Rumput yang Bergoyang Episode 2


Rumput yang Bergoyang is classified PG, it contains some coarse language, for general reading, but may be unsuitable for young children.

Ah, Jakarta, tempat di mana semua mimpi terwujud, kecuali jika mimpi Anda benar-benar orisinil dan tidak ada yang meng-copy paste. Nama saya Maswendo Hardwick, seperti yang Anda ketahui, saya penulis novel yang berjudul Rumput yang Bergoyang. Seperti yang Anda ketahui, sekali lagi, Rumput yang Bergoyang telah diadaptasi sebagai sebuah sinetron Indonesia yang seharusnya tidak kejar tayang, melainkan tayang secara mingguan, seperti serial drama Cinta Cenat Cenut di Trans TV. Saya sebenarnya bertanya-tanya pada seluruh produser atau yang sering disebut sebagai production house seperti SinemArt, MD Entertainment, ScreenPlay, dan Amanah Surga Productions, apa dasar mereka membuat sinetron kejar tayang sampai sekarang? Mengapa mereka seperti wajib membuat sinetron kejar tayang yang sudah jelas-jelas tidak jelas lagi ceritanya lama kelamaan? Sebenarnya sinetron kejar tayang sekarang ceritanya macam apa ini? Anda tahu bahwa sebelumnya sinetron Rumput yang Bergoyang juga dibuat sebagai sinetron kejar tayang, hal itu membuat saya benar-benar tidak setuju pada production house IBS Television Studios dan saluran The IW yang ingin menjadikan sinetron ini kejar tayang. Hal itu membuat semacam sebuah drama di balik layar sebelum akhirnya produksi sinetron dihentikan secara tiba-tiba setelah 23 episode. Pada akhirnya, IBS Home Entertainment, sekali lagi, merilis DVD berisi enam episode dari Rumput yang Bergoyang versi editan saya, bukan editan IBS Television Studios maupun The IW. Baiklah, inilah episode kedua dari sinetron Rumput yang Bergoyang. Selamat menyaksikan. Dan saya bersumpah bahwa saya tidak akan menonton sinetron kejar tayang lagi! Sinetron kejar tayang benar-benar tidak kreatif, tidak bermutu, dan…

Episode sebelumnya
Saat ia melihat bus malam berwarna hitam, ia mengacungkan tangannya ke arah bus tersebut. Jadi… Kesimpulannya, Nurhaliza tengah melarikan diri dari keluarganya sendiri! Maka, ia menaiki bus malam tersebut untuk melarikan diri.
Gadis rambut pirang itu menunjuk Nurhaliza kepada ayahnya “Lihat, ayah, kasihan sekali gadis itu.”
Fitri pun mengganti topik pembicaraan “Besok kau sebaiknya pergi ke sekolah bersamaku,”
Nurhaliza menjawab dengan ragu “Ta… Tapi, aku tidak masuk sekolah yang sama denganmu.”
“Tidak apa-apa, kita ‘kan harus selalu bersama sebagai saudari,”
“Kau bahkan bukan saudariku,”
“Makanya kuanggap kau saudariku sekarang. Kau butuh teman selain diriku juga, Nurhaliza. Aku masih punya banyak teman, kok, meskipun ayahku di-PHK dan kami jatuh miskin.”
“Hai, Farel,” Fitri mencium pipi Farel “Oh, ini teman gue, Nurhaliza, dia… baru-baru saja pindah rumah, maksudku…” Fitri mencoba untuk berbohong agar pandangan Farel terhadap Nurhaliza tidak buruk “Dia adalah siswa yang sedang menjalani pertukaran pelajar kok. Dia sementara ini tinggal di rumah gue.”
Farel pun heran, padahal ia baru-baru ini mengetahui bahwa ayah Fitri, Prabu, telah di-PHK dan jatuh miskin. Ia juga memandangi seragam Fitri yang cukup kotor dan kampungan.
