Strange Case Episode 9
Strange Case is classified 15+, it contains strong violence and supernatural themes, it is not recommended for people under 15.
9. In Case of Bitch
Sister
Hari Minggu
pukul 09:55, Steven mengunjungi IBS Radio
Bandung Headquarters untuk mengunjungi Greg yang akan selesai siaran lima
menit berikutnya. Ia tetap di rumah dari hari Kamis hingga Sabtu karena
diadakannya pemakaman ayahnya di luar kota, sementara mayat Ben sama sekali
tidak ditemukan karena menghilang secara aneh saat otopsi dilakukan beberapa
waktu lalu. Steven ingat bahwa informasi menghilangnya mayat Ben didapatnya
dari situs detik.com yang disimpan Greg, tapi berita tersebut tampak dihapus.
Steven menatap
Greg yang sedang siaran radio sambil menerima telepon dari seorang klien “Ini
Steven, ada yang bisa saya bantu?”
“Kau detektif
yang berhasil memecahkan kasus pembunuhan Linda yang mencuri gaun merah itu?”
tanya sang klien.
“Ya, benar, ini
siapa?”
“Aku Ana, aku
butuh bantuanmu untuk memecahkan masalah yang sedang kuhadapi sekarang, tapi
ini mungkin tidak masuk akal.”
“Oke, aku akan
segera ke sana untuk mendengarkan ceritamu, kau tinggal di mana?”
Ana memberitahu
alamat rumahnya “Itu di daerah Cipaganti.”
“Oke, terima
kasih, Ana.” Steven menutup teleponnya, ia menemui Greg saat siaran radio
selesai “Greg, kita ada klien yang butuh bantuan.”
“Kau baik-baik
saja? Aku turut sedih mendengar kematian ayahmu. Bagaimana dengan ibumu?” Greg
mengambil tasnya.
“Ibuku belum
ditemukan, polisi sedang mencari ibuku, aku tak tahu apa ibu masih hidup atau
tidak. Kita semakin dekat dengan sang pembunuh.”
“Ganti topik,
siapa nama klien kita” Greg membuka pintu depan kantor tersebut dan keluar
bersama Steven.
“Namanya Ana,
dia tinggal di dekat sini, daerah Cipaganti.” Steven menyalakan mesin motornya
dan memakai helmnya.
Steven dan Greg
segera mengendarai sepeda motor masing-masing menuju rumah Ana yang terletak di
daerah Cipaganti. Saat mereka tiba, mereka merasa aneh pada rumah Ana yang
ternyata adalah sebuah gubuk tua dan terlihat jelek, tembok kayu gubuk tersebut
sangat lapuk.
“Apa yang
terjadi? Apa Ana orang miskin?” tanya Greg.
“Kita lihat
saja.” Steven memarkirkan sepeda motornya, ia dan Greg mengetuk pintu “Ana, ini
aku, Steven.”
Ana membukakan
pintu tersebut, ia terlihat membawa seekor katak “Kau datang juga akhirnya.”
“Oh ya, ini
Greg, rekanku dalam memecahkan kasus.”
Greg berjabat
tangan dengan Ana “Senang bertemu denganmu, Ana, kau suka mendengarkan siaran
radioku?”
“Dulunya, sampai
rumahku seperti ini, rumahku benar-benar dikutuk. Lihatlah, rumahku sebenarnya
terlihat lebih baik dari ini sebelum dikutuk!” Ana menunjukkan isi gubuk
tersebut, tidak ada apa-apa selain hal yang sangat kuno, misalnya kursi dan
meja menjadi sebuah tikar yang rusak, bahkan tempat tidur yang terbuat dari
batu “Dan katak ini sebenarnya kakakku yang juga dikutuk.”
“Pangeran
katak?” Greg memegang katak tersebut “Apa semua yang ada di rumah ini
terkutuk?”
