Rumput yang Bergoyang Episode 2
Rumput yang Bergoyang is classified PG, it contains some coarse language, for general reading, but may be unsuitable for young children.
Ah, Jakarta, tempat di mana semua mimpi
terwujud, kecuali jika mimpi Anda benar-benar orisinil dan tidak ada yang meng-copy
paste. Nama saya Maswendo Hardwick,
seperti yang Anda ketahui, saya penulis novel yang berjudul Rumput yang
Bergoyang. Seperti yang Anda ketahui,
sekali lagi, Rumput yang Bergoyang telah
diadaptasi sebagai sebuah sinetron Indonesia yang seharusnya tidak kejar
tayang, melainkan tayang secara mingguan, seperti serial drama Cinta Cenat
Cenut di Trans TV. Saya sebenarnya bertanya-tanya
pada seluruh produser atau yang sering disebut sebagai production house seperti SinemArt, MD Entertainment,
ScreenPlay, dan Amanah Surga Productions, apa dasar mereka membuat sinetron
kejar tayang sampai sekarang? Mengapa mereka seperti wajib membuat sinetron
kejar tayang yang sudah jelas-jelas tidak jelas lagi ceritanya lama kelamaan?
Sebenarnya sinetron kejar tayang sekarang ceritanya macam apa ini? Anda tahu
bahwa sebelumnya sinetron Rumput yang Bergoyang juga dibuat sebagai sinetron kejar tayang, hal itu membuat saya
benar-benar tidak setuju pada production house IBS Television Studios dan
saluran The IW yang ingin menjadikan sinetron ini kejar tayang. Hal itu membuat
semacam sebuah drama di balik layar sebelum akhirnya produksi sinetron dihentikan
secara tiba-tiba setelah 23 episode. Pada akhirnya, IBS Home Entertainment,
sekali lagi, merilis DVD berisi enam episode dari Rumput yang Bergoyang versi editan saya, bukan editan IBS
Television Studios maupun The IW. Baiklah, inilah episode kedua dari sinetron Rumput
yang Bergoyang. Selamat menyaksikan. Dan
saya bersumpah bahwa saya tidak akan menonton sinetron kejar tayang lagi!
Sinetron kejar tayang benar-benar tidak kreatif, tidak bermutu, dan…
Episode sebelumnya
Saat ia melihat bus malam berwarna
hitam, ia mengacungkan tangannya ke arah bus tersebut. Jadi… Kesimpulannya,
Nurhaliza tengah melarikan diri dari keluarganya sendiri! Maka, ia menaiki bus
malam tersebut untuk melarikan diri.
Gadis rambut pirang itu menunjuk
Nurhaliza kepada ayahnya “Lihat, ayah, kasihan sekali gadis itu.”
Fitri pun mengganti topik
pembicaraan “Besok kau sebaiknya pergi ke sekolah bersamaku,”
Nurhaliza menjawab dengan ragu “Ta…
Tapi, aku tidak masuk sekolah yang sama denganmu.”
“Tidak apa-apa, kita ‘kan harus
selalu bersama sebagai saudari,”
“Kau bahkan bukan saudariku,”
“Makanya kuanggap kau saudariku
sekarang. Kau butuh teman selain diriku juga, Nurhaliza. Aku masih punya banyak
teman, kok, meskipun ayahku di-PHK dan kami jatuh miskin.”
“Hai, Farel,” Fitri mencium pipi Farel
“Oh, ini teman gue, Nurhaliza, dia… baru-baru saja pindah rumah, maksudku…”
Fitri mencoba untuk berbohong agar pandangan Farel terhadap Nurhaliza tidak
buruk “Dia adalah siswa yang sedang menjalani pertukaran pelajar kok. Dia
sementara ini tinggal di rumah gue.”
Farel pun heran, padahal ia
baru-baru ini mengetahui bahwa ayah Fitri, Prabu, telah di-PHK dan jatuh
miskin. Ia juga memandangi seragam Fitri yang cukup kotor dan kampungan.
Alan pun berjalan menemui Nurhaliza
yang meratapi dirinya. Nurhaliza menatap beberapa gadis yang sedang bergosip
tentang dirinya. Laki-laki tampan itu menemui Nurhaliza “Kau tidak apa-apa?”
