Rumput yang Bergoyang Episode 4


Rumput yang Bergoyang is classified PG, it contains some coarse language, for general reading but may be unsuitable for young children.

Halo, nama saya Maswendo Hardwick. Kalian akan melihat episode keempat dari mahakarya saya, Rumput yang Bergoyang. Mahakarya? Dengar, saya tidak bisa mengatakan sinetron ini sebuah mahakarya! Mahakarya apanya? Ini bukan mahakarya sama sekali dikarenakan konflik saya dan IBS Television Studios dan The IW! Mengapa saya berkata “Dikarenakan” lagi?!! Dalam episode kali ini, Farel dan Fitri sangat jatuh cinta satu sama lain meskipun kematian Mama Farel, sementara Erlanda dan Malena melanjutkan pencarian Nurhaliza, anak mereka sendiri yang diperlakukan bagaikan TKW di luar negeri. Inilah episode keempat dari Rumput yang Bergoyang, selamat menyaksikan! Aku telah dikhianati oleh PH sinetron sialan itu! Mereka pengennya bikin sinetron yang biasa saja!


Episode sebelumnya
“Tidak!! AAAAAAAAAAAARRRGH!!!” teriak Fitri secara berlebihan “Tolong!! Tolong!!”
“Tolong!!!” teriak Nurhaliza “Kebakaran!!”
Mereka berdua seharusnya berlari keluar rumah saat kebakaran terjadi di dapur, bukannya hanya diam berteriak minta tolong, tipikal sinetron Indonesia. Sangat tidak logis…
Prabu pun memandangi rumah kontrakannya yang sudah terbakar habis di samping Fitri, ia hanya berkata “Astagfirullah, siapa yang tega membakar rumah kontrakan saya? Ini bukan rumah saya, ini masih kontrakan. Bagaimana saya bisa mengatakan hal ini pada pemiliknya?”
Aira pun menutup kupingnya “Ma, Pa, sudah, sudah, kenapa sih kalian begitu peduli sama Nurhaliza, kenapa ga sama Aira sih?!”
Erlanda langsung berkata “Aira, sebenarnya kami tuh sayang kamu, lebih sayang daripada Nurhaliza si gadis dekil itu,”
Malena menghina anaknya sendiri “Iya, Aira, Nurhaliza itu kotor, bedebah, dan pengkhianat lagi setelah ia melarikan diri dari rumah ini,” Alasan Malena pun tidak jelas, mereka seakan-akan tidak jelas ingin membicarakan tentang Nurhaliza, beginilah, dialog bertele-tele.
“Ya, lagian kamu cewek yang paling beda daripada cewek-cewek populer di sekolahku, aku tahu kalau kamu memiliki hati yang lemah lembut dan sopan kepada suami suatu saat nanti.” Alan berkata jujur “Di dalam, kamu bukan seperti yang terlihat, kamu cantik banget,”
Nurhaliza juga mengungkapkan “Wow,” Momen stereotipikal muncul “Aku juga sebenarnya suka sama kamu, Alan,”
Alan kaget “Wow, benarkah? Maksudku, beneran? Wow.” Alan terlihat syok tidak percaya “Kau benar-benar suka sama aku,”
Farel pun menyadari “Jadi…”
Mama Farel menampar wajah anaknya berkali-kali sambil berteriak “Ga boleh!! Ga boleh!! Ga boleh!! Kamu ga boleh jatuh cinta sama gadis kampungan itu! Ga boleh!! Ga boleh!!” Tiba-tiba wanita itu terkena serangan jantung seiring ia menyentuh payudara bagian kirinya, ia batuk-batuk “Uhuk! Uhuk!!”
“Mama! Mama!” teriak Farel sambil memegang tubuh Mamanya yang sudah tidak bernyawa itu “TIDAAAAAAAAAAK!!!!”
Maswendo Hardwick’s
RUMPUT YANG BERGOYANG
© IBS Television Studios

Episode 4: Nada Cinta
Enambelas tahun yang lalu, di saat pernikahan Prabu dan seorang wanita yang wajahnya disensor, pada waktu itu, semua tamu menyaksikan proses pernikahan tersebut dengan gembira seiring Prabu menjabat tangan kanan seorang penghulu yang duduk di depannya.