“Tentu saja,
termasuk…” Ana mengantar Steven dan Greg menuju kamar orangtuanya, kedua
orangtuanya ternyata terbaring lemas di tempat tidur yang terbuat dari batu
“Mereka sudah tertidur selama kurang lebih empat minggu, keluargaku dikutuk,
aku bahkan tidak bisa sekolah lagi karena aku sudah dipermalukan dengan
keluargaku yang terkutuk ini.”
Steven bertanya
sambil berjalan menuju ruang tamu yang tidak ada perabotan apapun “Bagaimana
sekolahmu? Apa teman-temanmu ada yang bertingkah aneh padamu?”
Gadis yang
memiliki rambut hitam yang rontok dan banyak jerawat di wajahnya menjawab
“Tidak, aku baik-baik saja dengan teman-temanku, hubungan kami baik.”
Greg menjatuhkan
sesuatu dari sebuah meja yang ternyata sebuah tas putih sederhana yang berisi
sebuah buku saat katak yang dipegangnya melompat ke lantai. Ia membuka halaman
depan buku tersebut, ia mengetahui bahwa buku tersebut berisi mantra sihir yang
bisa dipelajari “Steven, aku menemukan sesuatu.”
Steven berjalan
menemui Greg dan melihat buku tersebut “Itu buku apa, Greg?”
Greg membuka
beberapa halaman buku tersebut “Sepertinya ini buku mantra, berarti seseorang
dari keluarga ini adalah penyihir, aku bisa menebak penyihirnya siapa, Ana.”
Steven menatap
Ana sambil berkata pada Greg “Dua kemungkinan, seseorang mengutuk keluarga Ana,
atau Ana mengutuk keluarganya sendiri.” Ia pun menemui Ana “Ana, maaf jika ini
menyinggungmu, tapi apa kau penyihir?”
“Ya, benar.”
Greg bertanya
“Apa kau tidak sengaja mengucapkan mantra untuk mengutuk keluargamu sendiri?”
Ana membalas dengan menggelengkan kepalanya.
“Berarti bukan
Ana pelakunya.” ucap Steven “Ana, apa kau tahu salah satu temanmu adalah
penyihir?”
“Tidak, tapi
teman kakakku yang bernama Asman tampak memata-matai kami, aku seharusnya tahu
kalau Asman itu pelakunya!” Ana pun menangis “Aku benar-benar menyesal pada
kakakku yang berteman dengan Asman! Ternyata Asman jahat sekali!”
“Kau tahu di
mana rumah Asman?” tanya Greg.
“Dekat sini
kalau tidak salah.”
Steven memberi
kartu namanya “Ana, jika kutukannya semakin parah, sebaiknya kau telepon, dan
ini kartu namaku, kami akan menangkap Asman.”
Steven dan Greg
keluar dari rumah tersebut dan mulai mencari rumah Asman dengan berjalan kaki
karena rumah Asman cukup dekat, hanya 100 meter dari rumah Ana. Rumah Asman
terlihat simple, tembok cat putih,
atap merah berbentuk segitiga, dan taman yang tampak biasa saja, hanya
rerumputan. Steven pun mengetuk pintu.
“Asman, kami
temannya Ana, kami ingin bicara.” Steven mengetuk pintu dengan keras “Asman,
kau di rumah?”
Greg membuka
kotak surat Asman dan mengambil salah satu surat, ia membaca surat tersebut
“Steven, Asman pasti pergi ke salah satu acara yang seperti ini, acara
penggalangan dana di Savoy Homann malam ini.”
Steven membaca
undangan tersebut “Anda diundang ke sebuah pesta kostum penggalangan dana untuk
Gerakan Pramuka Indonesia di Hotel Savoy Homann jam 8 malam.” Ia menyimpan
undangan tersebut “Kita harus ke sana malam ini jam 8 untuk mencari Asman.”
“Dan kita harus
tentukan kostum apa yang kita kenakan.”
“Kita tak butuh
kostum.” Steven menaiki sepeda motornya “Sampai jumpa di pesta nanti.” Ia
berangkat meninggalkan rumah tersebut menuju rumahnya.