Nurhaliza terkejut ada seorang cowok berseragam sekolah seperti Alan
menemuinya. Alan pun melihat bekas luka pada lengan Nurhaliza “Kau kenapa
luka-luka begitu? Apa mereka menyiksamu saat kau mengemis?”
Nurhaliza pun berpikir, Astaga, kenapa cowok ini ke sini sih? Ya
Tuhan, kenapa cowok setampan ini datang kepadaku? Padahal ‘kan aku luka-luka
begini dan berpenampilan seperti pembantu murahan.
Alan pun berkata “Ayolah, jangan
sembunyikan. Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan sekarang. Sebaiknya kau jawab
secara halus dan pelan-pelan saja. Aku takkan bilang siapapun,”
Nurhaliza hanya menjawab “Tidak,
tidak, tidak. Kau adalah cowok yang baik mau menemuiku meski aku dekil kayak
gini, tapi aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu. Aku tidak bisa…”
Alan pun mengambil secarik kertas
dan pulpen dari saku celana abu-abunya, ia menulis sesuatu “Ini,” Ia memberi
secarik kertas tersebut kepada Nurhaliza “Jika kau butuh curhat, telepon atau
SMS saja aku. Kau tidak perlu menjadi tertutup.”
“Di mana sih itu anak?!” Erlanda
pun berdiri sebelum berjalan menuju lantai bawah tanah untuk mencari Nurhaliza.
Malena pun berkata “Dia kerjaannya
tidur melulu! Tidur melulu!”
Erlanda pun berteriak
“AAAAAAAAAAAAARRRRGH!!!”
“Ada apa, Pa?”
“Nurhaliza!! Nurhaliza!! Anak
badung itu menghilang! Dia hilang!!!”
Kamera pun close up ke arah wajah Malena yang berteriak seiring musik dramatis
diputar “APA?!”
Di ruangan bayi, di mana banyak
ranjang bayi yang terkumpul di ruangan tersebut. Seorang suster telah selesai
mengurusi bayi-bayi tersebut sebelum akhirnya pergi keluar dari ruangan
tersebut.
Tanpa sepengetahuan suster
tersebut, Erlanda dan Malena diam-diam memasuki ruangan bayi tersebut. Tanpa
berkata apapun lagi, mereka segera menukarkan bayi mereka yang terlihat tidak
cantik dengan bayi yang terlihat paling cantik sebelum akhirnya meninggalkan
tempat tersebut. Atau lebih tepatnya, bayi bernama Nurhaliza ditukar dengan
bayi yang bernama Fitri.
“Stop! Stop! Stop! Stop!! Stop!!!”
Seorang wanita berambut merah panjang muncul dari entah dari mana menemui
Farel.
“Mama?!” Farel memandang wanita
tersebut.
“Ngapain kamu di sini, Farel?!
Siapa dia?!”
“Dia pacar gue, Ma. Dia Fitri,”
Fitri pun memperkenalkan dirinya
“Saya Fitri, Bu…”
Wanita tersebut langsung menolak
“Ga, ga, ga, ga! Farel, Mama ga sudi kamu pacaran dengan gadis yang dekil kayak
dia!!” kamera pun segera close-up ke
arah wajah wanita itu dengan musik dramatis yang dimainkan berulang-ulang. Ia
segera menarik Farel meninggalkan Fitri “Ayo kita pulang!!”
Maswendo
Hardwick’s
RUMPUT YANG BERGOYANG
©
IBS Television Studios
Episode 2: Cinta Fitri
Kembali ke enam belas tahun yang
lalu, di mana kedua bayi yang bernama Nurhaliza dan Fitri lahir secara
bersamaan, di rumah sakit yang sama. Sang ibunda “Fitri” pun sangat bangga bisa
menggendong bayinya sendiri, sementara kedua orangtua “Nurhaliza” terlihat
sangat iri pada kedua orangtua “Fitri”, karena mereka berdua memiliki luka yang
paling dalam, sangat dalam pada hati mereka.
