sunendra secara diam-diam. Saat tiba, mereka melihat dua orang yang memakai pakaian lab putih membawa seorang gadis masuk, gadis itu tak lain adalah Abby yang tak sadarkan diri.
Steven dan Greg mengikuti kedua orang itu secara diam-diam sebelum pintu gerbang rumah tersebut benar-benar tertutup. Mereka kembali mengikuti dan masuk ke dalam rumah tersebut, mereka pun turun ke lantai bawah tanah.
Steven dan Greg melihat kedua orangtua Josh yang diminta untuk menandatangani formulir eksperimen yang baru.
“Apa hubungannya eksperimen dengan Abby?” tanya Greg.
“Tak tahu, kita lihat saja.” Steven menarik Greg untuk bersembunyi saat salah satu orangtua Josh hampir melihat mereka “Kita hampir ketahuan.”
“Kita harus cari Abby!” Greg kembali berjalan secara diam-diam untuk mencari Abby, saat berjalan, mereka melihat banyak sekali mayat-mayat yang tampak dibunuh dengan cara mutilasi serta sudah diawetkan, yang mengagetkan Steven dan Greg.
“Banyak sekali mayatnya..” Steven mengambil iPhone-nya dan memotret mayat-mayat itu “Ini bisa dijadikan bukti kuat jika keluarga Sunendra bersalah.”
Tiba-tiba alarm tanda ada penyusup berbunyi, mereka berbalik ke belakang, sudah terlihat seorang satpam yang menyahut kepada mereka. Mereka berdua lari dikejar satpam tersebut, mereka berlari lurus dan berbelok-belok, tapi Greg terjatuh dan ditangkap satpam tersebut. Steven menghentikan langkahnya.
“Steven, lari!” teriak Greg.
“Bagaimana denganmu?!”
Greg mulai diseret oleh satpam itu “Aku takkan apa-apa, aku akan segera menyusul!”
Steven kembali berlari, ia berbelok dan mengambil sebuah pistol, ia mengisi peluru pistol tersebut. Ia kembali berjalan secara diam-diam serta mencari Abby sambil menelepon polisi. Setelah itu, beberapa petugas menghampirinya sambil memperingatkannya, tapi Steven langsung menembak mereka tanpa ba-bi-bu.
***
Di rumah Steven, Devon keluar dari kamarnya sambil bertelanjang dada hanya untuk mengecek kamar Steven apakah Steven sudah tidur atau belum, tapi ia tidak menemukan Steven di dalam kamar yang berantakan itu.
“Gina, mana Steven?” tanya Devon.
“Tadi dia bersama Greg di kamar. Memang sekarang dia tak ada?”
“Tidak ada.” Devon masuk ke dalam kamar tersebut, ia melihat laptop Steven yang masih menyala, ia membuka laptop tersebut, ia pun mengetahui ada berita yang mungkin menarik perhatian Steven dan belum dibaca, ia memklik link tersebut, dan ia pun kaget.
***
Greg dibawa ke sebuah lab yang tampak aneh dan mengerikan, ada beberapa pisau dan gergaji mesin, ia pun di dorong ke sebuah meja besi. Josh dan kedua orangtuanya muncul.
“Jadi ini laki-laki yang menyusup ke rumah kita?” tanya Nyonya Sunendra.
Greg berteriak dengan keras “Aku tahu semua yang Anda rencanakan, Tuan dan Nyonya Sunendra! Kalian merencanakan robot yang bernama Joshua Sunendra sebagai eksperimen kalian! Aku tahu saat robot itu rusak, Anda menggantinya…”
Nyonya Sunendra langsung menjawab “Sebenarnya Josh bukan eksperimennya.” Ia pun berbisik pada suaminya “Ini takkan berjalan lancar dengan baik jika ia dibiarkan hidup.”
“Ya, lebih baik kita lakukan cara kita saja.” tanggap suaminya.
“Ya, manusia memang tidak stabil dan konsisten.” Nyonya Sunendra mengambil obeng mekanik dari sebuah laci, ia memasukkan obeng itu pada telinga kanan suaminya, ternyata sebuah chip yang diambil “Mereka dikendalikan oleh emosi, itu hal yang membuat mereka menjadi seperti sekarang.”