***
Pukul 20:00, di
aula Savoy Homann, pesta kostum penggalangan dana untuk Gerakan Pramuka
Indonesia segera dimulai, banyak tamu yang memakai kostum favorit mereka yang ada
yang tampak berkelas, trendi, ataupun menyeramkan seperti kostum pesta Halloween, mereka memperhatikan Yuna,
yang akan membuka pesta tersebut dan bernyanyi di panggung depan mereka.
“Selamat datang
di pesta penggalangan dana untuk Gerakan Pramuka Indonesia. Atas nama para
pramuka di seluruh Bandung, saya ingin berterimakasih kepada semua yang telah
menyumbangkan sejumlah dana dan mendukung para pramuka.” sambut Yuna yang
tampil dengan cantik dengan jilbab dan gaun yang menutupi seluruh tubuhnya,
semuanya serba putih, ia memainkan pianonya dan menyanyikan lagu orisinilnya
yang berjudul “Hujan Pun Menangis”.
Steven tiba di
pesta tersebut, tapi ia hanya memakai T-shirt hijau, celana jeans, dan sepatu
kets yang biasa ia pakai, ia mulai mencari orang yang bernama Asman sementara
para tamu mulai berdansa menghadap panggung. Ia pun tanpa sengaja menubruk Greg
yang berjalan dari samping kirinya.
“Steve, kau
tidak memakai kostummu?” kata Greg yang mengenakan kemeja putih, jas hitam,
celana hitam, dasi, kacamata hitam, dan sepatu hitam.
“Aku sebagai
diriku sendiri, hanya memakai pakaian sehari-hari.” jawab Steven “Yang penting
kita harus cari orang yang namanya Asman sambil menikmati pestanya.”
“Aku akan ambil
minum.” Greg melangkah meninggalkan Steven menuju tempat minum, ia mengambil
segelas Pepsi dan meminumnya,
seorang pemuda yang sepertinya yang
lebih tinggi 3 centimeter darinya, pemuda itu memuji kostum Greg sambil
tersenyum, Greg melihat pemuda tersebut memakai seragam polisi sebagai
kostumnya, rambut panjang dan gondrong, serta tampak memakai lensa kontak
hijau.
Greg membalas
“Apa kau ingin jadi polisi?”
“Ini hanya
kostum, apa kau Greg yang siaran radio tadi pagi?” tanya pemuda tersebut.
“Ya, benar.”
“Kebetulan
sekali, kami butuh seorang host
sepertimu.”
Greg mengetahui
bahwa pemuda tersebut menatapnya dengan tajam “Tidak, terima kasih, saya hanya
ingin melihat-lihat pesta ini, saya juga sedang bersama teman.” Ia juga
memandang pemuda tersebut menuangkan Vodka
ke dalam gelas yang diambilnya.
“Kau mau Vodka?” tanya pemuda tersebut.
Greg menolak
“Aku tidak minum alkohol.”
“Apa yang
membawamu ke sini?” Pemuda tersebut meminum Vodka-nya.
“Temanku ingin
menyelidiki kasus yang bisa dianggap aneh bagi orang awam, kasusnya, Steven dan
aku mendapat laporan dari seorang klien yang bernama Ana, tapi ini yang
anehnya, kakaknya dikutuk menjadi katak, dan kedua orangtuanya yang sedang
koma, dan rumahnya yang mendadak menjadi sebuah gubuk kuno.” Greg melihat
pemuda tersebut tersenyum “Kenapa kau senyam-senyum sendiri?”
“Tidak, aku
hanya turut berduka, dan semoga berhasil dengan penyelidikannya.” Pemuda
tersebut langsung pergi meninggalkan Greg sambil meminum Vodka.
Steven masih
mencari Asman, ia bertanya kepada para tamu jika mereka kenal Asman, sayangnya,
nihil, ada yang menjawab tidak tahu dan ada juga yang menjawab tidak melihatnya
datang. Ben muncul dan mengikutinya.