Alan pun berjalan menemui Nurhaliza yang meratapi dirinya. Nurhaliza menatap beberapa gadis yang sedang bergosip tentang dirinya. Laki-laki tampan itu menemui Nurhaliza “Kau tidak apa-apa?” Nurhaliza terkejut ada seorang cowok berseragam sekolah seperti Alan menemuinya. Alan pun melihat bekas luka pada lengan Nurhaliza “Kau kenapa luka-luka begitu? Apa mereka menyiksamu saat kau mengemis?”
Nurhaliza pun berpikir, Astaga, kenapa cowok ini ke sini sih? Ya Tuhan, kenapa cowok setampan ini datang kepadaku? Padahal ‘kan aku luka-luka begini dan berpenampilan seperti pembantu murahan.
Alan pun berkata “Ayolah, jangan sembunyikan. Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan sekarang. Sebaiknya kau jawab secara halus dan pelan-pelan saja. Aku takkan bilang siapapun,”
Nurhaliza hanya menjawab “Tidak, tidak, tidak. Kau adalah cowok yang baik mau menemuiku meski aku dekil kayak gini, tapi aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu. Aku tidak bisa…”
Alan pun mengambil secarik kertas dan pulpen dari saku celana abu-abunya, ia menulis sesuatu “Ini,” Ia memberi secarik kertas tersebut kepada Nurhaliza “Jika kau butuh curhat, telepon atau SMS saja aku. Kau tidak perlu menjadi tertutup.”
“Di mana sih itu anak?!” Erlanda pun berdiri sebelum berjalan menuju lantai bawah tanah untuk mencari Nurhaliza.
Malena pun berkata “Dia kerjaannya tidur melulu! Tidur melulu!”
Erlanda pun berteriak “AAAAAAAAAAAAARRRRGH!!!”
“Ada apa, Pa?”
“Nurhaliza!! Nurhaliza!! Anak badung itu menghilang! Dia hilang!!!”
Kamera pun close up ke arah wajah Malena yang berteriak seiring musik dramatis diputar “APA?!”
Di ruangan bayi, di mana banyak ranjang bayi yang terkumpul di ruangan tersebut. Seorang suster telah selesai mengurusi bayi-bayi tersebut sebelum akhirnya pergi keluar dari ruangan tersebut.
Tanpa sepengetahuan suster tersebut, Erlanda dan Malena diam-diam memasuki ruangan bayi tersebut. Tanpa berkata apapun lagi, mereka segera menukarkan bayi mereka yang terlihat tidak cantik dengan bayi yang terlihat paling cantik sebelum akhirnya meninggalkan tempat tersebut. Atau lebih tepatnya, bayi bernama Nurhaliza ditukar dengan bayi yang bernama Fitri.
“Stop! Stop! Stop! Stop!! Stop!!!” Seorang wanita berambut merah panjang muncul dari entah dari mana menemui Farel.
“Mama?!” Farel memandang wanita tersebut.
“Ngapain kamu di sini, Farel?! Siapa dia?!”
“Dia pacar gue, Ma. Dia Fitri,”
Fitri pun memperkenalkan dirinya “Saya Fitri, Bu…”
Wanita tersebut langsung menolak “Ga, ga, ga, ga! Farel, Mama ga sudi kamu pacaran dengan gadis yang dekil kayak dia!!” kamera pun segera close-up ke arah wajah wanita itu dengan musik dramatis yang dimainkan berulang-ulang. Ia segera menarik Farel meninggalkan Fitri “Ayo kita pulang!!”
Maswendo Hardwick’s
RUMPUT YANG BERGOYANG
© IBS Television Studios

Episode 2: Cinta Fitri


Kembali ke enam belas tahun yang lalu, di mana kedua bayi yang bernama Nurhaliza dan Fitri lahir secara bersamaan, di rumah sakit yang sama. Sang ibunda “Fitri” pun sangat bangga bisa menggendong bayinya sendiri, sementara kedua orangtua “Nurhaliza” terlihat sangat iri pada kedua orangtua “Fitri”, karena mereka berdua memiliki luka yang paling dalam, sangat dalam pada hati mereka.