Penghulu tersebut berkata “Saya terima nikahnya Prabu Siliwangi Yahya bin *nama disensor* dan Larissa Anugrah Putri binti *nama disensor* dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai,”
Prabu yang memakai jas hitam, kemeja putih, celana hitam, dan topi peci itu membalas “Saya terima nikahnya Larissa Anugrah Putri binti *nama disensor* dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai.”
Penghulu tersebut bertanya pada para tamu “Bagaimana para saksi? Sah?”
“Tunggu!!” muncullah seorang perempuan yang berupaya untuk menggagalkan pernikahan tersebut, ya, adegan tersebut sudah basi di sinetron Indonesia, sangat basi! Perempuan itu berjalan menghampiri Prabu dan calon istrinya serta penghulu akad nikah itu. Perempuan itu tak lain adalah Malena! “Jangan sahkan pernikahan ini! Jangan! Jangan!”
Prabu pun berdiri berbalik menghadap Malena “Malena?”
“Prabu, saya belum menyerah, saya yakin! Benar-benar yakin! Anda akan menikahi dengan wanita yang tidak kau cintai! Sama sekali tidak kau cintai!” Malena berteriak seiring musik dramatis terdengar “Prabu, saya mohon! Saya benar-benar mencintaimu! Saya mencintaimu dengan sepenuh hati! Saya tahu kalau kamu juga cinta aku!” Lalu terdengarlah lagu You Belong to Me yang dipopulerkan Jo Stafford seiring Malena berkata “Aku jujur sama kamu, Prabu! Prabu, aku cinta mati sama kamu! Kamu juga cinta aku!!”
Prabu menolak cinta Malena mentah-mentah seiring lagu berhenti terdengar “Malena, maafkan aku, tapi aku lebih cinta *nama disensor* daripada kamu. Aku tidak cinta kamu, Malena,” Ia pun berbalik duduk di depan penghulu dan di samping calon istrinya “Penghulu,”
“Bagaimana, para saksi? Sah?”
Semua tamu berteriak”SAH!”
***
Kembali ke masa kini, yaitu pada pagi hari di kamar Aira yang penuh motif Ken dan Barbie, warna cat dinding serba pink dan ungu, lampu chandelier menghiasi kamar tersebut, semua furniture, termasuk tempat tidur dan lemari, serba pink dan ungu. Bahkan TV juga sampai dihiasi motif Ken dan Barbie!
Aira sedang terlihat memegang mikrofon sambil berdiri sedang bernyanyi karaoke, ia juga menari dengan koreografi asal-asalan, ia bernyanyi lagu dengan keras dan suara sumbang “Nada-nada cinta ini terangkai dari hatiku, dulu tak pernah terpikir mengalir seperti ini. Kamu takkan bisa menahan semua rasa, katakan katakan katakan saja yang ada di hatimu. Coba cobalah kau lihat kau lihat diriku, coba cobalah kau dengar kau dengar suaraku. Eh! Eh! Eo! Eh! Eh! Eo! Nada-nada cinta ini terangkai dari hatiku, dulu tak pernah terpikir mengalir seperti ini. Kamu takkan bisa menahan semua rasa, katakan katakan katakan saja yang ada di hatimu. Coba cobalah kau lihat kau lihat diriku, coba cobalah kau dengar kau dengar suaraku. Coba cobalah kau lihat kau lihat diriku, coba cobalah kau dengar kau dengar suaraku. Kamu takkan bisa menahan semua rasa nada-nada cinta.
“Aira!!” panggil Malena mendobrak pintu kamar Aira dengan keras “Berisik! Pagi-pagi begini udah nyanyi nadanya sumbang lagi!”
“Mama! Ini ‘kan hari libur!” ucap Aira “Lagian si Nurhaliza juga mana lagi? Harusnya sekarang udah ketemu! Dia kabur kemana sih?!!”
“Eh! Kamu jadi anak jangan manja ya!” teriak Malena.
