Ordering Disorder Episode 3


Ordering Disorder is classified 15+, it contains some violence, some coarse language, sexual references, and drug use, it is not suitable for people under 15.
Sebelumnya di Ordering Disorder:
“Setelah aku pergi dari rumah sakit, aku pergi ke makam ibuku, sendiri, aku hanya ingin berkunjung. Aku melihat ada seorang pria yang membawa mawar putih persis kesukaan ibuku, dia bilang bunga itu untuk ibunya, lalu ia menaruh bunga itu di hadapan makam itu. Aku tak mengerti kenapa ada orang yang mengaku bahwa Rose Evans, ibuku, merupakan ibunya.” Sam mulai kehilangan kontrol pada gangguan bipolarnya.
“Sam, oh tidak, kau mulai berpikir yang tidak-tidak, kau panik, mungkin aku harus mengambilkanmu minum.”
“Aku tak apa-apa, Dave.”
“Kau yakin?”
“Dave! Ayolah!” seru Sam, lalu ia berjalan menemui pria tersebut yang berjalan mendekatinya “Jadi kau datang ke sini lagi?”
“Ya, untuk mengenang ibuku. Apakah kau pemuda yang berkunjung ke makam Rose Evans kemarin?” tanya pria itu.
“Ya.”
“Rose Evans sudah kuanggap ibuku sendiri, aku sebelumnya menganggap bahwa kedua orangtua asliku telah menikah, tapi saat aku mengetahui yang sebenarnya kalau ibuku hanya menyelingkuhi ayahku setahun setelah beliau meninggal, aku melarikan diri dan menjalani kehidupanku sendiri.” kata pria itu “Oh, aku lupa memperkenalkan diri, aku Christopher Hilton, panggil aku Chris.”
“Sam Evans.” Sam berjabat tangan dengan Chris.
Claire menjawab “Jenna, sebenarnya masih ada orang yang lebih sengsara daripada dirimu, coba kau lihat orang-orang miskin di jalanan, mereka meminta belas kasihan dan bahkan uang dari orang-orang kaya yang sering mengacuhkannya, seharusnya kau bersyukur karena kita mendapat kehidupan tidak seperti mereka.”
“Lalu bagaimana dengan Sam, menurutku dia lebih menderita daripada diriku, apalagi orang-orang miskin itu.”
“Jenna, ayolah!” kata Claire saat ia menghentikan mobilnya di samping rumah keluarga Evans, ia melihat Jenna segera keluar dari mobil tersebut “Jenna!”
Chris pun tertawa “Oke, aku minta nomor HP-mu, jika ada apa-apa, telepon saja.”
Sam mengambil ponsel Chris dan memasukan nomor HP-nya dan menyimpannya sebagai kontak, lalu ia menelepon nomornya sendiri, dan memberikan ponsel tersebut pada Chris “Ya, thanks, mate. Hati-hati.” Ia berjabat tangan dengan Chris.

***

Jam sudah menunjukkan pukul 01:27, malam itu, Sam memutuskan untuk tidak meminum obat tidur, ia mulai mem-browsing yang aneh-aneh, termasuk tentang tanda-tanda penyakit, berita negatif, gosip, dan bahkan kematian. Ia pun mulai merasa ketakutan, ia terasa ingin mati, namun ia terus menahan perasaan itu, sehingga pikiran negatifnya semakin menumpuk, ia ingin berteriak namun ia terus menahan karena takut membangunkan yang lain di rumah. Ia takut bahwa ia akan mati pada waktu itu. Hingga akhirnya ia tidak bisa tidur hingga jam 05:00 pagi. Sam terlihat tidak baik-baik saja, ia tidak  bisa tidur sama sekali karena dirinya dikuasai oleh pikiran negatif. Ia keluar dari kamarnya dan menemui Claire.
“Sam, tumben kau bangun, apa kau bisa tidur?” Claire bertanya.
Sam berbohong “Ya, aku bisa tidur.”
