Rumput yang Bergoyang Episode 3


Rumput yang Bergoyang is classified PG, it contains some coarse language, for general reading but may be unsuitable for young children.

Dunia pertelevisian Indonesia memang sedang berantakan, setiap stasiun televisi memiliki sinetron dan FTV pada siang hari. Saya Maswendo Hardwick, penulis novel best seller yang berjudul Rumput yang Bergoyang, yang juga diadaptasi menjadi sinetron berjudul sama. Setiap adegan wajib dalam sinetron ada di episode kali ini. Saat produksi Rumput yang Bergoyang berlangsung, aku ingin kesempurnaan, seperti yang ada di serial drama yang ada di barat seperti Dallas, Revenge, dan Mistresses. Aku juga ingin sinetron ini menjadi sebuah guilty pleasure dan sebuah mahakarya terbaru di pertelevisian Indonesia. Tetapi drama dibalik layar antara saya, IBS Television Studios, dan The IW menghancurkan tujuan saya, mereka ingin membuat sinetron klise seperti sinetron yang sudah ada. Aku juga sebenarnya siap untuk ditegur KPI, tapi The IW tidak berani ambil risiko dikarenakan aturan-aturan yang berlaku oleh KPI, jadi setiap acara televisi harus patuh pada aturan KPI, sehingga televisi Indonesia menjadi jenuh dan membosankan gara-gara penuh dengan acara yang tidak berguna seperti sinetron kejar tayang dan FTV. Apa? Saya mengatakan “dikarenakan”? Terserah saya mau berkata seperti apa! Konten-konten yang ada di televisi Indonesia benar-benar sampah! Hampir tidak ada variasi genre sama sekali! Sejujurnya, saya bangga dengan akting para aktor di episode kali ini, saya harap Anda setuju. Selamat menikmati episode ketiga dari Rumput yang Bergoyang. Gara-gara KPI, pertelevisian Indonesia menjadi sampah dan tidak kreatif serta…


Episode sebelumnya
“Nurhaliza!! Di mana itu si anak!!” teriak Erlanda seiring musik dramatis lagi-lagi terdengar.
“Nurhaliza, keluar dari tempat persembunyianmu! Cepat!!” teriak Malena mencari di kamar lantai bawah tanah milik Nurhaliza yang terlihat kotor.
Fitri menangis “Farel!! Farel!! Kenapa lo harus tinggalin gue!!”
Mama Farel pun menjawab “Farel, kamu tahu kalo ayahnya Fitri, gadis kampungan itu, baru saja di-PHK dan jatuh miskin! Kamu ga bisa menikah dengan gadis yang kampungan, dekil, dan kotor itu!”
Farel pun membantah “Fitri ga mungkin kayak gitu, Ma! Jangan lihat luarnya, Ma!”
“Alah! Jangan lihat luarnya lagi! Dia jelas-jelas ingin menggunakan kamu untuk memperkaya dirinya!” teriak Mama Farel “Mulai sekarang kamu ga boleh berpacaran dengan Fitri lagi! Titik! Itu sudah final!”
Fitri pun memaafkan Farel “Ya, gue tau nyokap lo ga bisa nerima, tapi lo masih cinta gue, ‘kan?” Namun ia melihat Farel memegang ponselnya menerima SMS yang tidak dikenal “Lo ngapain sih?” Fitri pun menyadari seiring musik dramatis lagi-lagi terdengar dan kamera close-up pada wajahnya.
Kamera juga close-up pada wajah Farel, yang berkata “Apa?”
“Lo… Lo… Lo… SMS siapa sih?”
Farel menjawab “Ini SMS ga jelas, dari…”
“Gue udah tahu!” Fitri langsung menerka “Gue tahu itu! Itu gadis yang…”
“Fitri, dengarin gue dulu!” Farel berusaha menjelaskan “Fit, nyokap gue bilang gue ga boleh dekat-dekat lo, tapi… dia minta gue SMS gadis yang harusnya gue cintai kata nyokap gue, itu bukan berarti…”
Fitri berteriak secara keras hingga terdengar di segala penjuru sekolah itu seiring musik dramatis terdengar dengan keras “TIDAAAAAAAAAAAAAAAAAAK!!!!” Ia pun langsung meninggalkan Farel.