“Lagian kenapa Mama nyuruh-nyuruh Nurhaliza segala? Palingan Mama itu ga bisa masak, ga bisa nyuci, ga bisa melakukan pekerjaan rumah tangga seperti ibu rumah tangga,”
“Kamu ‘kan juga sama aja, Aira,”
Erlanda pun muncul memasuki kamar Aira “Ma, Papa baru dapat kabar dari teman lama di Bandung,”
“Apa?” tanya Malena.
“Mereka melihat gadis yang mirip si brengsek Nurhaliza!” seru Erlanda.
“Bagus! Kalau begitu kita akan ke Bandung untuk cari si anak gadis badung itu! Kita ke Bandung sekarang juga!” ucap Malena.
Aira kaget “Ma, ke Bandung sekarang?! Tapi Ma…”
“Ga ada tapi Aira, ayo kita ke Bandung, cari si anak badung sialan itu!” seru Malena.
***
Di bekas rumah kontrakan Prabu, yaitu hanya menyisakan abu, seorang wanita berambut pirang berjalan menghampiri rumah yang sudah terbakar itu. Wanita itu tak lain adalah Larissa, istri Prabu dan ibunda Fitri.
Larissa pun memandang hampir seluruh warga berkumpul menyaksikan rumah yang sudah rusak menjadi abu itu, ia pun bertanya kepada ibu berkerudung putih “Mba, maaf, ini rumah kenapa ya?”
Ibu tersebut menjawab “Oh, rumah ini udah terbakar tiga hari yang lalu, Mba,”
Larissa pun berkata “Astaghfirullah…” Ia pun bertanya “Di mana mereka sekarang? Yang tinggal di rumah ini?” Ia terlihat membawa sebuah file “Saya ingin bicara dengan suami saya tentang anak saya,”
Farel pun akhirnya tiba menemui Larissa dan ibu berkerudung putih itu “Bu, ini ada apa?” Farel memandang rumah kontrakan Prabu yang sudah rusak berat akibat kebakaran “Astaghfirullah al adzim, Bu, ini rumah kenapa?”
“Farel?” Larissa memanggil.
Farel pun mengenal Larissa sebagai ibunda Fitri “Bu, Anda ibunya Fitri, ‘kan?”
“Ya,”
“Bu, ini Fitri kemana?”
“Ga tau, rumah ini udah kebakaran ga tau kenapa,”
Farel pun menyadari saat kamera close up terhadap wajahnya dan musik dramatis terdengar “Mama, mama saya yang membakar rumah ini. Mama saya tidak setuju saya mencintai Fitri, sebelum Mama meninggal, Mama saya membakar rumah ini.”
“Astaghfirullah… Innalillahi wa inna ilaihi rojiun… Naudzubillahi min dzalik…”
“Ibu mau ketemu Fitri ‘kan?” tanya Farel “Saya SMS dia ya.”
***
Kembali ke apartemen Alan, di mana Nurhaliza dan Alan sedang duduk di atas sofa, mereka pun sedang bersenang-senang dengan satu sama lain, mereka pun mulai berbicara untuk mencari sesuatu yang bisa menjadi kesukaan mereka. Alan juga sedang memegang gitar sehingga ia mengajak Nurhaliza untuk bernyanyi. Alan pun memulai memainkan gitarnya seiring mereka berdua mulai bernyanyi “Whoa… Whoa… Whoa… Oh…”
Alan bernyanyi “Seluas langit di atas…
Nurhaliza bernyanyi “Tak seluas cintaku ini,
Mereka berdua bernyanyi bersama dengan merdu “Mengalir di dalam darahku, sedekat hembusan nafasku, cintaku untukmu ooh. Biar dunia menghina, hatiku tetap cinta, cause i miss you, cause i need you. Biar dunia saksinya, cinta kita berdua, cause i miss you, cause i need you. Whoa whoa whoa… Cause i miss you, cause i miss you and cause i need you, baby…
Fitri pun berjalan keluar dari suatu kamar tidur “Wah, kalian serasi banget loh… Ciyeee…”
Alan berkata “Ya iyalah, untung gue pilih cewe yang suaranya merdu banget, merdu banget.”
Nurhaliza membalas “Ah, Mas Alan biasa saja.”
Fitri pun mengambil HP bututnya “OMG Hello! Farel! Farel! Farel bakalan ke sini!!!”