Mau tahu kenapa? Sebenarnya ini terjadi tepat pada seminggu yang lalu, di saat Prabu menuduh Erlanda telah melakukan korupsi berupa pencurian uang secara diam-diam dari sebuah perusahaan bergengsi di mana mereka sebelumnya bekerja. Konfrontasi Prabu terhadap Erlanda pun dilihat oleh seluruh karyawan di sebuah ruangan kantoran yang sudah umum di sinetron Indonesia, sangat umum. Hanya ada meja, kursi, dan komputer beserta sebuah laci, ditambah cat dinding putih.
Prabu menuduh Erlanda seiring musik dramatis terdengar “Anda jangan macam-macam dengan perusahaan ini, Erlanda! Saya tahu segala apa yang diperbuat oleh Anda, Erlanda! Saya tahu apa yang Anda perbuat pada perusahaan ini!”
Erlanda pun membantah “Enak aja, lu! Lu ga punya bukti, tau! Saya tidak pernah melakukan pencurian uang dari perusahaan sama sekali! Kamu sama sekali ga punya bukti!!” tak lama kemudian, kamera pun close up pada wajah Erlanda seiring musik dramatis terdengar kembali.
Kamera pun juga close up pada Prabu “Anda jangan macam-macam dengan perusahaan ini, Pak! Saya mungkin tidak punya bukti, tapi saya tahu! Saya melihat Anda mengambil uang dengan jumlah yang banyak! Saya akan bilang pada direktur agar Anda dipecat! Titik!”
Kamera close up pada Erlanda lagi “Anda tidak punya bukti sama sekali bahwa saya mencuri uang dari perusahaan! Anda tahu bahwa istri saya sedang hamil!!”
“Oh ya! Istri saya juga sedang hamil tahu! Dia akan melahirkan seorang putri yang cantik dibanding putri kamu!!”
Kembali ke rumah sakit tersebut, Erlanda menatap Prabu dan istrinya bersama bayi mereka yang bernama “Fitri” dan terlihat cantik. Kamera pun close up pada Prabu yang tersenyum pada istrinya yang baru melahirkan, dan kebetulan di ruangan yang sama.
Erlanda pun membisikkan sebuah rencana pada istrinya, Malena, yang sedang memegang bayinya yang bernama “Nurhaliza”, ia pun menggunakan rencana tersebut sebagai balas dendam pada Prabu yang membuat dirinya dipecat dari perusahaan.
***
Kembali ke masa kini, di sebuah rumah mewah yang sudah jelas-jelas merupakan rumah milik keluarga Erlanda. Erlanda, Malena, dan Aira mencari Nurhaliza di setiap sudut sambil merasa marah dan frustasi. Nurhaliza pun belum ketemu, mereka belum mengetahui bahwa Nurhaliza kabur ke luar kota.
“Nurhaliza!! Di mana itu si anak!!” teriak Erlanda seiring musik dramatis lagi-lagi terdengar.
“Nurhaliza, keluar dari tempat persembunyianmu! Cepat!!” teriak Malena mencari di kamar lantai bawah tanah milik Nurhaliza yang terlihat kotor.
Aira pun menyela “Ma, Pa, ingat, Nurhaliza itu kabur dari rumah! Ingat-ingat pake otak dong, Ma!! Jangan pake mulut aja, Ma, Pa!”
“Di mana itu si anak! Dia harusnya bikin makan malam yang mewah dan enak buat kita! Kita udah kelaparan!!” teriak Malena keluar dari bawah tanah menemui Aira.
“Iya, Aira tau, Ma! Aira tau! Aira juga lapar! Aira juga ga bisa masak makanan enak, Ma!!”
“Udahlah, mulai besok kita cari Nurhaliza di seluruh tempat di kota ini! Kalau ketemu, kita siksa habis-habisan itu anak!” teriak Erlanda menemui Malena dan Aira sebelum musik dramatis terdengar kembali.
***
“Farel!! Farel!!” teriak Fitri sambil menangis berlutut membelakangi halaman rumahnya “Farel!! Kenapa lo ga boleh ketemu gue!!!” musik sedih pun terdengar seiring Fitri menangis secara berlebihan bagaikan memelas seperti kebanyakan adegan menangis seorang tokoh perempuan di sinetron tipikal Indonesia.