Tuan Sunendra mendadak bergerak dan berkata tanpa ekspresi “Kami pikir memiliki manusia di rumah kami merupakan ide yang bagus. Ya, manusia seperti Landon memang pantas membantu pekerjaan rumah, tapi dia mati.”
Greg pun langsung berlari, tapi ia ditahan oleh Nyonya Sunendra yang mendorongnya ke meja eksperimen, ia langsung diikat agar ia tak bisa lolos dari meja tersebut bersama Abby “Anda… Anda membunuh Landon! Anda membunuh seorang remaja yang tak bersalah! Anda memutilasi dia! Anda membunuh anak Anda sendiri!”
“Landon bukanlah anak kami, dia eksperimen kami yang gagal.” jawab Nyonya Sunendra, “Jadi kami bunuh saja dia, Josh memotong kepalanya dengan gergaji terlebih dahulu, pokoknya kematian itu dahsyat dan melihatnya saja menyenangkan, banyak darah yang keluar ke seluruh ruangan ini. Pokoknya eksperimen kami yang gagal sudah dimusnahkan. Apalagi, manusia itu tahu banyak tentang rahasia kita.”
Greg mengingat beberapa mayat yang diawetkan dan disimpan oleh kediaman Sunendra “Jadi Anda membunuh setiap orang yang tahu rahasia Anda? Anda memutilasi mereka?! Anda takut jika rahasia Anda terbongkar?! Anda tak malu jika dipanggil pengecut?!”
“Ayah, ibu, akan kubunuh mereka berdua.” ucap Josh.
Nyonya Sunendra mengambil gergaji mesin dan menyalakannya, ia menyerahkan gergaji mesin itu pada Josh. Sementara itu, Steven pun melihat mereka dari luar, pintu tertutup, tapi untungnya ada kaca di bagian atas pintu.
Josh bersiap untuk membunuh Greg “Nak, nanti kau akan bertemu gadis ini di neraka.” Tiba-tiba ia tertembak di bagian kepala, ia langsung terjatuh bersamaan dengan gergaji mesin yang dipegangnya, gergaji mesin itu memotong tubuhnya menjadi dua bagian.
“Siapa itu?!” Tuan Sunendra juga tertembak di kepala setelah berteriak, ia juga terjatuh ke lantai bersama Josh setelah tertembak.
Steven menendang pintu lab tersebut, namun ia langsung ditangkap oleh Nyonya Sunendra dan menjatuhkan pistolnya “Aku tahu semuanya! Aku tahu rahasia kalian!”
Nyonya Sunendra memegang dengan keras kedua tangan Steven “Kau pikir kau akan aman?! Kau pikir akan ada yang menyelamatkanmu! Tak ada! Polisi takkan percaya dengan keadaan sekarang, karena rahasia kami akan terjaga selamanya!! Kau akan mati terlebih dahulu!” Beliau tidak sadar bahwa gergaji mesin tersebut terlihat melayang, Steven mengetahui bahwa Ben yang membuat gergaji mesin terlihat melayang, ia menendang kaki Nyonya Sunendra hingga terjatuh. Steven membanting Nyonya Sunendra ke meja eksperimen dan memborgolnya, serta ia juga melepas borgol Greg dan Abby.
“Serahkan pada Ben, kita bawa Abby!” ucap Steven, ia mulai membawa Abby bersama Greg dan berlari keluar dari tempat tersebut.
“Aku benar-benar tak takut dirimu!” teriak Nyonya Sunendra.
“Mari kita lihat apa kau punya perasaan takut atau tidak.” ucap Ben, meski tidak terlihat oleh Nyonya Sunendra sambil menyalakan gergaji mesin tersebut.
Nyonya Sunendra pun mengambil sebuah gergaji mesin satunya lagi dan mulai bertahan dari serangan yang tidak terlihat kecuali hanya gergaji mesin tersebut dengan tanpa perasaan “Aku tidak takut padamu, hantu, tunjukkan dirimu agar aku bisa membunuhmu,”
“Benarkah? Sebenarnya aku sudah terbunuh.” ucap Ben saat Nyonya Sunendra lengah dan membuat Nyonya Sunendra menjatuhkan gergaji mesinnya.