Mau tahu kenapa? Sebenarnya ini
terjadi tepat pada seminggu yang lalu, di saat Prabu menuduh Erlanda telah
melakukan korupsi berupa pencurian uang secara diam-diam dari sebuah perusahaan
bergengsi di mana mereka sebelumnya bekerja. Konfrontasi Prabu terhadap Erlanda
pun dilihat oleh seluruh karyawan di sebuah ruangan kantoran yang sudah umum di
sinetron Indonesia, sangat umum. Hanya ada meja, kursi, dan komputer beserta
sebuah laci, ditambah cat dinding putih.
Prabu menuduh Erlanda seiring musik
dramatis terdengar “Anda jangan macam-macam dengan perusahaan ini, Erlanda!
Saya tahu segala apa yang diperbuat oleh Anda, Erlanda! Saya tahu apa yang Anda
perbuat pada perusahaan ini!”
Erlanda pun membantah “Enak aja,
lu! Lu ga punya bukti, tau! Saya tidak pernah melakukan pencurian uang dari
perusahaan sama sekali! Kamu sama sekali ga punya bukti!!” tak lama kemudian,
kamera pun close up pada wajah
Erlanda seiring musik dramatis terdengar kembali.
Kamera pun juga close up pada Prabu “Anda jangan
macam-macam dengan perusahaan ini, Pak! Saya mungkin tidak punya bukti, tapi
saya tahu! Saya melihat Anda mengambil uang dengan jumlah yang banyak! Saya
akan bilang pada direktur agar Anda dipecat! Titik!”
Kamera close up pada Erlanda lagi “Anda tidak punya bukti sama sekali
bahwa saya mencuri uang dari perusahaan! Anda tahu bahwa istri saya sedang
hamil!!”
“Oh ya! Istri saya juga sedang
hamil tahu! Dia akan melahirkan seorang putri yang cantik dibanding putri
kamu!!”
Kembali ke rumah sakit tersebut,
Erlanda menatap Prabu dan istrinya bersama bayi mereka yang bernama “Fitri” dan
terlihat cantik. Kamera pun close up pada
Prabu yang tersenyum pada istrinya yang baru melahirkan, dan kebetulan di
ruangan yang sama.
Erlanda pun membisikkan sebuah
rencana pada istrinya, Malena, yang sedang memegang bayinya yang bernama
“Nurhaliza”, ia pun menggunakan rencana tersebut sebagai balas dendam pada
Prabu yang membuat dirinya dipecat dari perusahaan.
***
Kembali ke masa kini, di sebuah
rumah mewah yang sudah jelas-jelas merupakan rumah milik keluarga Erlanda.
Erlanda, Malena, dan Aira mencari Nurhaliza di setiap sudut sambil merasa marah
dan frustasi. Nurhaliza pun belum ketemu, mereka belum mengetahui bahwa
Nurhaliza kabur ke luar kota.
“Nurhaliza!! Di mana itu si anak!!”
teriak Erlanda seiring musik dramatis lagi-lagi terdengar.
“Nurhaliza, keluar dari tempat
persembunyianmu! Cepat!!” teriak Malena mencari di kamar lantai bawah tanah
milik Nurhaliza yang terlihat kotor.
Aira pun menyela “Ma, Pa, ingat,
Nurhaliza itu kabur dari rumah! Ingat-ingat pake otak dong, Ma!! Jangan pake
mulut aja, Ma, Pa!”
“Di mana itu si anak! Dia harusnya
bikin makan malam yang mewah dan enak buat kita! Kita udah kelaparan!!” teriak
Malena keluar dari bawah tanah menemui Aira.
“Iya, Aira tau, Ma! Aira tau! Aira
juga lapar! Aira juga ga bisa masak makanan enak, Ma!!”
“Udahlah, mulai besok kita cari
Nurhaliza di seluruh tempat di kota ini! Kalau ketemu, kita siksa habis-habisan
itu anak!” teriak Erlanda menemui Malena dan Aira sebelum musik dramatis
terdengar kembali.
***
“Farel!! Farel!!” teriak Fitri
sambil menangis berlutut membelakangi halaman rumahnya “Farel!! Kenapa lo ga
boleh ketemu gue!!!” musik sedih pun terdengar seiring Fitri menangis secara
berlebihan bagaikan memelas seperti kebanyakan adegan menangis seorang tokoh
perempuan di sinetron tipikal Indonesia.