Nurhaliza pun menemui Fitri “Fit, kamu kenapa sih?”
Tak lama kemudian, turun hujan yang sangat deras, tepat sekali saat Fitri menangis, hujan tersebut membuat pakaian Nurhaliza dan pakaian Fitri basah, mereka berdua pun basah kuyup, sangat basah kuyup. Fitri pun masih memelas sedih setelah mengetahui bahwa Farel tidak bisa mendekati dirinya lagi karena perbedaan kekayaan. Farel berasal dari keluarga kaya raya, sementara Fitri, sebelumnya dari keluarga kaya raya, tetapi akibat ayahnya, Prabu, di-PHK, dirinya akhirnya harus menderita sebagai orang miskin.
Fitri menangis “Farel!! Farel!! Kenapa lo harus tinggalin gue!!”
Nurhaliza berusaha mengajak Fitri masuk “Fit, ayo kita masuk, ini udah hujan gede, kita juga udah basah kuyup kayak gini, ayolah, Fitri. Kita masuk yuk.” Ia membantu Fitri berdiri dari kesedihannya setelah “dicampakkan” secara tidak langsung oleh Farel, sungguh dramatis, dan lagu melankolis pun terdengar saat mereka berdua berjalan memasuki rumah kontrakan Prabu kembali.
Prabu pun duduk di karpet menatap kedua gadis malang itu basah kuyup “Astaghfirullah, nak! Kalian berdua basah kuyup gini! Udah tahu hujan gede, tapi kalian malah masih di luar!”
Fitri pun segera memeluk ayahnya “Ayah!! Farel!! Farel!! Farel ga boleh kunjungi aku lagi! Coba aja kalo ayah ga di-PHK, semuanya jadi ga kayak gini, Yah!!”
Prabu hanya berkata “Fit, kita lagi diberi ujian sama Allah,”
“Fitri ga mau ujian kayak gini, Yah! Ga mau!! Fitri hanya mau ujian yang sesungguhnya, ujian di sekolah saja! Ga mau ujian kayak gini!!”
“Masya Allah, Fitri. Kita, umat manusia, selalu diberi ujian sama Allah. Allah tuh memberi ujian karena Allah tahu kalau kita mampu menghadapinya. Allah ga mungkin memberi ujian yang menyusahkan hambanya. Fitri juga ga boleh berkata gitu, Fitri ga boleh berkata kalo Allah ga boleh kasih ujian kayak gini ke kita.” Prabu pun menatap Nurhaliza “Kau lihat Nurhaliza, dia juga diberi ujian, dia sering disiksa bagaikan TKW, tapi dia mampu melarikan diri ke Bandung, dia menemui kita berdua.” Fitri memeluk erat Prabu lagi sambil menangis tersedu-sedu. Prabu pun meninggalkan Fitri ke kamarnya, sementara Nurhaliza hanya berjalan menuju kamar mandi.
Fitri pun akhirnya komplain “Farel!! Gue ga bisa move on dari lo! Kenapa lo harus begini sama gue!”
***
Sementara itu, Alan sedang berada di sebuah balkon apartemennya memandangi pemandangan kota Bandung yang bersinar dari lampu setiap gedung, ia pun memegang iPhone-nya.
Alan berpikir, Nurhaliza, sesungguhnya dirimu adalah gadis cantik dan sederhana yang aku ingin temui. Aku hanya ingin bersama dirimu daripada gadis-gadis populer yang boring dan terlalu cerewet. Berarti Alan ingin bertemu Nurhaliza bukan hanya sekali, tetapi juga beberapa kali.
***
“Apa, Ma?! Jadi Farel ga bisa ketemu sama Fitri lagi cuma gara-gara ayahnya di-PHK dan menjadi orang miskin?!” ucap Farel di ruang tamu rumahnya yang tampak terlihat megah, terlihat sofa merah dengan meja yang terbuat dari perak keemasan dan jelas-jelas tidak alami.