“Fitri!!” teriak Farel.
Farel membalas “Ada sesuatu yang lo harus tau, Fitri cinta gue, gue cinta Fitri sampe mati. Kalaupun ada seseorang yang ngelarang gue untuk ngelihat Fitri lagi, itu ga mengubah perasaan gue padanya. Fitri adalah gadis terlembut yang pernah gue kenal, tidak peduli dia dari mana kek, pokoknya Fitri bakal jadi milik gue. Gadis yang gue SMS gue ga cinta.”
Erik berkata “Ya, lo mentang-mentang orang kaya raya, lo harusnya nyerahin Fitri ke gue, bokap dia di-PHK, berarti itu alasan mama lo tepat, lo ga cocok sama Fitri. Lo cocok sama gadis yang lu SMS. Fitri pantes yang lebih baik daripada lo. Fitri bakal jadi milik gua.”
“Emang lo cocok darimana, lo orangnya kasar, pantes aja ga ada cewek yang jatuh hati sama lo.”
Erik pun berteriak akan memukul Farel “Tega banget lo!” Musik dramatis lagi-lagi berputar.
“Ah, Ma, jangan berpikir kayak gitu, mustahil Nurhaliza ke luar kota, Papa udah bilang! Kita cari aja dia sampe ketemu!” Musik dramatis terdengar saat Erlanda mengungkapkan rencananya “Jika dia ketemu, kita sekap dia, jangan kasih makan dia sama sekali, kita harus paksa dan siksa dia melakukan hal-hal biasa kita lakukan,”
“Ya, Mama setuju,” Malena pun tersenyum jahat.
Maswendo Hardwick’s
RUMPUT YANG BERGOYANG
© IBS Television Studios

Episode 3: Diam-Diam Suka
Kembali ke rumah Farel, di mana sang Mama Farel menerima sebuah panggilan telepon dari seseorang pada malam hari, ia pun kaget, kagetnya bukan kepalang, ia berteriak “APA?!” Dengan raut wajah yang sudah paling umum di sinetron Indonesia, mata melotot, bibir atas kedutan, ekspresi kek nahan boker “Oke, saya akan bilang Farel ya,”
Farel pun berjalan menuruni tangga dari kamarnya sebelum menemui sang Mama “Ma, ada apa?”
Mama Farel memalsukan ekspresi senangnya sambil bertanya “Wah, Farel, kau pasti lagi belajar ya? Kau sibuk banget ya?”
“Ya, Ma, ada tugas, tugas numpuk banget,” jawab Farel.
“Lagipula kau ada motivasi untuk belajar setelah melihat cewek kamu ya?”
“Ya, Ma, dia cewek favorit Farel,”
“Ya, Mama tahu kok apa yang terbaik, Farel, Mama hanya pengen kamu senang aja, pengen kalo kamu itu hidup bahagia bergelimpangan harta warisan Mama nanti.”
Farel pun menjawab “Ya, apalagi ‘kan Farel tau kalo nanti akan meneruskan perusahaan Mama.”
“Bagaimana SMS-annya dengan gadis itu?”
Farel pun menjawab dengan jujur “Farel ga suka sama gadis yang SMS Farel, Ma. Farel ga cinta sama dia.”
Mama Farel pun langsung marah seiring musik dramatis lagi-lagi terdengar, kamera pun zoom in terhadap wajahnya “Kamu masih cinta sama si gadis dekil dan kampungan itu, Farel?! Hah?! Apa kamu pikir kalo kamu masih bisa hidup kaya raya kalo kamu menikahi gadis itu?!”
Farel pun mengungkapkan “Ma, udah Farel bilang kalo Farel maunya…”
“Diam! Diam! Kamu patuhi apa yang Mama mau!”
“Ga, Ma! Maaf, kalo soal cinta, Farel maunya Fitri! Mama ga bisa minta jatuh cinta sama orang lain!” Farel pun berjalan kembali menuju kamarnya.