“Steven, kakak
tak sependapat dengan para tamu, ada yang jujur, ada juga yang bohong, yang
bohong berkata Asman tidak datang, mereka juga tidak melihat ada Asman.” kata
Ben.
Steven mengambil
sepiring baso tahu dengan saus kacang dicampur kecap saat mendengar perkataan
Ben, ia membalas “Kau tahu dari mana kalau mereka berbohong, kak? Kakak punya
pendeteksi kebohongan?” Ia mulai memakan baso tahu sambil berdiri.
“Steven, kakak
ingat cara mendeteksi kebohongan, ada orang yang memakai bahasa tubuh aneh, ada
juga yang diam sejenak, kakak curiga kalau itu kebohongan.”
“Sekarang kakak
berkata curiga, padahal sebelumnya kakak tahu kalau mereka berbohong, jadi yang
mana yang benar, curiga atau tahu? Apa kakak tahu siapa itu Asman?”
“Ya, kakak tahu,
Asman itu orang yang rambutnya kurang lebih afro, kulit gelap, dan memakai
kostum penyihir.”
“Biar kutebak,
dia sama seperti Ana! Dia penyihir, aku harus panggil Greg sebelum dia
melakukan yang tidak-tidak pada pesta ini.” Ia menghabiskan baso tahu tersebut
dengan cepat, ia meletakkan piring di bawah kursi, ia pun menelepon Greg “Greg,
aku tahu karakteristik Asman, rambutnya agak afro, kulit gelap, dan…”
Ben memberitahu
Steven “Kostum penyihir.”
“…memakai kostum
penyihir.”
“Steven, aku di
belakangmu sekarang.” Greg ternyata mengikuti Steven dan menutup teleponnya
“Kau curiga kalau dia itu penyihir? Hanya dengan kostum penyihir.”
“Dia sama
seperti Ana, dia penyihir!”
Ben berkata lagi
“Steven, sebenarnya Asman sudah pergi, aku dengar dia bilang pada
teman-temannya kalau dia tidak enak badan.”
“Asman sudah
pergi, dia tak enak badan katanya.” kata Steven pada Greg sambil menaruh piring
di bawah sebuah kursi tamu.
Greg bertanya
“Kau bicara dengan kakakmu lagi?”
“Ya, kau pikir
orang-orang di sini kalau aku sudah gila ‘kan?” Steven membuka pintu keluar
aula tersebut dan keluar bersama Greg “Karena Asman sudah tidak ada lagi di
sini, besok kita pergi ke rumahnya sepulang sekolah.”
Steven dan Greg
keluar dari hotel tersebut, mereka pun pergi meninggalkan pesta yang tampak
ramai dikunjungi para pramuka itu.
***
Senin, jam 1:30
siang, Steven dan Greg tiba di depan rumah Asman. Lagi-lagi, Asman tidak ada di
rumah tersebut, pintu rumah terkunci. Steven dan Greg memutuskan untuk
mendobrak pintu, mereka berlari dan membuka pintu secara paksa. Pintu rumah
tersebut pun terbuka. Ternyata rumah Asman tampak rapi, meja dan kursi di ruang
tamu tampak tertata dengan rapi, perabotan-perabotan yang bersih di ruang makan
dan dapur, hanya saja saat mereka masuk ke sebuah kamar yang mereka duga kamar
Asman, mereka melihat tempat tidurnya yang masih rapi, bahkan laci-lacinya yang
masih tertutup meja belajarnya juga terlihat rapi tanpa ada barang sedikitpun,
rak bukunya juga berisi buku-buku yang tertata dengan baik.
Steven berpikir
mungkin Asman rajin membereskan semua yang ada di rumahnya, sementara Greg
menemukan sebuah surat yang isinya bahwa ibunya Asman tidak akan kembali untuk
selamanya ke rumah tersebut.
“Steven, mungkin
kau ingin melihat ini.” Greg menunjukkan surat tersebut kepada Steven.