Mama Farel pun menjawab “Farel, kamu tahu kalo ayahnya Fitri, gadis kampungan itu, baru saja di-PHK dan jatuh miskin! Kamu ga bisa menikah dengan gadis yang kampungan, dekil, dan kotor itu!”
Farel pun membantah “Fitri ga mungkin kayak gitu, Ma! Jangan lihat luarnya, Ma!”
“Alah! Jangan lihat luarnya lagi! Dia jelas-jelas ingin menggunakan kamu untuk memperkaya dirinya!” teriak Mama Farel “Mulai sekarang kamu ga boleh berpacaran dengan Fitri lagi! Titik! Itu sudah final!”
“Tapi, Ma!” teriak Farel saat Mamanya berjalan pergi dari ruang tamu menuju ruang makan.
“Tidak ada tapi, Farel!” teriak Mama Farel “Pokoknya, mulai sekarang kamu harus SMS gadis yang mama rekomendasikan untuk jadi pacar kamu yang lebih baik daripada gadis kampungan itu! Titik!” Beliau pun berjalan menuju kamarnya dari ruang makan sambil mengambil ponselnya. Ia menelepon seseorang saat ia tiba di kamarnya yang sangat mewah, tempat tidur berbentuk hati berwarna merah, cermin, meja, kursi, dan lemari besar terlihat di ruangan besar tersebut. Mama Farel pun berkata pada orang yang ia telepon “Ya, Pak, Anda punya gadis cantik dan kaya raya itu, ‘kan? Ya, suruh dia SMS ke anak saya yang bernama Farel, mungkin aja dia jatuh cinta pada dirinya,” Ia berkata lagi “Ya, ini Bu Hutama, saya pernah menjadi tetangga Anda, Pak. Saya tahu bahwa anak perempuan Anda jatuh cinta pada anak saya.” Musik dramatis lagi-lagi terdengar.
***
Keesokan harinya, kembali ke Jakarta, ke sebuah rumah mewah yang dimiliki oleh Erlanda, di mana mereka bersiap untuk pergi ke tempat tujuan masing-masing, Erlanda ke kantor yang ia pimpin, Malena ke salon kecantikan untuk merawat dirinya agar awet muda, sedangkan Aira pergi ke sekolah.
Erlanda berkata “Papa akan pulang dari kantor lebih awal, kira-kira jam satu siang, kita akan cari Nurhaliza, si pembantu yang brengsek itu!” Musik dramatis lagi-lagi terdengar.
Malena berkata “Ya! Jika dia ketemu, kita akan hajar dia habis-habisan, kita siksa dia!” Malena memang berniat untuk memperlakukan Nurhaliza bagaikan TKW yang bekerja di luar negeri. Beliau melihat Aira yang sedang asyik-asyiknya mengirim SMS pada seseorang, maka beliau berkata “Aira, jangan asyik SMS dong, mentang-mentang udah punya cowok idaman!”
“Ah, Mama, aku lagi sibuk nih, aku ada ekskul habis sekolah, bisa ga besok aja, hari Sabtu?”
Malena membantah seiring musik dramatis kembali terdengar “Heh! Cerewet banget kamu! Mentang-mentang udah dikasih libur panjang, kita bersenang-senang hingga kemarin, kamu patuh dong sama Mama Papa! Sudahlah, Mama antar kamu ke sekolah, kalo Mama sudah di sekolah sepulang sekolah, kamu harus ikut Mama cari Nurhaliza.”
Erlanda pamit “Papa pergi duluan,” Ia menaiki sebuah mobil mahal yang sudah paling umum di sinetron Indonesia, yaitu mobil berwarna putih mengkilap hingga bisa menyilaukan mata. Erlanda pun mulai menyetir mobil mewah itu meninggalkan rumah mewahnya.
“Ayo, Aira,” Malena mengajak masuk Aira ke dalam mobil merah yang lagi-lagi mengkilap hingga menyilaukan mata.