“Masa?!” teriak Nurhaliza.
“Tapi dia nanya kita tinggal di mana, gue balas aja,” Fitri pun berjalan memasuki kamar tersebut lagi untuk membiarkan Nurhaliza dan Alan berduaan.
Alan berkata “Oke, sampai mana kita?”
***
Farel dan Larissa sedang duduk di dalam angkot yang sangat panas dan penuh dengan penumpang, bahkan mereka harus bersempit-sempit ria sambil menunggu tiba di apartemen Alan di jalan Soekarno Hatta.
Larissa berkata pada Farel “Ibu dapat kabar dari rumah sakit di mana ibu melahirkan Fitri kalau ternyata Fitri bukan anak biologis saya.”
Farel bertanya “Dari mana mereka tahu? Tes DNA?”
“Mereka mengabarkannya lewat file yang ibu pegang.” ucap Larissa.
“File itu isinya apa?”
“Itu hasil tes DNA, mereka berkata bahwa Fitri dan bayi perempuan yang lain tertukar secara sengaja.”
“Apa?” ucap Farel “Jadi… Fitri bukan anak ibu?”
“Ya, Fitri bukan anak ibu, tapi anak perempuan yang lain.” Larissa pun tidak menyadari bahwa seorang pria perlente yang duduk tepat di samping dirinya tengah mencopet sesuatu dari saku celananya.
Farel pun memandang pria perlente pencopet itu dan berteriak “Masya Allah! Copet! Copet!!”
Larissa pun berteriak sambil memukul pria perlente itu secara berlebihan “AAAAAAARRRGH!! Copet!! Copet!! Copet!! Copet!!”
***
Kembali ke apartemen Alan, di mana Alan, Prabu, Fitri, dan Nurhaliza sedang makan siang sambil duduk di atas sofa, mereka hanya memakan sepiring nasi dengan ayam goreng, meskipun Alan hanya tinggal di apartemen.
Alan berkata “Cuma ini makanannya, soalnya ga ada apa-apa di rumah,” ucap Greg meminta maaf.
“Tidak apa-apa.” ucap Fitri.
Prabu berucap “Fit, maafkan ayah,”
Fitri membalas “Kenapa, Yah?”
“Seharusnya, kita ga jadi kayak gini, ayah di-PHK, rumah kontrakan kita kebakar habis, terus kamu juga pengen ulang tahun kamu yang sweet seventeen besar-besaran, ayah merasa ga mampu.”
Fitri berkata “Ayah ga usah ngomong gitu lagi, Fitri udah sadar bagaimana cara hidup orang miskin, meskipun Fitri masih belum terima. Pesta besar atau bukan, Fitri udah ga peduli lagi mau ngerayain ulang tahun Fitri. Fitri ulang tahun besok.”
Nurhaliza kaget “Fit, kamu ulang tahun besok?”
“Ya,”
“Besok juga ulang tahunku!” Nurhaliza menjawab.
Fitri kaget “Kamu juga ulang tahun besok?!”
Alan berkata “Wah, ternyata ada hari ulang tahun yang sama,” Lalu ia berkata “Gimana kalo gini, aku bakal ngebantu untuk ngerayain pesta…”
Fitri memotong “Udah, ga usah, ga usah, kamu ga usah repot-repot.”
“Udahlah, Fitri, kita, di sekolah, semuanya teman lo, kita akan ngebantu lo dan Nurhaliza ngerayain pesta ulang tahun, lagian gue dan Farel udah ngerencanain pesta ini.”
“Udah, ga usah, Alan,”
“Ga apa-apa, lagian ini salah satu rencana hidup besar lo, sweet seventeen birthday party? Kita bakalan ngebantu lo, tenang aja.”
Fitri pun akhirnya menerima “Ya, oke, lo boleh ngerayain pesta ulang tahun, tapi hanya teman terdekat aja yang boleh datang. Makasih banyak, Alan,”
Alan pun tersenyum “Sama-sama, gue bakal telepon Farel dulu.”