Nurhaliza pun menemui Fitri “Fit,
kamu kenapa sih?”
Tak lama kemudian, turun hujan yang
sangat deras, tepat sekali saat Fitri menangis, hujan tersebut membuat pakaian
Nurhaliza dan pakaian Fitri basah, mereka berdua pun basah kuyup, sangat basah
kuyup. Fitri pun masih memelas sedih setelah mengetahui bahwa Farel tidak bisa
mendekati dirinya lagi karena perbedaan kekayaan. Farel berasal dari keluarga
kaya raya, sementara Fitri, sebelumnya dari keluarga kaya raya, tetapi akibat
ayahnya, Prabu, di-PHK, dirinya akhirnya harus menderita sebagai orang miskin.
Fitri menangis “Farel!! Farel!!
Kenapa lo harus tinggalin gue!!”
Nurhaliza berusaha mengajak Fitri
masuk “Fit, ayo kita masuk, ini udah hujan gede, kita juga udah basah kuyup
kayak gini, ayolah, Fitri. Kita masuk yuk.” Ia membantu Fitri berdiri dari
kesedihannya setelah “dicampakkan” secara tidak langsung oleh Farel, sungguh
dramatis, dan lagu melankolis pun terdengar saat mereka berdua berjalan
memasuki rumah kontrakan Prabu kembali.
Prabu pun duduk di karpet menatap
kedua gadis malang itu basah kuyup “Astaghfirullah, nak! Kalian berdua basah
kuyup gini! Udah tahu hujan gede, tapi kalian malah masih di luar!”
Fitri pun segera memeluk ayahnya
“Ayah!! Farel!! Farel!! Farel ga boleh kunjungi aku lagi! Coba aja kalo ayah ga
di-PHK, semuanya jadi ga kayak gini, Yah!!”
Prabu hanya berkata “Fit, kita lagi
diberi ujian sama Allah,”
“Fitri ga mau ujian kayak gini,
Yah! Ga mau!! Fitri hanya mau ujian yang sesungguhnya, ujian di sekolah saja!
Ga mau ujian kayak gini!!”
“Masya Allah, Fitri. Kita, umat
manusia, selalu diberi ujian sama Allah. Allah tuh memberi ujian karena Allah
tahu kalau kita mampu menghadapinya. Allah ga mungkin memberi ujian yang
menyusahkan hambanya. Fitri juga ga boleh berkata gitu, Fitri ga boleh berkata
kalo Allah ga boleh kasih ujian kayak gini ke kita.” Prabu pun menatap
Nurhaliza “Kau lihat Nurhaliza, dia juga diberi ujian, dia sering disiksa
bagaikan TKW, tapi dia mampu melarikan diri ke Bandung, dia menemui kita
berdua.” Fitri memeluk erat Prabu lagi sambil menangis tersedu-sedu. Prabu pun
meninggalkan Fitri ke kamarnya, sementara Nurhaliza hanya berjalan menuju kamar
mandi.
Fitri pun akhirnya komplain “Farel!!
Gue ga bisa move on dari lo! Kenapa
lo harus begini sama gue!”
***
Sementara itu, Alan sedang berada
di sebuah balkon apartemennya memandangi pemandangan kota Bandung yang bersinar
dari lampu setiap gedung, ia pun memegang iPhone-nya.
Alan berpikir, Nurhaliza, sesungguhnya dirimu adalah gadis cantik dan sederhana yang
aku ingin temui. Aku hanya ingin bersama dirimu daripada gadis-gadis populer
yang boring dan terlalu cerewet.
Berarti Alan ingin bertemu Nurhaliza bukan hanya sekali, tetapi juga beberapa
kali.
***
“Apa, Ma?! Jadi Farel ga bisa
ketemu sama Fitri lagi cuma gara-gara ayahnya di-PHK dan menjadi orang
miskin?!” ucap Farel di ruang tamu rumahnya yang tampak terlihat megah,
terlihat sofa merah dengan meja yang terbuat dari perak keemasan dan
jelas-jelas tidak alami.