 Saat Malena mulai menyetir meninggalkan rumah mewah itu, Aira mulai mengirim SMS pada seorang pria idamannya seiring lagu Baby Doll yang dipopulerkan Utopia terdengar:
Hai, masih ingat gue, ‘kan? Gue Aira, sebelumnya gue tetangga lo, gue pengen aja tau gimana keadaan lo. Gue kirim SMS ke nomor lama lo ga kekirim, lo ganti nomor sih, hehe. Gue cuma pengen tau kabar lo, hehe… Bls plz… Aira.
***
Di SMA di mana Fitri bersekolah, pada pukul 12:25, Farel, masih memakai seragam putih abu-abu dengan rapi, berjalan meninggalkan kelas sambil membawa tas dan menerima SMS dari nomor yang tidak dikenal. Ia membaca SMS tersebut dan mengetahui bahwa pengirim SMS itu adalah Aira. Saat ia melihat Fitri yang berdiri di hadapan siswa siswi yang membawa tas masing-masing berjalan ke sana kemari, ia segera menemuinya.
“Fitri,” panggil Farel mendekati Fitri “Fitri, maafin gue soal nyokap gue, nyokap gue tu ga bisa nerima kalo bokap lo di-PHK.” Saat Fitri mencium kening Farel, di halaman sekolah, sudah ada mobil hitam yang dikendarai oleh Mama Farel. Mama Farel pun memata-matai mereka berdua, ia melihat Fitri dengan wajah benci, benci hanya karena gadis itu terlihat kampungan.
Fitri pun memaafkan Farel “Ya, gue tau nyokap lo ga bisa nerima, tapi lo masih cinta gue, ‘kan?” Namun ia melihat Farel memegang ponselnya menerima SMS yang tidak dikenal “Lo ngapain sih?” Fitri pun menyadari seiring musik dramatis lagi-lagi terdengar dan kamera close-up pada wajahnya.
Kamera juga close-up pada wajah Farel, yang berkata “Apa?”
“Lo… Lo… Lo… SMS siapa sih?”
Farel menjawab “Ini SMS ga jelas, dari…”
“Gue udah tahu!” Fitri langsung menerka “Gue tahu itu! Itu gadis yang…”
“Fitri, dengarin gue dulu!” Farel berusaha menjelaskan “Fit, nyokap gue bilang gue ga boleh dekat-dekat lo, tapi… dia minta gue SMS gadis yang harusnya gue cintai kata nyokap gue, itu bukan berarti…”
Fitri berteriak secara keras hingga terdengar di segala penjuru sekolah itu seiring musik dramatis terdengar dengan keras “TIDAAAAAAAAAAAAAAAAAAK!!!!” Ia pun langsung meninggalkan Farel.
“Fitri!!” teriak Farel.
Mama Farel pun akhirnya menyalakan mobilnya dan segera mengebut dengan kecepatan tinggi menuju depan gerbang sekolah, di mana Fitri berlari menuju jalanan yang baru diaspal itu. Jelas-jelas niat Mama Farel, yaitu ia ingin mencelakakan Fitri, hanya karena ia sering dekat-dekat dengan Farel.
Saat Fitri berlari sambil menangis, ia kaget saat melihat mobil Mama Farel mengebut ke arah dirinya. Inilah salah satu adegan terbodoh di dunia sinetron Indonesia, Fitri bukannya lari atau menghindar, dia malah diam saja memandangi mobil Mama Farel yang mengebut akan menabrak dirinya. Ditambah, musik dramatis terdengar kembali seiring Fitri berteriak “AAAAAAAAAAAAAAAARRRRRRRRRRGH!!!!”
Mama Farel pun menyadari bahwa ia tidak bisa mencelakakan Fitri dengan cara seperti itu, maka ia menginjak rem untuk menghentikan mobilnya. Mobil tersebut berhenti hampir menabrak Fitri, melainkan tepat di depan Fitri.
Mama Farel pun langsung turun dari mobil dan membujuk Fitri “Aduh, kamu ga apa-apa, ‘kan?”