Mama Farel pun berpikir saat musik dramatis lagi-lagi terdengar, Sial, Farel tetep aja maunya sama gadis yang kampungan, bajingan, dan kotor lagi! Kalo gitu Mama harus menghilangkan gadis itu dari hidupnya.
***
Di rumah kontrakan Prabu, saat Nurhaliza dan Fitri duduk di atas tikar, mereka pun tidak melakukan apapun, tidak melakukan apa-apa sama sekali, hanya duduk diam saja! Namun terdengar suara bunyi handphone yang sudah ketinggalan zamannya. Fitri pun mengambil handphone yang sudah kuno dari sakunya, yaitu dari merek Nokia, yang sudah sangat butut.
Fitri menjawab telepon itu “Halo,”
Ternyata panggilan telepon tersebut dari Farel “Fitri, gue mau ngomong sama kamu, sori gue jadi kayak orang gimana lah, yang penting, gue mau bilang kalo gue masih cinta sama lu, cuma lu satu-satunya yang gue cinta, Fit. Gue ga ada hubungan apa-apa sama cewek yang SMS gue, itu emang cewek suka gue dari kecil sebelum pindah ke sini, gue bahkan ga suka sama kelakuan cewek itu, gue…”
Fitri memotong “Ya, Farel, gue…”
“Fit, gue ga peduli mau Mama bilang apa kek, pokoknya gue masih cinta sama lu, gue sumpah, gue cinta sama lu.”
Fitri pun kaget “Farel, lo beneran?! Lu masih cinta sama gue?!”
“Ya, Fit, nanti kita kencan diam-diam aja, itu mending daripada gue harus ngejauh dari lo.”
“Ya, gue cinta sama lo, udah dulu ya.” Fitri menutup percakapan, ia pun tersenyum lagi pada Nurhaliza “Alhamdulillah, Farel masih cinta gue! Dia masih cinta gue! Ah!!”
Nurhaliza hanya berkata “Ya, selamat buat lo, Fit,”
Fitri pun teringat “Eh, kamu udah ada cowok taksiran belum?”
Nurhaliza menjawab dengan jujur “Sebenarnya… aku… suka… sama… cowok… di… sekolah… kamu…”
“Jangan malu ngomong dong, gue ga bakal bilang siapa-siapa kok. Cowoknya siapa?”
“Dia… itu… cowok yang mirip orang Inggris gitu ya? Namanya Alan.”
“Wow! Alan? Dia orang keren tuh!” seru Fitri.
Mereka tidak mengetahui  bahwa di halaman belakang, ada seseorang yang menyalakan korek api setelah menuangkan minyak pada tembok belakang rumah itu, orang itu pun meletakkan korek api yang sudah terbakar api itu pada tembok itu, sehingga rumah tersebut mulai terbakar dengan hebat. Orang misterius itu pun pergi.
Kembali ke Nurhaliza dan Fitri, mereka belum menyadari bahwa dapur mereka terbakar, maka Nurhaliza berkata “Ya, dia itu orangnya bukan cuma cakep, dia peduli sama aku, dia simpel banget.”
Fitri berkata “Ya, dia emang populer di kalangan gadis, tapi gue udah punya Farel dong.” Ia pun mencium sebuah bau yang tidak sedap “Kau mencium bau ga?”
“Ya,” Nurhaliza melihat dapur yang sudah terbakar dengan hebatnya, apinya pun sangat besar memenuhi dapur itu seiring musik dramatis terdengar “Kebakaran!!!”
“Tidak!! AAAAAAAAAAAARRRGH!!!” teriak Fitri secara berlebihan “Tolong!! Tolong!!”
“Tolong!!!” teriak Nurhaliza “Kebakaran!!”
Mereka berdua seharusnya berlari keluar rumah saat kebakaran terjadi di dapur, bukannya hanya diam berteriak minta tolong, tipikal sinetron Indonesia. Sangat tidak logis…
Mereka pun tidak sempat lari ke luar rumah untuk meloloskan diri, melainkan api besar pun mulai muncul tepat pada pintu keluar dari rumah. Mereka berdua, Fitri dan Nurhaliza, terus meminta tolong meskipun terkepung di ambang api.