Mama Farel pun menjawab “Farel,
kamu tahu kalo ayahnya Fitri, gadis kampungan itu, baru saja di-PHK dan jatuh
miskin! Kamu ga bisa menikah dengan gadis yang kampungan, dekil, dan kotor
itu!”
Farel pun membantah “Fitri ga
mungkin kayak gitu, Ma! Jangan lihat luarnya, Ma!”
“Alah! Jangan lihat luarnya lagi!
Dia jelas-jelas ingin menggunakan kamu untuk memperkaya dirinya!” teriak Mama
Farel “Mulai sekarang kamu ga boleh berpacaran dengan Fitri lagi! Titik! Itu
sudah final!”
“Tapi, Ma!” teriak Farel saat
Mamanya berjalan pergi dari ruang tamu menuju ruang makan.
“Tidak ada tapi, Farel!” teriak
Mama Farel “Pokoknya, mulai sekarang kamu harus SMS gadis yang mama
rekomendasikan untuk jadi pacar kamu yang lebih baik daripada gadis kampungan
itu! Titik!” Beliau pun berjalan menuju kamarnya dari ruang makan sambil
mengambil ponselnya. Ia menelepon seseorang saat ia tiba di kamarnya yang
sangat mewah, tempat tidur berbentuk hati berwarna merah, cermin, meja, kursi,
dan lemari besar terlihat di ruangan besar tersebut. Mama Farel pun berkata
pada orang yang ia telepon “Ya, Pak, Anda punya gadis cantik dan kaya raya itu,
‘kan? Ya, suruh dia SMS ke anak saya yang bernama Farel, mungkin aja dia jatuh
cinta pada dirinya,” Ia berkata lagi “Ya, ini Bu Hutama, saya pernah menjadi
tetangga Anda, Pak. Saya tahu bahwa anak perempuan Anda jatuh cinta pada anak
saya.” Musik dramatis lagi-lagi terdengar.
***
Keesokan harinya, kembali ke
Jakarta, ke sebuah rumah mewah yang dimiliki oleh Erlanda, di mana mereka
bersiap untuk pergi ke tempat tujuan masing-masing, Erlanda ke kantor yang ia
pimpin, Malena ke salon kecantikan untuk merawat dirinya agar awet muda,
sedangkan Aira pergi ke sekolah.
Erlanda berkata “Papa akan pulang
dari kantor lebih awal, kira-kira jam satu siang, kita akan cari Nurhaliza, si
pembantu yang brengsek itu!” Musik dramatis lagi-lagi terdengar.
Malena berkata “Ya! Jika dia
ketemu, kita akan hajar dia habis-habisan, kita siksa dia!” Malena memang
berniat untuk memperlakukan Nurhaliza bagaikan TKW yang bekerja di luar negeri.
Beliau melihat Aira yang sedang asyik-asyiknya mengirim SMS pada seseorang,
maka beliau berkata “Aira, jangan asyik SMS dong, mentang-mentang udah punya
cowok idaman!”
“Ah, Mama, aku lagi sibuk nih, aku
ada ekskul habis sekolah, bisa ga besok aja, hari Sabtu?”
Malena membantah seiring musik
dramatis kembali terdengar “Heh! Cerewet banget kamu! Mentang-mentang udah
dikasih libur panjang, kita bersenang-senang hingga kemarin, kamu patuh dong
sama Mama Papa! Sudahlah, Mama antar kamu ke sekolah, kalo Mama sudah di
sekolah sepulang sekolah, kamu harus ikut Mama cari Nurhaliza.”
Erlanda pamit “Papa pergi duluan,”
Ia menaiki sebuah mobil mahal yang sudah paling umum di sinetron Indonesia,
yaitu mobil berwarna putih mengkilap hingga bisa menyilaukan mata. Erlanda pun
mulai menyetir mobil mewah itu meninggalkan rumah mewahnya.
“Ayo, Aira,” Malena mengajak masuk
Aira ke dalam mobil merah yang lagi-lagi mengkilap hingga menyilaukan mata.