Steven pun
membaca surat tersebut, ia juga membalikkan surat tersebut dan membaca tulisan
di bagian yang paling bawah, tulisannya adalah “Tujuan utama: Balas dendam pada
Ana”, hal tersebut membuat ia berpikir bahwa Asman sudah dipastikan pelaku yang
mengutuk keluarga Ana.
Mereka pun
melangkah keluar dari rumah tersebut, mereka memutuskan untuk mengunjungi rumah
Ana kembali. Saat mereka tiba, Steven mengetuk pintu gubuk tersebut.
“Ana, kami tahu
siapa yang mengutuk keluargamu! Tolong buka pintunya!” Steven mengetuk pintu
“Ana, tolong buka pintunya!”
Greg memandang
ke arah jendela, ia pun masuk ke dalam gubuk tersebut dari jendela tanpa kaca
itu, ia melihat Ana yang tergeletak pingsan beserta piring-piring yang pecah di
dekat meja makan, ia melihat wajah Ana yang kini sudah lebih dari tidak cantik
lagi. Muka Ana sudah penuh dengan cacar besar, kulitnya juga terdapat banyak
borok, ia pun memanggil Steven.
Steven masuk
dari jendela dan menemui Ana yang pingsan, ia mengecek detak jantung Ana
“Panggil ambulan! Detak jantungnya melemah!”
Greg mengambil Samsung Galaxy Note dari saku celananya,
tapi tangan Ana memegang tangan kanan Greg sambil menggeleng.
Ana berkata saat
ia sadar “Percuma saja kalian membawaku ke rumah sakit, kutukan keluargaku
semakin parah.”
“Ana, kami tahu
pelakunya! Pelakunya Asman, dia juga penyihir sepertimu!” kata Steven.
Ana menggeleng “Asman
pelakunya, aku tak tahu apa dia itu penyihir atau tidak, tapi aku tahu pelaku
yang sebenarnya.”
“Apa benar Asman
pelakunya? Ataukah dia itu orang lain?” tanya Greg.
“Sebenarnya
pelakunya, dia… juga… penyihir… sepertiku…” Ana pun kembali pingsan.
“Oh tidak, Ana,
bertahanlah!” Steven mengetahui nafas Ana semakin melemah, ia memberikan
pernafasan buatan pada Ana, ia juga berusaha untuk menekan dada Ana.
Tiba-tiba
terdengar teriakan yang keras, Greg berlari menuju kamar orangtua Ana, di mana
suara itu bersumber, ia melihat kedua orangtua Ana berteriak dengan keras
meminta tolong untuk menghentikan kutukan yang terjadi pada keluarga Ana, Greg
pun kaget bahwa kedua orangtua Ana mengalami kesurupan dan tersiksa dengan
kutukan tersebut.
Steven masuk ke
dalam kamar tersebut dan kaget saat melihat kedua orangtua Ana kesurupan, ia
mulai menenangkan keduanya, tapi terlambat, kedua orangtua Ana kembali dalam
keadaan koma.
“Apa yang
sebenarnya terjadi? Mereka koma, lalu bangun dan kesurupan, lalu koma lagi.”
ucap Greg.
Steven mengecek
detak jantung kedua orangtua Ana “Detak jantung mereka melemah, berkat kutukan
itu keadaan semakin parah! Kita harus cari Asman sekarang!”
Steven dan Greg
berlari meninggalkan gubuk tersebut dan kembali menuju rumah Asman. Kali ini,
Asman terlihat tiba di rumahnya, Steven dan Greg menemuinya.
“Kami tahu
rahasiamu, Asman.” ucap Steven.
“Apa? Darimana
kalian tahu namaku? Dan apa kalian masuk ke dalam rumahku?!” tanya Asman.
Greg menjawab
“Kami tahu apa yang terjadi pada Ana dan keluarganya, ada yang mengubah rumah
Ana menjadi sebuah gubuk. Lagipula, kami tahu kau berteman dengan kakaknya Ana,
kau bahkan mengutuk temanmu sendiri menjadi katak.”