“Kebakaran!! Tolong!!” teriak Nurhaliza.
“AAAAAAAAAAAAAARRRRGH!!!” teriak Fitri.
Lalu datanglah Prabu dan Alan dari antah berantah memasuki rumah yang sudah terbakar dengan hebat itu untuk menyelamatkan Fitri dan Nurhaliza. Prabu pun memegang Fitri keluar dari rumah tersebut, sementara Alan menggendong Nurhaliza keluar.
Ajaibnya, mereka berhasil keluar dari rumah yang sudah terbakar itu dengan selamat, tanpa luka bakar sama sekali, kulit mereka masih utuh. Setelah mereka berhasil keluar dengan selamat yang terlihat sangat mustahil, mustahil sekali!
Prabu pun memandangi rumah kontrakannya yang sudah terbakar habis di samping Fitri, ia hanya berkata “Astagfirullah, siapa yang tega membakar rumah kontrakan saya? Ini bukan rumah saya, ini masih kontrakan. Bagaimana saya bisa mengatakan hal ini pada pemiliknya?”
Sementara itu, Nurhaliza menatap Alan dengan rasa suka yang terpendam, bertepatan dengan itu, lagu Biarkan Aku Jatuh Cinta yang dipopulerkan ST12 terdengar seiring kedua insan muda ini menatap satu sama lain.
“Astaghfirullah, Fitri, Nurhaliza, rumah kita terbakar habis, tetapi kalian berdua selamat, alhamdulillah.” ucap Prabu “Bagaimana ini bisa terjadi?”
“Aku tidak tahu, tiba-tiba saja apinya muncul dari dalam dapur,” jawab Fitri.
Alan menjawab “Ini… ini… pasti ada seseorang, aku yakin, kebakaran ini disengaja, benar-benar disengaja!” Sementara Nurhaliza tidak berkata apapun seiring tetap melihat diri tubuh Alan yang tampak biasa saja, tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk.
“Astaghfirullah, kita bakal tinggal di mana?!” teriak Fitri “Kita ga punya uang sama sekali buat bayar kerugian dikarenakan kebakaran ini!! Kita ga punya rumah sama sekali!! Kita terpaksa harus tinggal di jalanan, Ayah!!” teriak Fitri “Ga ada harapan lagi!”
Alan pun menawarkan “Fitri, Nurhaliza, Pak Prabu, kalian sebaiknya pindah ke tempat tinggal saya saja.”
Fitri pun menolak “Apa? Tidak usah, Alan, tidak usah, lo ga usah repot-repot,”
“Tidak, gue ngerasa kasihan pada lo, bokap lo, dan Nurhaliza kehilangan rumah kalian, maka kalian bisa tinggal di rumah gue, bokap dan nyokap gue lagi di London. Dan masalahnya, gue ga bisa ngebantu bayar kerugian akibat kebakaran ini.”
Fitri pun berteriak lagi secara berlebihan “Apa?!” Ia menatap ayahnya sambil berteriak “Fitri ga mau ujian kayak gini lagi! Fitri ga mau ujian kayak gini lagi!!!”
***
Kembali ke kediaman keluarga Erlanda, pada waktu itu kebetulan bertepatan dengan waktu terbakarnya rumah kontrakan Prabu. Erlanda, Malena, dan Aira memasuki rumah mewah itu, mereka pun duduk di sofa pink di ruang tamu yang berhiaskan segala apapun yang mewah, lukisan yang terlihat indah dan otentik terpasang pada dinding, vas berwarna coklat antik terletak di dekat meja ruang tamu.
Mereka bertiga pun terlihat sangat frustasi, sangat frustasi, sehingga Erlanda berkata “Di mana sih itu anak?! Dia ga ketemu itu anak!”
Malena berkata lagi “Pa, emang ya, Nurhaliza udah tahu kita semua bakalan nyiksa dia ya!”