“Aku tidak takut sama sekali dengan dirimu, aku tidak punya perasaan takut.” ucap Nyonya Sunendra.
“Kau sudah mengatakan itu tiga kali.” ucap seseorang yang terdengar mirip bagi Nyonya Sunendra. Suara itu berasal dari mayat Landon yang tiba-tiba muncul menemuinya bagaikan zombie, begitu juga para korban yang juga dibunuh oleh keluarga Sunendra yang bergerak mengikuti Landon.
Nyonya Sunendra pun berlari keluar dari lab tersebut, saat ia berlari, ia melihat para satpam sudah tewas terbunuh dan termutilasi, ekspresinya ternyata berubah dari tanpa ekspresi menjadi takut. Tapi setiap kali ia berlari, ia tetap berlari lurus, tidak ada belokan sama sekali, ia merasa ia bolak-balik secara tiba-tiba, lalu ia ditangkap oleh Landon dan para korban yang membuatnya terjatuh.
“Tidak, kalian tidak mungkin masih hidup! Ka… kalian sudah mati.” ucap Nyonya Sunendra.
Landon membalas sambil mencekik leher Nyonya Sunendra “Setidaknya kau harus meminta maaf padaku. Aku ini anakmu, bukan eksperimen.”
“Bukan, kau bukan anakku, kau ini eksperimen. Aku tak sudi meminta maaf manusia seperti dirimu dan diri kalian.”
“Kalau begitu…”
Ben muncul di hadapan Nyonya Sunendra sambil membawa gergaji mesin “Kau memang bukan manusia, dan kau memang tidak berperasaan. Tapi nyatanya kau berperasaan sekali, kau memang bukan manusia, dan akan kutunjukkan apa itu kematian.” Ben akhirnya membelah kepala Nyonya Sunendra menjadi dua hingga benar-benar mati.
***
Saat Steven dan Greg berhasil keluar dari rumah tersebut sambil membawa Abby, mereka melihat beberapa mobil polisi yang tiba di sana beserta sang ibunda Abby. Mereka membawa Abby pada ibunya serta membangunkannya. Saat Abby bangun, ia bertanya apa yang terjadi, ia tak ingat seharian ini dan mengapa ia berada di tempat tersebut, tapi ibunya senang ia sudah kembali, ia juga berterima kasih pada Steven dan Greg yang telah menyelamatkannya.
Steven dan Greg berjalan keluar dari komplek tersebut dan menaiki sepeda motor masing-masing, mereka meninggalkan komplek tersebut saat Abby memeluk ibunya. Abby berpikir ia harus lebih berterimakasih pada Steven dan Greg karena bukan hanya memecahkan kasus pembunuhan Landon, tapi juga menyelamatkannya.
Steven dan Greg pun akhirnya tiba di rumah Steven pada pukul 22:55. Steven melakukan salam khasnya pada Greg sebelum memasukkan sepeda motornya ke garasi.
“Sampai jumpa di sekolah?” ucap Steven.
Greg membalas salam tersebut “Ya.”
Steven memasukkan sepeda motornya ke dalam garasi dan masuk ke dalam rumah. Greg tengah akan meninggalkan rumah tersebut, tapi ia melihat Devon dan Gina yang keluar dari pintu depan. Greg melihat Gina menangis.
“Mana Steven?” tanya Gina.
“Dia sudah pulang, tante, dia baik-baik saja.” jawab Greg.
“Ayahnya… dan… kakaknya…, mereka sudah tiada!” Gina memeluk Greg.
“Aku turut berduka, tante.” Greg membalas pelukan tersebut.

Steven berlari menuju kamarnya, ia melihat laptopnya yang masih menyala saat masuk, ia membaca berita tersebut, ternyata ia mengetahui bahwa ayahnya sudah tewas terbunuh.

Comments

Popular Posts