“Kalian ini
bicara apa? Aku bahkan tak tahu kalau aku punya sihir, lagipula, sihir itu tak
ada! Dan kutukan itu hanya kebetulan semata saja! Yang kalian anggap kutukan
itu tidak ada, itu hanya siksa dari Tuhan semata saja untuk Ana! Karena aku
tahu Ana itu sangat berdosa, dia bahkan membenciku dan pernah meludahiku! Kau
tahu kalau kakaknya juga ikut-ikutan sombong, ya, mereka juga…”
Steven memotong
“Kami tahu kau berbohong, Asman. Sebaiknya kau jawab atau kupanggil polisi agar
kau masuk penjara.”
“Hei, mana bisa
kutukan itu jadi bukti, lagipula polisi takkan percaya dengan hal itu.”
Steven bertanya
lagi “Kalau begitu mana buku pembalik mantra itu? Apa kau menyimpannya? Greg,
cari buku itu!”
Greg masuk ke
dalam rumah tersebut, sementara Asman meludahi muka Steven, yang membuat Steven
tampak ingin memukul Asman, tapi memutuskan untuk tidak melakukan hal itu
“Steven, aku tak
menemukan buku itu!” ucap Greg keluar dari rumah tersebut “Sebaiknya kita bawa
dia ke Craig, kebohongannya akan terbukti jika ia mendengar kalimatnya.” Ia
mengambil sebuah borgol dari tasnya yang diletakkan di sepeda motornya.
“Kau dapat
darimana borgol itu?” tanya Steven.
“Aku mengambil
dari kantor ayahku.” Greg memasang borgol tersebut pada kedua tangan Asman
“Mari kita temui pendeteksi kebohongan.”
***
Pukul 14:07,
mereka tiba di rumah sakit di mana Craig bekerja, yang tak lain adalah Rumah
Sakit Hasan Sadikin, mereka memasuki rumah sakit tersebut. Di dalamnya, banyak
orang-orang sakit yang membutuhkan pengobatan, mereka melihat beberapa pasien
yang akan dirawat di rumah sakit tersebut terbaring di tempat tidur sambil
dibawa oleh para suster.
Steven bertanya
kepada salah satu suster jika Craig bekerja pada hari itu, suster tersebut pun
menelepon Craig agar segera datang serta mempersilahkan Steven, Greg, dan Asman
duduk di kursi tunggu. Greg tetap mengawasi Asman jika ia akan melarikan diri,
Greg pun menatap tajam Asman, ia berkata bahwa kebohongan akan terungkap jika
Craig membaca pikiran Asman.
Craig akhirnya
tiba dan masih memakai seragam paramedis, ia menemui Steven “Padahal aku tidak
memberitahu di mana aku bekerja, dari mana kalian tahu?”
Steven langsung
mengatakan intinya “Jawabnya nanti saja, kami punya pelaku yang sudah jelas
membuat keluarga Ana menderita.” Ia menatap Asman “Asman, kami sudah tahu
rencanamu, jawablah dengan jujur, apa kau punya mantra pembalik kutukan itu?”
Asman menjawab
“Aku bukan penyihir, dan aku tidak memiliki mantra itu! Sudah kubilang, aku tak
punya!” Ia menatap Greg “Aku ingin pengacara! Bukankah remaja juga bisa
mendapat pengacara?”
Greg pun berkata
sambil menghadap Asman “Kau masih saja tidak aman mengingat kau terlibat dalam
hal ini.”
Asman membalas
“Apa kalian mengadukanku ke polisi?”
Craig menjawab
“Aku juga mendapat pikiran kalau kau ikut bersama seseorang untuk merencanakan
sesuatu bersama orang itu untuk mengutuk keluarga Ana.”