“Oke.” Claire hanya membalas “Kau harus ke sekolah hari ini.”
“Ya…” Sam berkata “Dave sudah berjanji aku akan pergi bersamanya.”
“Hati-hati saja, Sam.” kata Claire.
***
Pukul 07:21 pagi, Dave tiba di rumah Sam “Sam!”
Claire berkata “Dia sedang sarapan.”
Dave melihat Sam hanya memakan sepotong roti gandum tanpa diolesi apapun, ia merasa kasihan pada Sam. Dave bertanya pada Claire “Omong-omong, Claire, sebentar lagi pesta dansa, apa kau punya tips?”
“Tips macam apa?”
“Tips untuk mengajak gadis ke pesta dansa.”
Claire hanya menjawab “Jangan tanya padaku, Dave, tanya pada seorang laki-laki, biar kuberitahu tipsku, jangan terlalu langsung bertanya pada seorang gadis yang kau suka.”
Jenna datang menghampiri Dave “Sekalian saja jangan ajak seorang gadis.”
“Jenna!” teriak Claire menemui Jenna.
Sam menemui Dave “Dave, sebenarnya aku tidak bisa tidur malam sebelumnya, aku berbohong pada Claire.”
“Oh, masa?”
“Ssst! Kau harus temani aku ke psikiater, aku merasa ada yang tidak beres meski aku disuruh berhenti minum obat oleh Claire. Aku terus terpikir tentang kematian.”
“Lebih baik kau lakukan sesuatu seperti daftar 100 hal sebelum aku mati.”
“Aku jadi takut mati, Dave. Maka tolong aku, aku ingin ke psikiater saja, aku tidak kuat. Tapi Claire tidak boleh tahu, aku juga akan memberitahu terapisku.”
“Ya, jika itu maumu, aku rela bolos sekolah demi menemanimu, kau sahabatku, kau tidak sendiri.”
“Ya, kita berangkat sekarang?”
“Ayo!” seru Dave.
Sam segera mengambil tasnya, ia pun pamit pada Claire “Claire, kami pergi dulu!”
“Sam, apa kau yakin tidak perlu diantar?” tanya Claire.
“Tidak usah, Claire.”
“Hati-hati!”
***
Sam dan Dave menaiki bus untuk pergi ke klinik di dekat sekolah, Sam berkata “Maaf jika aku merepotkanmu, Dave.”
“Tidak apa-apa, ini hanya demi kebaikanmu, aku tidak kesal padamu, aku juga tidak pernah mengejekmu, kita ini sahabat.”
“Ya, sejak ayahku pergi dari rumah, aku malah menjadi tertutup, aku tidak mau berbicara apapun, tapi hanya kau temanku, aku hanya terbuka jika berbicara denganmu. Dave, ini rahasiaku, aku berbohong kalau aku pernah pacaran saat aku SD, lalu aku tadi malam aku browsing yang aneh-aneh, aku tahu kalau aku kena bipolar, rasanya aku takut mati.”
“Ya, Sam, coba kau ceritakan padaku, aku takkan bilang siapa-siapa.”
“Aku pernah diejek kalau aku homo, padahal sebenarnya bukan, aku bukan homo. Tapi dalam pikiranku aku pernah kalau aku homo, tapi aku tolak mentah-mentah pikiran itu. Ada yang bilang kalau aku ini pelacur kelas tiga.”
Dave memotong “Stop, lebih baik kau ceritakan ke psikiater saja daripada cerita di bus, banyak orang yang mendengar.”
“Ya, Dave.” Sam mulai merenung apa jadinya jika hidupnya seperti yang ia inginkan, apa jadinya jika ayahnya tidak lari dari rumah, ia berpikir bagaimana ia kembali menjadi semula, ia menjelaskan perasaannya lagi pada Dave “Dave, aku pernah mencoba hipnoterapi sendiri, tapi itu tak mempan bagiku, malah semakin parah.”