Saat Malena mulai menyetir meninggalkan rumah
mewah itu, Aira mulai mengirim SMS pada seorang pria idamannya seiring lagu Baby Doll yang dipopulerkan Utopia
terdengar:
Hai,
masih ingat gue, ‘kan? Gue Aira, sebelumnya gue tetangga lo, gue pengen aja tau
gimana keadaan lo. Gue kirim SMS ke nomor lama lo ga kekirim, lo ganti nomor
sih, hehe. Gue cuma pengen tau kabar lo, hehe… Bls plz… Aira.
***
Di SMA di mana Fitri bersekolah,
pada pukul 12:25, Farel, masih memakai seragam putih abu-abu dengan rapi,
berjalan meninggalkan kelas sambil membawa tas dan menerima SMS dari nomor yang
tidak dikenal. Ia membaca SMS tersebut dan mengetahui bahwa pengirim SMS itu
adalah Aira. Saat ia melihat Fitri yang berdiri di hadapan siswa siswi yang
membawa tas masing-masing berjalan ke sana kemari, ia segera menemuinya.
“Fitri,” panggil Farel mendekati
Fitri “Fitri, maafin gue soal nyokap gue, nyokap gue tu ga bisa nerima kalo
bokap lo di-PHK.” Saat Fitri mencium kening Farel, di halaman sekolah, sudah
ada mobil hitam yang dikendarai oleh Mama Farel. Mama Farel pun memata-matai
mereka berdua, ia melihat Fitri dengan wajah benci, benci hanya karena gadis
itu terlihat kampungan.
Fitri pun memaafkan Farel “Ya, gue
tau nyokap lo ga bisa nerima, tapi lo masih cinta gue, ‘kan?” Namun ia melihat
Farel memegang ponselnya menerima SMS yang tidak dikenal “Lo ngapain sih?”
Fitri pun menyadari seiring musik dramatis lagi-lagi terdengar dan kamera close-up pada wajahnya.
Kamera juga close-up pada wajah Farel, yang berkata “Apa?”
“Lo… Lo… Lo… SMS siapa sih?”
Farel menjawab “Ini SMS ga jelas,
dari…”
“Gue udah tahu!” Fitri langsung
menerka “Gue tahu itu! Itu gadis yang…”
“Fitri, dengarin gue dulu!” Farel
berusaha menjelaskan “Fit, nyokap gue bilang gue ga boleh dekat-dekat lo, tapi…
dia minta gue SMS gadis yang harusnya gue cintai kata nyokap gue, itu bukan
berarti…”
Fitri berteriak secara keras hingga
terdengar di segala penjuru sekolah itu seiring musik dramatis terdengar dengan
keras “TIDAAAAAAAAAAAAAAAAAAK!!!!” Ia pun langsung meninggalkan Farel.
“Fitri!!” teriak Farel.
Mama Farel pun akhirnya menyalakan
mobilnya dan segera mengebut dengan kecepatan tinggi menuju depan gerbang
sekolah, di mana Fitri berlari menuju jalanan yang baru diaspal itu.
Jelas-jelas niat Mama Farel, yaitu ia ingin mencelakakan Fitri, hanya karena ia
sering dekat-dekat dengan Farel.
Saat Fitri berlari sambil menangis,
ia kaget saat melihat mobil Mama Farel mengebut ke arah dirinya. Inilah salah
satu adegan terbodoh di dunia sinetron Indonesia, Fitri bukannya lari atau
menghindar, dia malah diam saja memandangi mobil Mama Farel yang mengebut akan
menabrak dirinya. Ditambah, musik dramatis terdengar kembali seiring Fitri
berteriak “AAAAAAAAAAAAAAAARRRRRRRRRRGH!!!!”
Mama Farel pun menyadari bahwa ia
tidak bisa mencelakakan Fitri dengan cara seperti itu, maka ia menginjak rem
untuk menghentikan mobilnya. Mobil tersebut berhenti hampir menabrak Fitri,
melainkan tepat di depan Fitri.
Mama Farel pun langsung turun dari
mobil dan membujuk Fitri “Aduh, kamu ga apa-apa, ‘kan?”