“Ya, aku ga apa-apa, Tante,”
Mama Farel memandangi di sekitar bahwa kebanyakan siswa siswi melihat kejadian tersebut, maka ia berkata “Makanya, jangan diam aja, coba lari atau jalan kek.”
“Fitri!!” Erik langsung mendatangi Fitri “Fitri, lo ga apa-apa?” Ia menyentuh tubuh Fitri, namun Fitri memukul tangannya.
“Jangan sentuh gue!” Fitri langsung pergi meninggalkan halaman sekolah tersebut.
Erik berteriak “Fitri! Fitri!!”
***
Kembali ke rumah Prabu yang berupa kontrakan, Nurhaliza mengambil sebuah foto dari lemari Fitri, yaitu foto kelas Fitri. Ia bisa melihat teman-teman sekelas Fitri pada foto tersebut memakai pakaian casual masing-masing. Fitri yang berdiri di barisan paling belakang terlihat memakai kemeja putih dan rok panjang biru serta memegang tangan Farel dengan mesranya. Ia juga melihat Erik yang memakai kaus oblong abu-abu dan celana panjang hitam sambil memegang pundak Alan. Alan terlihat memakai kemeja biru, jas hitam, dan celana hitam seakan-akan dirinya sedang berpakaian formal. Mata Nurhaliza tidak bisa berhenti berpaling dari Alan.
Nurhaliza pun berpikir, Alan, kamu tuh cakep banget, kamu juga bahkan muji aku kemarin meski aku ini dekil, kotor, dan kampungan. Aku ingin ketemu kamu lagi, Alan, sekali lagi saja, aku tidak tahu perasaan apa yang kurasa sekarang. Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya sejak aku disiksa oleh seluruh keluargaku. Hal itu membuat Nurhaliza flash back:
Alan pun berjalan menemui Nurhaliza yang meratapi dirinya. Nurhaliza menatap beberapa gadis yang sedang bergosip tentang dirinya. Laki-laki tampan itu menemui Nurhaliza “Kau tidak apa-apa?” Nurhaliza terkejut ada seorang cowok berseragam sekolah seperti Alan menemuinya. Alan pun melihat bekas luka pada lengan Nurhaliza “Kau kenapa luka-luka begitu? Apa mereka menyiksamu saat kau mengemis?”
Nurhaliza bertanya “Um… Kenapa… Kenapa kau menemuiku? Padahal aku ini terlihat buruk,”
Alan hanya menjawab “Aku… aku sepertinya… ingin berteman dengan gadis sederhana seperti dirimu,” Ia menyentuh pipi kanan Nurhaliza.
Kembali ke masa kini, Nurhaliza tetap melihat foto tersebut sambil menyentuh gambar wajah Alan, ia berkata “Aku ingin bertemu kamu lagi, Alan.”
***
Berbicara soal Alan, ia sedang berada di sebuah kantin dekat sekolah yang dipenuhi oleh beberapa siswa sehabis pulang sekolah. Kantin tersebut sangat ramai, banyak siswa-siswi yang duduk menikmati makanan masing-masing di depan meja masing-masing yang tampak biasa saja. Alan tampak menunggu seseorang sambil memakan sepiring nasi dengan ikan goreng dan lotek. Erik pun bergabung dengannya, ia duduk di depan Alan sambil menaruh sepiring ayam krispi dengan nasi.
Erik pun bertanya “Jadi lo nunggu gue buat makan siang?”
Alan berkata “Ya, sebenarnya aku suka sama seorang gadis,”
“Beruntung kamu, siapa gadis itu? Pasti gadis populer di sekolah ‘kan?”
“Bukan, dia bukan gadis sekolah ini, dia adalah gadis yang kemarin kutemui, namanya Nurhaliza,”
Erik pun sedikit merasa aneh “Ya… gue… setidaknya dia gadis yang lebih baik menurut lo.”
Alan bertanya “Mengapa lo mendadak kayak gini, Rik?”
“Gue ga tau, setidaknya cewek populer itu ga penting banget. Apalagi, gue masih cinta sama Fitri. Gue denger kalo Farel udah ga boleh deket sama Fitri lagi,”
“Berarti ini kesempatan lo dong!” ucap Alan.