“Lebih baik kau stop hipnoterapi sendiri, psikiater akan lebih tahu kondisimu seperti apa.” Dave membalas sambil mengirim SMS pada gadis yang ia suka dengan kalimat merayu.
“Ya.”
***
Sam dan Dave tiba di klinik psikiatri, saat mereka memasuki klinik tersebut, mereka melihat dari orang tua hingga orang gila yang berkunjung ke klinik tersebut, Sam tidak suka dengan suasana tersebut.
“Dave,” Sam memanggil.
“Ya?”
“Tidak jadi.”
“Ayolah, kau harus bilang, jangan tidak jadi.”
“Aku merasa buruk.”
“Ayolah, kau harus bersyukur, masih ada yang lebih buruk daripada dirimu, kau baik-baik saja secara fisik, intinya kau baik-baik saja.”
“Permisi, bisakah kalian titip bayiku?” tanya seorang wanita.
“Ya.” jawab Dave sambil memegang bayi itu, saat wanita tersebut memasuki ruangan dokter, bayi tersebut menangis “Betapa lucunya bayi ini saat menangis.”
“Itu tidak mengubah pola pikirku, Dave.”
“Ayolah, ini bisa jadi motivasimu.” Lalu Dave teringat “Aku ingat sebuah cerita, Sam. Begini ceritanya, ada seekor laba-laba yang membuat jaring, tapi jaringnya hancur, tapi laba-laba itu tidak menyerah, ia membangun jaring itu lagi dan lagi. Ada tiga orang anak yang melihat laba-laba itu. Anak pertama hanya pasrah, ia tidak merasa tidak mampu, anak kedua hanya memakai jalan pintas, sedangkan anak ketiga tidak kenal menyerah, ia berjuang dengan gigih. Jadi itu kesimpulannya, kau harus berjuang, Sam.”
“Aku merasa seperti anak kedua, Dave.”
“Sam Evans.” Panggil seorang dokter berjilbab pink.
“Ayo, ini saatnya.” Dave berkata.
“Ya.” Sam berdiri dan mengikuti dokter tersebut memasuki sebuah ruangan, ia pun duduk di depan dokter tersebut “Sam Evans,”
“Saya Dokter Gina Russo, saya di sini hanya untuk membantu, jadi kau hanya perlu memikirkan untuk berubah, coba kau ceritakan apa yang kau alami.”
Sam menjelaskan “Begini, Dok, aku mengalami gangguan bipolar, tadi malam, aku tidak bisa tidur, aku terus terbayang tentang kematian, aku terus terbayang saat ibuku bunuh diri. Aku, aku… aku merasa takut mati.”
“Gangguan bipolar, ya? Dari mana kau tahu hal itu?”
“Saat aku mencoba untuk bunuh diri menggunakan alkohol dan heroin, aku mencoba overdosis diriku sendiri, tapi untungnya dihentikan oleh sahabatku, Dave.”
“Coba kau ceritakan sebelum kau mencoba untuk bunuh diri, Sam.”
“Sejak ibuku bunuh diri, aku merasa tertutup, aku sering diejek, aku sering dihina, aku sering di-bully, aku merasa sendirian, pikiran negatifku makin menjadi-jadi, maka aku mencoba heroin dan alkohol, aku minum alkohol sepuasku hingga aku semakin membaik, tapi nyatanya tidak. Aku semakin memburuk, aku berpikir ada yang salah denganku. Ada yang bilang aku homoseksual, ada yang bilang aku pelacur, aku susah move on, Dok.”
Dokter itu mencatat perkataan Sam dengan cermat “Ya, jadi intinya itu saat ibumu bunuh diri, apa yang terjadi sebelum itu?”
Sam menjawab dengan jujur “Aku sedang main Halo 4, lalu aku mendengar desahan dari kamar ayah dan ibu, aku tak sengaja membuka pintu itu, dan ayahku selingkuh. Lalu ayahku memukulku hingga aku merasa kesakitan, Dok.”