“Alah, kita ‘kan sering menyiksa dia kayak TKW di luar negeri,”
Aira pun menutup kupingnya “Ma, Pa, sudah, sudah, kenapa sih kalian begitu peduli sama Nurhaliza, kenapa ga sama Aira sih?!”
Erlanda langsung berkata “Aira, sebenarnya kami tuh sayang kamu, lebih sayang daripada Nurhaliza si gadis dekil itu,”
Malena menghina anaknya sendiri “Iya, Aira, Nurhaliza itu kotor, bedebah, dan pengkhianat lagi setelah ia melarikan diri dari rumah ini,” Alasan Malena pun tidak jelas, mereka seakan-akan tidak jelas ingin membicarakan tentang Nurhaliza, beginilah, dialog bertele-tele.
“Sudahlah, Aira capek banget, Aira mau tidur,” Aira berjalan meninggalkan ruang tamu menuju kamarnya.
Malena pun bertanya “Kenapa bisa begini, Pa?”
“Jangan-jangan Nurhaliza sudah tahu segalanya.”
“Tahu apanya, Pa?”
Erlanda menjawab “Rencana kita sebelumnya!!”
“Alah, kita ga kasih tahu pada siapapun tentang masa itu, kita bahkan ga bilang ke Aira sama sekali!” Malena berbicara dengan jujur “Sudahlah, masa lalu tetaplah berlalu, yang penting masa kini,”
“Ya, Mama benar.” ucap Erlanda “Rencana kita baru saja dimulai.”
***
“Selamat datang di apartemen Alan, maaf tidak ada apa-apa, jadi anggap saja di rumah sendiri,” ucap Alan saat ia, Nurhaliza, Prabu, dan Fitri memasuki apartemen yang terlihat sangat sempit, tetapi setidaknya cocok untuk dihuni dan sangat mewah.
Mereka bisa melihat dapur yang lengkap terdiri dari kulkas, kompor, wastafel, meja, kursi bar, dispenser, lemari, dan kursi bar, semuanya berwarna putih, kecuali kompor, wastafel, dan kursi bar. Di ruang utama, mereka juga bisa melihat sofa berwarna putih yang terletak di depan LCD TV HD. Tak heran jika Fitri sangat gembira, seakan-akan kehidupannya berjalan kembali seperti dulu.
“Subhanallah, Alan, kamu orang yang baik banget,” ucap Prabu “Saya pasti tidak bisa membayar kebaikan kamu,”
“Sudah, Pak, anggap saja rumah sendiri, Bapak bisa tinggal di sini selama yang Bapak mau, lagipula orangtua saya sudah mengizinkan.” ucap Alan.
Fitri pun bergembira “Makasih, Alan!” Ia memeluk Alan tepat di depan pintu masuk “Kamu baik banget!!”
“Ya, terima kasih.” Alan pun melihat Nurhaliza berjalan menuju dapur “Sebaiknya aku berbicara sama Nurhaliza,”
“Ya, silakan,” ucap Prabu dan Fitri bersamaan. Fitri berbisik pada Prabu agar segera berjalan memasuki sebuah kamar tidur untuk membiarkan Alan dan Nurhaliza berbicara secara pribadi.
Nurhaliza melihat-lihat dapur tersebut dengan rasa penasaran, ia berkata “Dapur ini hampir mirip di rumahku di Jakarta, tapi sayang, aku tidak dapat…”
“Nurhaliza,” panggil Alan “Bisakah kita bicara?”
Nurhaliza berbalik melihat Alan sambil kaget “Alan…” Ia bertanya “Kau tadi menyelamatkanku dari kebakaran, kenapa?”
Alan menjawab “Aku harus menyelamatkanmu, mana mungkin aku akan membiarkanmu celaka, lagipula kau ‘kan gadis tercantik yang pernah kutemui, kau juga beruntung kuajak tinggal di sini bersama Fitri dan ayahnya.” Ia menyentuh pipi kiri Nurhaliza.