“Ya, aku ga apa-apa, Tante,”
Mama Farel memandangi di sekitar
bahwa kebanyakan siswa siswi melihat kejadian tersebut, maka ia berkata
“Makanya, jangan diam aja, coba lari atau jalan kek.”
“Fitri!!” Erik langsung mendatangi
Fitri “Fitri, lo ga apa-apa?” Ia menyentuh tubuh Fitri, namun Fitri memukul
tangannya.
“Jangan sentuh gue!” Fitri langsung
pergi meninggalkan halaman sekolah tersebut.
Erik berteriak “Fitri! Fitri!!”
***
Kembali ke rumah Prabu yang berupa
kontrakan, Nurhaliza mengambil sebuah foto dari lemari Fitri, yaitu foto kelas
Fitri. Ia bisa melihat teman-teman sekelas Fitri pada foto tersebut memakai
pakaian casual masing-masing. Fitri
yang berdiri di barisan paling belakang terlihat memakai kemeja putih dan rok
panjang biru serta memegang tangan Farel dengan mesranya. Ia juga melihat Erik
yang memakai kaus oblong abu-abu dan celana panjang hitam sambil memegang
pundak Alan. Alan terlihat memakai kemeja biru, jas hitam, dan celana hitam
seakan-akan dirinya sedang berpakaian formal. Mata Nurhaliza tidak bisa
berhenti berpaling dari Alan.
Nurhaliza pun berpikir, Alan, kamu tuh cakep banget, kamu juga
bahkan muji aku kemarin meski aku ini dekil, kotor, dan kampungan. Aku ingin
ketemu kamu lagi, Alan, sekali lagi saja, aku tidak tahu perasaan apa yang
kurasa sekarang. Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya sejak aku
disiksa oleh seluruh keluargaku. Hal itu membuat Nurhaliza flash back:
Alan pun berjalan menemui Nurhaliza
yang meratapi dirinya. Nurhaliza menatap beberapa gadis yang sedang bergosip
tentang dirinya. Laki-laki tampan itu menemui Nurhaliza “Kau tidak apa-apa?”
Nurhaliza terkejut ada seorang cowok berseragam sekolah seperti Alan
menemuinya. Alan pun melihat bekas luka pada lengan Nurhaliza “Kau kenapa
luka-luka begitu? Apa mereka menyiksamu saat kau mengemis?”
Nurhaliza bertanya “Um… Kenapa…
Kenapa kau menemuiku? Padahal aku ini terlihat buruk,”
Alan hanya menjawab “Aku… aku
sepertinya… ingin berteman dengan gadis sederhana seperti dirimu,” Ia menyentuh
pipi kanan Nurhaliza.
Kembali ke masa kini, Nurhaliza
tetap melihat foto tersebut sambil menyentuh gambar wajah Alan, ia berkata “Aku
ingin bertemu kamu lagi, Alan.”
***
Berbicara soal Alan, ia sedang
berada di sebuah kantin dekat sekolah yang dipenuhi oleh beberapa siswa sehabis
pulang sekolah. Kantin tersebut sangat ramai, banyak siswa-siswi yang duduk
menikmati makanan masing-masing di depan meja masing-masing yang tampak biasa
saja. Alan tampak menunggu seseorang sambil memakan sepiring nasi dengan ikan
goreng dan lotek. Erik pun bergabung dengannya, ia duduk di depan Alan sambil
menaruh sepiring ayam krispi dengan nasi.
Erik pun bertanya “Jadi lo nunggu
gue buat makan siang?”
Alan berkata “Ya, sebenarnya aku
suka sama seorang gadis,”
“Beruntung kamu, siapa gadis itu?
Pasti gadis populer di sekolah ‘kan?”
“Bukan, dia bukan gadis sekolah
ini, dia adalah gadis yang kemarin kutemui, namanya Nurhaliza,”
Erik pun sedikit merasa aneh “Ya…
gue… setidaknya dia gadis yang lebih baik menurut lo.”
Alan bertanya “Mengapa lo mendadak
kayak gini, Rik?”
“Gue ga tau, setidaknya cewek
populer itu ga penting banget. Apalagi, gue masih cinta sama Fitri. Gue denger
kalo Farel udah ga boleh deket sama Fitri lagi,”
“Berarti ini kesempatan lo dong!”
ucap Alan.