“Jadi intinya kau trauma?”
“Ya.”
“Coba ceritakan apa perasaanmu sebelum mengetahui kalau kau bipolar?”
Sam menjawab “Aku kadang-kadang merasa senang, aku merasa gila, aku merasa sedih tiba-tiba tanpa alasan yang jelas, aku merasa ketagihan heroin dan alkohol. Aku terlalu memendam perasaan negatifku. Aku harus menghentikan kecanduanku, aku berpikir aku akan mati. Aku merasa tidak berdaya, aku sudah berusaha, tapi aku merasa tidak mampu.”
“Sam, Dokter menyimpulkan bahwa penyebab kamu begini adalah saat ayahmu selingkuh, kau juga banyak memendam pikiran negatif.”
“Ya,”
“Sam, setidaknya untuk mengubah dirimu sendiri, bukan dokter, bukan temanmu, bukan orangtuamu, bukan siapapun, tapi dirimu sendiri, kau hanya bisa mengubah dirimu oleh dirimu sendiri.” kata Dokter Gina “Oke, Dokter kasih obat, ya, obat tidur, dua jenis, minggu depan, kau harus ke sini lagi.” Ia menulis resep obat.
“Ya, Dok.”
“Sam, Dokter mau bilang sebenarnya kau punya potensi, kau punya tujuan hidup, kau sebenarnya baik-baik saja. Jangan sia-siakan hidupmu, hidupmu hanya sekali, hidup setiap manusia hanya sekali. Jangan sampai kau bunuh diri, Sam.”
“Ya, Dok.” Sam mengambil resep dokter itu.
“Jadi kau baik-baik saja, Sam, itu saja. Sampai ketemu minggu depan.” Dokter Gina berjabat tangan dengan Sam.
“Ya, Dok.” Sam melangkah keluar dari ruangan tersebut dan menemui Dave “Dave, aku harus beli obat.”
“Jadi kita ke apotek?”
“Tunggu, aku ingin menemui seseorang.”
***
Chris menunggu Sam di depan gerbang kampusnya, seperti biasa, hampir seluruh mahasiswa yang kuliah biasanya hanya sekadar hang out di sana. Chris mengambil ponselnya untuk mengirim SMS pada Sam. Ia mengetik “Dimana kau?”, saat ia akan mengirim SMS tersebut, Sam tiba.
“Hai,” sapa Sam.
“Hai, kau ingin bicara padaku lagi?” tanya Chris.
“Ya, ada yang ingin kubicarakan, ini rahasia kita saja.” jawab Sam “Aku hanya ingin curhat tentang yang aku alami sekarang.”
“Oke, sebaiknya kita cari tempat lain selain di sini agar privasi kita meningkat, kau mau curhat di mana? Sebaiknya aku traktir kamu makan siang? Kau mau makan siang di mana?”
“Di KFC.”
“Ya, dengan senang hati akan kutraktir kau.” kata Chris “Mana temanmu itu?”
“Dia langsung pulang.” jawab Sam.
“Kukira dia juga mau ke sini bersamamu.”
“Tidak,”
“Kalau begitu ayo.”
***
“Chris, sebenarnya ada yang ingin kubicarakan, tadi aku ke psikiater, aku sempat curhat tentang apapun yang kupikirkan secara negatif, aku juga memberitahu penyakit apa yang kuidap.” kata Sam sambil memakan kentang dengan ayam goreng KFC.
“Aku juga pernah seperti itu, aku ke psikiater juga saat semester dua, aku sempat curhat tentang masa laluku, aku belum pernah bertemu ibumu yang juga adalah ibuku. Tapi aku tak yakin apakah ibumu juga ibuku, soalnya aku terus memendam perasaan itu, tapi untungnya aku tidak apa-apa, aku hanya mengalami gangguan psikologis. Jadi tidak sepertimu, aku diberi obat penenang dan aku tidak menyalahgunakannya.” Chris membalas sambil memakan kentang dengan ayam goreng KFC juga.