***
Kembali ke angkot, seiring lagu Rondo Alla Turca yang dipopulerkan Mozart terdengar, sangat tidak nyambung! Pencopet yang berupaya untuk mencopet dompet Larissa sudah pergi setelah gagal. Kini di tempat duduk penumpang, sudah lebih luas, hanya Farel dan Larissa saja yang duduk di sana dekat pintu keluar.
Farel mengambil ponselnya untuk menerima telepon dari Alan “Ya, assalamualaikum?”
“Waalaikum salam, Rel. Lo masih ingat rencana kita ngerayain ulang tahunnya Fitri?”
“Ya iyalah, gue masih ingat,”
“Lagian lo ‘kan orang kaya raya,”
“Tapi Mama gue…”
“Ya, gue tau. Tapi lo bisa ga ngebohong untuk ngambil uang dari Mama lo?”
“Mama gue udah meninggal, Alan,”
“Innalillahi wa inna ilaihi rojiun… Jadi gimana dong?”
“Gue bakalan balik ke rumah malam ini buat ngambil duit dan ngerencanain pesta ulang tahun Fitri, kita adain pestanya di rumah gue aja.” usul Farel.
Larissa bertanya pada Farel “Itu dari siapa, Alan?”
Farel menjawab pertanyaan Larissa “Teman Farel, Alan,” Ia melanjutkan percakapan dengan Alan “Alan, tapi lo bantu gue ngedekorasi rumah gue ya, dan hanya teman-teman terdekat aja yang boleh datang. Oke, gue udah mau nyampe rumah lo, ada yang pengen ketemu bokapnya Fitri,” Farel mengakhiri percakapan.
“Kamu baik banget pengen ngerayain pesta buat Fitri,” ucap Larissa.
“Bisa saja, Bu, saya ‘kan jatuh cinta sama Fitri,” ucap Farel seiring lagu Jatuh Cinta yang dipopulerkan Project Pop terdengar.
“Bagus buat kalian berdua,”
***
Alan berjalan keluar dari apartemennya, dan kebetulan sekali, Erik juga berjalan keluar dari apartemen tepat di depannya sebelum menutup pintu.
“Eh, Erik,” panggil Alan “Lo mau kemana?”
“Gue mau ke rumah Fitri, gue denger kalo rumahnya kebakaran,”
“Mereka udah pindah kok, lagian rumahnya udah ga bisa ditinggalin lagi.”
“Jadi mereka tinggal di mana dong?”
Nurhaliza berjalan keluar dari apartemen Alan “Alan, ayo,”
Erik kaget saat melihat Nurhaliza “Alan, itu cewek yang lo sukai?”
“Ya, namanya Nurhaliza, gue mau bawa dia ke salon, gue yang traktir. Dia butuh penampilan lebih dari ini,” Alan menunjukkan penampilan Nurhaliza yang bobrok.
“Oh, Fitri juga pindah ke sini juga ‘kan?”
“Ya iyalah,” seru Alan “Gue duluan, mau bawa Nurhaliza ke salon.”
Erik pun tersenyum pada Nurhaliza “Senang bertemu dengan lo, Nurhaliza.”
“Senang bertemu dengan kamu,” balas Nurhaliza sebelum pergi meninggalkan Erik menuju lift.
Erik pun berjalan mengikuti Alan dan Nurhaliza “Eh, Alan, gue ikut ke bawah!”
***
“Astaga! Lama banget sih! Macet banget!” teriak Malena di dalam mobil mewah duduk di kursi depan dekat Erlanda yang menyetir, sementara Aira duduk di kursi belakang. Tentu saja, mereka terjebak dalam kemacetan jalan tol penuh dengan mobil. Malena berkata lagi “Ini lama banget! Gimana kita mau cepat-cepat menemui gadis badung itu?!”
Erlanda hanya menjawab “Ayolah, ini Jakarta, macet banget! Macet!”
“Tapi ga macet gini-gini amat dong!”
Aira bertanya “Kalo gitu kita makan di tempat istirahat, ‘kan?”
Malena berkata “Kita harus cepat-cepat ke Bandung untuk ketemu dan bawa si gadis badung itu ke rumah agar dia makin menderita! Jika kita ketemu dia, kita kejar dia!” Malena tersenyum jahat.

Bersambung

IBS
TELEVISION STUDIOS


Comments

Popular Posts