“Ya iyalah, Fitri bakal jadi gue sepenuhnya!” ucap Erik sebelum Farel menemui mereka berdua seiring musik dramatis lagi-lagi terdengar.
Farel pun berkata pada Erik “Apa kata lo? Fitri?”
Erik membalas setelah berdiri di hadapan Farel “Farel, seandainya kita adalah teman, tapi lo udah ga boleh deket sama Fitri lagi,”
“Ya,”
“Gue tau lo dapet SMS dari gadis lain yang cinta sama lo,” lanjut Erik “Sepertinya kalian akan bersama untuk selamanya, karena Fitri bakal jadi milik gue. Fitri bakal nikah sama gue, dia bakal cinta, amat sangat cinta banget sama gue. Sementara lo, sama mama lo, lo udah ga boleh jatuh cinta sama Fitri lagi.”
Farel membalas “Ada sesuatu yang lo harus tau, Fitri cinta gue, gue cinta Fitri sampe mati. Kalaupun ada seseorang yang ngelarang gue untuk ngelihat Fitri lagi, itu ga mengubah perasaan gue padanya. Fitri adalah gadis terlembut yang pernah gue kenal, tidak peduli dia dari mana kek, pokoknya Fitri bakal jadi milik gue. Gadis yang gue SMS gue ga cinta.”
Erik berkata “Ya, lo mentang-mentang orang kaya raya, lo harusnya nyerahin Fitri ke gue, bokap dia di-PHK, berarti itu alasan mama lo tepat, lo ga cocok sama Fitri. Lo cocok sama gadis yang lu SMS. Fitri pantes yang lebih baik daripada lo. Fitri bakal jadi milik gua.”
“Emang lo cocok darimana, lo orangnya kasar, pantes aja ga ada cewek yang jatuh hati sama lo.”
Erik pun berteriak akan memukul Farel “Tega banget lo!” Musik dramatis lagi-lagi berputar.
Namun hal itu terhenti saat Fitri memasuki kantin tersebut, ia berkata “Ada apa?”
Erik menjawab “Ya… Dia ngejek gue karena… gue pemain basket yang kurang sportif.”
“Ya, pantas aja, lo kan kasar banget, Erik,”
Erik pun pergi meninggalkan setelah berkata “Sialan, gue udah kenyang,”
Alan pun memanggil “Erik, makanan lo belum habis!”
Erik pun berjalan meninggalkan kantin tersebut menuju jalan raya seiring lagu Atas Nama Cinta yang dipopulerkan Rossa terdengar. Saat Erik menutup pintu kantin tersebut dan tiba di trotoar jalan raya, hujan pun turun dengan derasnya, membuat seluruh pakaiannya basah kuyup seiring ia berjalan.
***
Bagaimana dengan keadaan Erlanda? Erlanda sedang berjalan keluar dari gedung perusahaan yang ia miliki sambil memakai jas hitamnya, ia pun sedang menelepon Malena “Ma, Nurhaliza sudah ketemu belum?”
Malena sedang duduk di dalam mobil depan setir sambil memandangi sebuah restoran fast food dan menelepon balik Erlanda “Ini gadis badung susah banget carinya! Dia hilang kemana sih!”
“Omong kosong! Mustahil! Nurhaliza pasti ada di kota ini! Dia ga mungkin ke luar kota jika keadaannya kayak gitu!”
“Apa mungkin…”
“Ah, Ma, jangan berpikir kayak gitu, mustahil Nurhaliza ke luar kota, Papa udah bilang! Kita cari aja dia sampe ketemu!” Musik dramatis terdengar saat Erlanda mengungkapkan rencananya “Jika dia ketemu, kita sekap dia, jangan kasih makan dia sama sekali, kita harus paksa dan siksa dia melakukan hal-hal biasa kita lakukan,”
“Ya, Mama setuju,” Malena pun tersenyum jahat.


Bersambung

IBS
TELEVISION STUDIOS


Comments

Popular Posts