“Ya, aku juga sedang menderita gangguan psikologis seperti dirimu, Chris.”
“Sebaiknya aku tidak bilang aku menderita gangguan apa, nanti aku takut kalau kau juga menderita seperti itu. Kalau kau mau bilang kau menderita apa, bilang saja, aku tidak akan mengejekmu, tenang saja.”
Sam mengungkapkan “Aku menderita gangguan bipolar, Chris.”
Chris kaget “Gangguan bipolar?”
“Ya, aku tidak tahu kalau gangguan bipolar membuatku menjadi seperti sekarang, aku jadi berpikir negatif, kadang-kadang aku ingin menangis tiba-tiba.” Sam mengeluarkan air matanya “Aku tidak tahu mengapa aku menangis, padahal aku baik-baik saja.”
“Sam, tidak apa-apa, kau harus alami prosesnya, kurasa kau harus belajar untuk hidup dengan kondisi ini, kau harus belajar menikmati hidup. Itulah pesan psikiaterku padaku, aku waktu itu banyak omong, aku tidak memasukkan omonganku ke dalam hatiku. Aku waktu itu sangat takut, sangat takut pikiran negatif, aku waktu itu tidak bisa menerima pikiran negatif, tapi aku menikmati prosesnya meski kondisiku naik dan turun. Kau juga akan mengalami seperti itu, dan itu tak mudah bagimu.”
“Ya, aku tahu itu.”
“Kau ini kena gangguan bipolar pada usia 17 tahun, Sam.”
Sam menangis tiba-tiba “Ini mulai lagi, aku tidak tahu mengapa aku menangis.” Ia menutupi wajahnya “Sungguh, aku terus terbayang pikiran negatif, aku tadi berbohong pada kakakku kalau aku bisa tidur, aku… tadi malam tidak bisa tidur. Aku berpikir kalau aku tidak bisa mengatasi ini!”
Chris memegang tangan kanan Sam “Sam, kau harus kuat! Kau ini laki-laki! Kau hanya harus mengubah dirimu sendiri dan tidak ada siapapun yang bisa mengubah dirimu! Kakakmu tidak bisa mengubah dirimu, begitu juga dengan aku dan sahabatmu.”
“Ya, kakakku bilang itu beberapa kali.” Sam berkata.
“Sam, kau hanya harus jujur pada dirimu sendiri, kau tidak boleh membohongi dirimu, cari dirimu sebenarnya. Karena aku tahu kalau yang sedang kau alami bukan dirimu, kau ini anak emas, Sam!” Chris menatap yang pelanggan lainnya yang melihat “Sam, semua orang melihatmu, apa kau merasa tidak enak kalau mereka mengkasihanimu.”
“Aku hanya ingin keluar dari masalah ini!” Sam berkata.
“Jangan buru-buru, Sam, semua ini ada prosesnya, kau tidak apa-apa kelihatannya, kau baik-baik saja.” Chris menambah “Dan yang kutahu kau adalah adikku, Sam.”
“Aku tidak tahu harus bagaimana lagi selain minta tolong.” kata Sam.
***
Dalam perjalanan pulang, Sam duduk di bus sambil membayangkan apa jadinya jika ia akan bunuh diri atau meninggalkan dunianya, ia memegang kepalanya sambil merasa kesakitan. Sam pun terbayang sekali lagi pikiran negatif. Lalu ponselnya berdering menandakan bahwa Claire menelepon, ia membiarkan telepon tersebut berdering sambil meratap dirinya.
Ia tiba-tiba mengatakan dirinya sendiri “Aku hanya ingin mengakhiri ini, tapi aku tidak bisa.” Lalu ia berjalan keluar dari bus tersebut saat tiba di halte, ponselnya berdering lagi, dan lagi-lagi telepon dari Claire, namun ia menolak telepon tersebut. Ia memutuskan untuk membuka web browser agar ia merasa lebih baik, namun ternyata tidak, pikiran negatifnya semakin menumpuk kembali. Ia memutuskan untuk menelepon Dave, ia bertanya “Dave, bisakah aku menginap di rumahmu malam ini?”