“Ya iyalah, Fitri bakal jadi gue
sepenuhnya!” ucap Erik sebelum Farel menemui mereka berdua seiring musik
dramatis lagi-lagi terdengar.
Farel pun berkata pada Erik “Apa
kata lo? Fitri?”
Erik membalas setelah berdiri di
hadapan Farel “Farel, seandainya kita adalah teman, tapi lo udah ga boleh deket
sama Fitri lagi,”
“Ya,”
“Gue tau lo dapet SMS dari gadis
lain yang cinta sama lo,” lanjut Erik “Sepertinya kalian akan bersama untuk
selamanya, karena Fitri bakal jadi milik gue. Fitri bakal nikah sama gue, dia
bakal cinta, amat sangat cinta banget sama gue. Sementara lo, sama mama lo, lo
udah ga boleh jatuh cinta sama Fitri lagi.”
Farel membalas “Ada sesuatu yang lo
harus tau, Fitri cinta gue, gue cinta Fitri sampe mati. Kalaupun ada seseorang
yang ngelarang gue untuk ngelihat Fitri lagi, itu ga mengubah perasaan gue
padanya. Fitri adalah gadis terlembut yang pernah gue kenal, tidak peduli dia
dari mana kek, pokoknya Fitri bakal jadi milik gue. Gadis yang gue SMS gue ga
cinta.”
Erik berkata “Ya, lo
mentang-mentang orang kaya raya, lo harusnya nyerahin Fitri ke gue, bokap dia
di-PHK, berarti itu alasan mama lo tepat, lo ga cocok sama Fitri. Lo cocok sama
gadis yang lu SMS. Fitri pantes yang lebih baik daripada lo. Fitri bakal jadi
milik gua.”
“Emang lo cocok darimana, lo
orangnya kasar, pantes aja ga ada cewek yang jatuh hati sama lo.”
Erik pun berteriak akan memukul
Farel “Tega banget lo!” Musik dramatis lagi-lagi berputar.
Namun hal itu terhenti saat Fitri
memasuki kantin tersebut, ia berkata “Ada apa?”
Erik menjawab “Ya… Dia ngejek gue
karena… gue pemain basket yang kurang sportif.”
“Ya, pantas aja, lo kan kasar
banget, Erik,”
Erik pun pergi meninggalkan setelah
berkata “Sialan, gue udah kenyang,”
Alan pun memanggil “Erik, makanan
lo belum habis!”
Erik pun berjalan meninggalkan
kantin tersebut menuju jalan raya seiring lagu Atas Nama Cinta yang dipopulerkan Rossa terdengar. Saat Erik
menutup pintu kantin tersebut dan tiba di trotoar jalan raya, hujan pun turun
dengan derasnya, membuat seluruh pakaiannya basah kuyup seiring ia berjalan.
***
Bagaimana dengan keadaan Erlanda?
Erlanda sedang berjalan keluar dari gedung perusahaan yang ia miliki sambil
memakai jas hitamnya, ia pun sedang menelepon Malena “Ma, Nurhaliza sudah
ketemu belum?”
Malena sedang duduk di dalam mobil
depan setir sambil memandangi sebuah restoran fast food dan menelepon balik Erlanda “Ini gadis badung susah
banget carinya! Dia hilang kemana sih!”
“Omong kosong! Mustahil! Nurhaliza
pasti ada di kota ini! Dia ga mungkin ke luar kota jika keadaannya kayak gitu!”
“Apa mungkin…”
“Ah, Ma, jangan berpikir kayak
gitu, mustahil Nurhaliza ke luar kota, Papa udah bilang! Kita cari aja dia
sampe ketemu!” Musik dramatis terdengar saat Erlanda mengungkapkan rencananya “Jika
dia ketemu, kita sekap dia, jangan kasih makan dia sama sekali, kita harus
paksa dan siksa dia melakukan hal-hal biasa kita lakukan,”
“Ya, Mama setuju,” Malena pun
tersenyum jahat.
Bersambung
IBS
TELEVISION STUDIOS
Comments
Post a Comment