Greg menarik
kedua tangan Asman yang diborgol “Ayo, kita ke kantor polisi di mana ayahku
bekerja.” Ia membawa Asman keluar dari rumah sakit tersebut.
Steven berbicara
kepada Craig sambil berjalan keluar dari rumah sakit tersebut “Bagaimana dengan
pelaku yang satu lagi?”
Craig
menjelaskan pelaku yang memberikan kutukan pada keluarga Ana memiliki rambut
panjang gondrong, memakai lensa kontak hijau, dan badan yang cukup tinggi,
setidaknya sedikit lebih tinggi dari Greg, tapi ia tidak mengetahui nama pelaku
tersebut.
Steven pun menemui
Greg dan berkata agar tidak membawa Asman kepada polisi, melainkan mereka akan
kembali ke rumah Ana. Craig membawa Asman masuk ke dalam mobil Opel hitamnya
untuk berangkat ke rumah Ana, sementara Steven dan Greg mulai mengendarai
sepeda motor mereka menuju rumah Ana.
***
Mereka tiba di
depan rumah Ana pada pukul 14:41, kali ini pintu gubuk tersebut terbuka, mereka
menemui Ana yang melihat kedua orangtuanya yang tengah sekarat di tempat tidur
sambil memegang kakaknya yang dikutuk menjadi katak di kamar.
Asman heran
mengapa ia tidak diantar ke kantor polisi melainkan ke rumah Ana, ia pun
akhirnya mengatakan pelaku yang satunya lagi, pemuda yang tinggi, lensa kontak
hijau, dan rambut panjang gondrong. Nama pemuda itu adalah Julian Istanto.
Greg pun mengetahui
pemuda yang dijelaskan oleh Asman, ia berkata bahwa ia pernah bertemu dengan
pemuda tersebut saat pesta penggalangan dana di Savoy Homann malam sebelumnya.
Ana juga
bercerita bahwa Julian Istanto pernah menaksirnya dengan sangat berlebihan, ia
pun tidak menyukai pemuda tersebut, akibatnya ia membaca surat cintanya di
depan seluruh teman-temannya agar pemuda tersebut merasa dipermalukan, ia
benar-benar melupakan pemuda tersebut sejak itu.
Suara seorang
pemuda terdengar, yang tak lain adalah Julian Istanto “Aku tidak melupakan
dirimu.” Ia tampak melayang dan kakinya tidak menyentuh lantai sama sekali.
Yang lainnya
berbalik melihat Julian dan kaget, sudah terbukti bahwa Julian merupakan
penyihir dengan melihat kedua kakinya melayang saja.
“Kau mau apa,
Julian?” tanya Ana.
“Aku ingin
mempermalukan dirimu, sama seperti caramu mempermalukan diriku. Dan lihatlah,
serta dengarlah.”
Kedua orangtua
Ana sekali lagi kesurupan dan berteriak dengan keras, kali ini, ada akar yang
keluar dari tubuh mereka, beserta batang kayu yang membuat darah keluar dari
dada mereka, bukan hanya itu, mereka juga tersiksa saat darah keluar dari
ketiak mereka.
“Apa yang kau
lakukan?!” tanya Ana.
“Sebentar lagi
mereka akan segera mati saat akar dan batangnya sudah memenuhi rumah ini,
begitu juga dengan yang lainnya.”
“Jadi kita semua
akan mati jika itu terjadi?” tanya Greg.
Julian hanya
tertawa “Aku takkan mati, hanya kalian saja yang akan mati.”
“Ya sudah,
terpaksa aku melakukan hal ini.” Ana mulai membaca mantra.
“Percuma, kau
takkan bisa mengalahkanku, kau sudah kukutuk.”
Tiba-tiba sebuah
cermin yang terpasang di dinding pecah, cermin tersebut sengaja dibuat tembus
pandang oleh Julian, semua cermin yang terpasang secara tidak terlihat di rumah
tersebut pecah. Steven dan Greg tidak menyangka ada cermin di rumah Ana yang
terkutuk. Pecahnya semua cermin membuat rumah Ana menjadi seperti semula, rumah
Ana bukanlah sebuah gubuk lagi, melainkan rumah yang lebih baik dibanding
biasanya. Setengah dari kutukan sudah terpecahkan, Steven pun berpikir untuk
benar-benar memecahkan kutukan tersebut hanya pada Julian.