“Eh, kenapa?”
“Aku hanya butuh seorang teman, Dave.”
***
Dave membukakan pintu untuk Sam di rumahnya. Dave pun bertanya “Sam, masuklah, kebetulan aku baru saja mencuci pakaianku sendiri.”
“Dave, bolehkah aku bicara padamu di kamar?” tanya Sam.
“Ya, tentu.” jawab Dave.
Sam dan Dave berjalan menuju kamar Dave. Saat memasuki kamar tersebut, mereka melihat sebuah tempat tidur empuk dengan TV dan Xbox di depannya, di samping tempat tidur, ada meja belajar. Di sebelah kanan tempat tidur ada lemari pakaian.
Sam bertanya “Bagaimana menurutmu tampangku?”
“Kau terlihat sedih, Sam.” jawab Dave.
“Ada yang salah denganku, Dave.” kata Sam “Ya, ada yang salah denganku.”
“Kau tahu apa yang harus kau lakukan, Sam?”
“Tidak, aku tidak punya tujuan akhir, aku juga sampai lupa cita-citaku mau jadi apa.”
Dave mengambil secarik kertas dan sebuah bolpoin “Tulislah tujuan hidupmu, ingat-ingat apa tujuan hidupmu, tulislah seperti aku menulis ‘100 Hal Yang Ingin Kulakukan Sebelum Mati’, tulis saja.”
Sam memberitahu “Aku tidak bisa…”
“Kau pasti bisa, Sam! Ingat-ingatlah apa cita-citamu di dunia sebelum kamu mati! Sebelum kamu meninggalkan dunia ini, Sam! Oh ya, kau juga harus ingat, hanya Tuhan yang tahu kapan kita akan mati, setidaknya kita takkan mati besok ataupun tahun ini. Tulis saja apa yang kau inginkan.”
Sam pun mengingat apa cita-citanya, ia pun segera menulis di secarik kertas tersebut, ia menulis setidaknya empat cita-cita hidupnya.
Dave pun berkata “Baik, jika kau ingat bipolar, ingatlah tujuanmu ini, ingat saja, tapi itu tergantung dirimu, Sam.”
“Ya, aku tahu.”
“Oh ya, besok kita mulai libur tiga hari, sebaiknya kau rencanakan liburan mau ke mana, Sam.”
“Aku tidak tahu, aku tidak ingin bersenang-senang, aku terus terbayang pikiran bipolar.” Sam menjawab secara pesimis.
“Oh, kalau begitu, kau harus lakukan sesuatu, kerjakan tugas saja dulu, atau main Xbox saja.”
“Aku tidak ingin bermain sekarang.”
“Sam, apa kau serius?” tanya Dave “Maafkan aku, Sam.”
“Tidak, maaf jika aku membuatmu kesal.” kata Sam.
“Tidak, aku tidak kesal padamu, Sam, aku tidak marah padamu. Sudahlah, pikirkan bahwa kau baik-baik saja, kau baik-baik saja, Sam!”
“Ya.”
***
Chris sedang berjalan dengan santai, dan kebetulan sekali, Claire sedang duduk di sebuah kursi taman menatap laptopnya dengan santai. Chris pun duduk di sampingnya tanpa mengetahui bahwa Claire merupakan kakak Sam.
Chris memuji “Laptop yang bagus.”
Claire menjawab “Ya, terima kasih.”
Chris bertanya “Kau sedang mencari pekerjaan?”
“Ya, aku baru lulus kuliah tahun ini, tapi aku belum mendapat pekerjaan saja. Kalau kau? Apa kau juga mencari pekerjaan.”
“Aku masih kuliah.”