“Kamu baik banget, Alan, toh. Kamu menyebut aku ini cantik meskipun aku ini dekil dan kotor,” Nurhaliza tersipu malu, ia seakan-akan ingin mengungkapkan perasaan yang mendalam pada Alan, tetapi ia tidak mampu. Terdengar lagu Diam-Diam Suka yang dipopulerkan oleh Cherrybelle untuk menunjukkan perasaan tersebut.
“Boleh aku mengatakan sesuatu padamu?” tanya Alan.
“Ada apa?”
“Aku… Aku…”
“Ya??”
Alan pun mengungkapkan “Sejak pertama aku melihatmu, Nurhaliza, aku merasa… sudahlah, lupakan saja,”
“Sudahlah, jangan malu-malu. Aku ungkapin ya…” Namun Nurhaliza merasa malu “Ah, tidak jadi, mungkin…”
Alan berkata “Aku sebenernya suka sama kamu,”
Nurhaliza kaget “Lho? Kamu suka aku?”
“Ya, lagian kamu cewek yang paling beda daripada cewek-cewek populer di sekolahku, aku tahu kalau kamu memiliki hati yang lemah lembut dan sopan kepada suami suatu saat nanti.” Alan berkata jujur “Di dalam, kamu bukan seperti yang terlihat, kamu cantik banget,”
Nurhaliza juga mengungkapkan “Wow,” Momen stereotipikal muncul “Aku juga sebenarnya suka sama kamu, Alan,”
Alan kaget “Wow, benarkah? Maksudku, beneran? Wow.” Alan terlihat syok tidak percaya “Kau benar-benar suka sama aku,”
“Ya iyalah! Aku ‘kan terus mikirin kamu habis ketemu pertama kali,” Nurhaliza memukul pundak Alan dengan lembut “Ya, jadi aku suka sama kamu, untuk pertama kalinya, akhirnya aku suka sama cowok ganteng seperti kamu, Alan.”
“Jadi gimana?” tanya Alan “Kau mau jadian sama aku?”
“Ya,” Nurhaliza mengangguk tersenyum “Jadi kita mau ke mana?”
***
Di rumah Farel, Farel membukakan pintu kepada Mamanya yang baru saja tiba. Sang Mama berjalan dengan sikap angkuh sambil berkata “Farel, kamu baik-baik aja, ‘kan?”
“Mama, ya iyalah, Farel baik-baik aja.” Farel berkata “Ma, meskipun Mama nyuruh Farel menjauhi Fitri, Farel ga akan mau patuhi Mama kayak gitu. Menurut Farel, Fitri itu cinta sejati Farel, Ma.”
Kamera close-up terhadap wajah Mama Farel yang terus terang melarang dengan nada tinggi “Apa?! Ga boleh! Kamu ga boleh jatuh cinta sama gadis kampungan itu!” Mama Farel keceplosan “Mama udah capek-capek biar Fitri ga ada dalam hidup kamu!”
Farel pun menyadari “Jadi…”
Mama Farel menampar wajah anaknya berkali-kali sambil berteriak “Ga boleh!! Ga boleh!! Ga boleh!! Kamu ga boleh jatuh cinta sama gadis kampungan itu! Ga boleh!! Ga boleh!!” Tiba-tiba wanita itu terkena serangan jantung seiring ia menyentuh payudara bagian kirinya, ia batuk-batuk “Uhuk! Uhuk!!”
“Ma, Mama baik-baik aja?”
Mama Farel pun terjatuh setelah batuk berkali-kali “Uhuk! Uhuk!! Ti… dak… Mama… uhuk… udah ga… kuat.. lagi…” Beginilah adegan sekarat tipikal sinetron Indonesia.
“Ma?” Farel hanya memanggil.
Mama Farel berusaha untuk berdiri kembali, namun, naas, ia pun tergeletak dan terjatuh di lantai menghembuskan napas terakhirnya.
“Mama! Mama!” teriak Farel sambil memegang tubuh Mamanya yang sudah tidak bernyawa itu “TIDAAAAAAAAAAK!!!!”

Bersambung

IBS
TELEVISION STUDIOS



Comments

Popular Posts