“Percuma saja
kau mengembalikan rumahmu seperti semula, rumahmu tetap akan hancur oleh
batang-batang yang keluar dari tubuh kedua orangtuamu.”
Ana pun berkata
demikian “Aku akan menghentikanmu!” Ia membaca sebuah mantra lagi, dan Julian
juga membalas membaca mantra lebih cepat, mereka saling beradu baca mantra.
Asman berkata
“Jika mereka berhasil membaca mantra secara bersamaan, kita akan mati! Kita
harus keluar dari sini!”
“Serius?” tanya
Greg.
Asman pun
langsung keluar dari rumah tersebut, Greg dan Craig mengikutinya, tapi Steven
tetap berada di dalam rumah tersebut, melihat Ana dan Julian saling beradu
cepat membaca mantra.
“Kalian berdua,
hentikan!” teriak Steven.
Ana dan Julian
masih meneruskan membaca mantra secara cepat, hingga saat selesai, muncul
cahaya yang terang yang menyilaukan mata Steven yang membuatnya menutup mata
sambil berteriak. Setelah beberapa detik, ia membuka matanya, hanya ada Ana di
kamar tersebut, beserta kedua orangtuanya yang telah kembali seperti semula
serta masih terbaring di tempat tidur.
“Mana Julian?”
tanya Steven.
Ana menunjuk
sebuah batu yang mendadak muncul, ia pun mengatakan batu itu adalah Julian,
berarti Julian kalah cepat untuk mengucapkan mantra, ia terkutuk menjadi batu.
Sementara kedua orangtua Ana terbangun dari koma, dan kakak Ana kembali menjadi
manusia. Ana pun menemui keluarganya kembali seperti dulu, ia memeluk seluruh
keluarganya. Ia melepas pelukannya dan menemui Steven untuk berterima kasih.
Steven berjabat
tangan dengan Ana dan mengatakan untuk berhati-hati. Ia melangkah pergi
meninggalkan rumah tersebut, ia menemui Greg, Craig, dan Asman. Greg terlihat
lega bahwa Steven baik-baik saja, ia juga melepas borgol yang terpasang pada
kedua tangan Asman setelah mengetahui bahwa Asman hanya membantu Julian dan
bukan pelaku yang sebenarnya.
Asman melangkah
pulang menuju rumahnya, sementara Craig masuk ke dalam mobilnya dan mulai
mengendarai menuju rumahnya. Steven dan Greg saling berjabat tangan untuk pamit
pulang. Mereka mulai mengendarai sepeda motor masing-masing.
***
Di sisi lain,
pukul 23:58, dua orang misterius mendatangi Julian yang sudah dikutuk menjadi
batu di sebuah tempat pembuangan sementara dekat daerah Cipaganti. Salah satu
orang misterius itu menyentuh batu Julian.
“Bagaimana
dengan orang ini, apa kita akan mengembalikannya menjadi manusia?” tanya salah
satu orang misterius itu.
“Tidak, kita
sudah cukup mengandalkan orang ini.” Ia menjatuhkan batu Julian ke tanah hingga
menjadi beberapa keping batu “Steven itu orang yang pandai ternyata, dia
memecahkan beberapa kasus aneh, termasuk kasus ini, dia langsung bangkit
setelah mengetahui ayahnya tewas.”
“Terlebih, dia
mempunyai rekan yang sebenarnya bukan berasal dari sini, Gregory Alan Herlambang.”
“Gregory Alan
Herlambang? Si penyiar radio itu?”
“Tepat.” Mereka
menginjak salah satu batu hingga hancur, berarti rencana mereka baru dimulai.
Comments
Post a Comment