Claire basa-basi “Ya, aku ditinggal oleh orangtua saat ayahku selingkuh dan ibuku bunuh diri, lalu aku harus mengurusi adikku yang terkena gangguan psikologis apa itu,” Claire mulai meratapi “Adikku hampir bunuh diri menggunakan heroin dan alkohol, dia masih trauma saat itu.”
Chris pun menyadari bahwa Claire sedang membicarakan Sam “Aku turut prihatin sekali.”
Claire memperkenalkan diri “Aku Claire Evans, omong-omong. Kau belum memperkenalkan diri.”
“Oh, aku Chris Hilton.”
“Oh, sudah jam segini, aku harus menelepon adikku, dia tidak ada kabar sejak ia bolos sekolah hari ini.” Claire pun segera menutup laptopnya dan meninggalkan kursi tersebut.
“Tunggu!” ucap Chris.
Claire pun berhenti “Maaf?”
Chris pun berubah pikiran “Tidak ada, tadi aku hanya bergurau.” Saat Claire melangkah kembali, Chris secara spontan bertanya “Dia terkena gangguan bipolar, ‘kan?”
Claire bertanya kembali “Apa?”
Chris mengucap “Tidak, aku hanya bergurau.”
“Tunggu,” Claire mendekati Chris “Kau tahu dari mana kalau adikku terkena bipolar?”
Chris menjawab “Ceritanya panjang, kau takkan mengerti.”
“Tidak, aku ingin kau bercerita padaku sekarang juga, dari mana kau tahu kalau adikku terkena bipolar?”
Chris menjawab “Mungkin aku harus ke rumahmu.”
***
Di kediaman Evans, Chris mulai bercerita sambil duduk di ruang tamu “Begini ceritanya, aku mengunjungi makam Rose Evans, ibuku, yang kudengar kalau beliau suntik mati dirinya sendiri.”
Claire kaget “Sejak kapan kalau Rose Evans itu ibumu? Rose Evans bukan ibumu.”
Chris memotong “Dengarkan aku dulu sampai selesai, Claire.” Ia melanjutkan “Sebenarnya aku kaget saat bertemu dengan Sam, ia menceritakan segalanya kepadaku. Aku bahkan sampai kaget kalau Sam adalah adikku, dan kau adalah kakakku.”
“Apa maksudmu?”
“Rose Evans adalah ibu kandungku dari ayah yang berbeda, dia sebenarnya selingkuh lebih dulu dari ayah kalian. Aku juga merasa depresi kalau ibuku sudah menikah dengan ayah kalian saat aku mencari informasi tentang ibuku.”
Marlena pun tiba mengantarkan segelas kopi pada Chris “Ini kopi untukmu.”
Chris pun dengan santun mengucapkan “Terima kasih, Nek, maaf merepotkan.”
“Tidak apa-apa.” Marlena pun pergi kembali ke dapur.
Claire bertanya “Aku ingin bertanya, jawab ya atau tidak, apakah benar Rose Evans ibumu? Apakah benar yang kau bilang adalah kenyataan?”
“Ya dan ya.” jawab Chris.
“Astaga,” ucap Claire “Aku tidak percaya ini, aku punya adik laki-laki lagi dari ayah yang berbeda.”
Chris bertanya “Bolehkah aku menemui Sam?”
Claire menjawab “Dia hari ini tidak ada kabar, aku hanya mendapat kabar dari wali kelasnya kalau dia bolos sekolah lagi, dia belum pulang.” Ia mengambil Xperia X1 untuk menelepon Sam.
“Aku menemui Sam dan aku ajak dia ke KFC, dia mengungkapkan segalanya.” kata Chris.
“Sam menemuimu?” tanya Claire, lalu ia mendapat SMS dari Sam, ia membaca SMS tersebut “Sam menginap di sahabatnya.”
Chris berkata “Lebih baik kau jangan marah pada adikmu sendiri, Claire.”
“Aku tidak marah, hanya saja… dia bolos sekolah hari ini.”
Chris secara spontan berkata “Mungkin jika dia tidak pulang malam ini, aku akan tidur di kamar Sam.”
Claire kaget “Kau serius?”
“Ya. Oh, besok mulai libur tiga hari, ‘kan? Kalian punya paspor?”
“Ya, kami pernah pergi ke Cina tiga tahun yang lalu.”
“Mungkin dia butuh liburan yang menyenangkan.” usul Chris.
***
Sam berbaring di tempat tidur Dave sambil terbayang pikiran negatif sekali lagi, seakan-akan gangguan bipolarnya kambuh, ia merasa bahwa ia sudah tidak mampu menjalani kehidupan seperti dulu lagi, namun ia berusaha untuk melawan pikiran negatif tersebut dan memikirkan bahwa ia baik-baik saja. Lalu ia melihat Dave sedang mengetik pada laptopnya.
Sam bertanya “Apa yang kau lakukan?”
“Aku sedang membuat draf novelku, aku ingin menerbitkan novel sebagai salah satu dari 100 hal yang ingin kulakukan.” Dave menjawab “Omong-omong, novel ini akan kudedikasikan padamu, Sam, kau akan menjadi orang pertama yang akan membaca novel ini.”
“Ya, terima kasih.” Sam pun kembali mengeluh “Pikiran negatifku kambuh lagi.”
Dave bertanya “Kau mau makan malam?”
“Tidak usah, aku tidak lapar.”
“Sam, kau harus makan, aku tahu kau lapar.”
“Aku hanya merasa tidak lapar.” jawab Sam.
“Kubuatkan mac and cheese, saja, Sam, kupikir kau harus makan.” Dave pun membuka pintu kamar untuk berjalan menuju dapur untuk membuat mac and cheese.
***
Chris duduk di tempat tidur di kamar Sam, ia berdiri saat melihat Xbox yang sudah rusak di bawah TV-nya, ia pun memiliki akal untuk memperbaiki Xbox tersebut. Ia mengambil alat-alat perbaikan dari tasnya, lalu ia mulai memperbaiki Xbox tersebut hingga jam 8 malam.
“Chris, makan malam!” seru Claire.
“Sebentar, Claire.” ucap Chris saat selesai memperbaiki Xbox tersebut, ia meletakkan kembali Xbox tersebut di bawah TV. Ia menyalakan TV dan mencoba untuk menyalakan Xbox tersebut. Lalu Xbox tersebut menyala, ia pun tersenyum.
Claire membuka pintu kamar tersebut “Chris, makan malam sudah siap.” Ia pun kaget saat melihat Xbox Sam sudah diperbaiki “Kau memperbaiki Xbox Sam?”
“Ya, akan lebih baik lagi jika Sam kembali memainkan Xbox-nya, dia butuh bersenang-senang kurasa.”
“Makan malam sudah siap, Chris, ada mac and cheese.”
“Wow, dari mana kau tahu kalau itu makanan favoritku?” tanya Chris.
Claire menjawab “Aku tidak tahu, itu makanan favorit Sam.”
***
Sam makan semangkuk mac and cheese tersebut dengan cepat di kamar Dave, Dave pun terkejut mengapa Sam mendadak makan malam dengan lahapnya.
Dave berkata “Setidaknya kau lapar, ‘kan? Aku tahu kalau itu makanan favoritmu.”
“Ya, mendadak mood-ku membaik setelah makan, aku juga tidak tahu mengapa.” kata Sam “Sepertinya aku akan mencoba tidur tanpa obat.”
“Whoa! Whoa! Whoa! Sam, patuhi anjuran doktermu, kau harus minum obat.”
Sam berkata “Aku terpikir kalau obat tidur akan membuatku lebih buruk, mungkin aku bisa mati karena obat itu.”
“Tunggu, Sam, jangan berpikiran seperti itu, kau takkan mati karena minum obat, obat itu hanya meringankan gejala pikiran negatifmu. Setidaknya kau takkan minum obat untuk selamanya.” Dave bercerita “Kuberitahu kau, Sam, ayahku punya gangguan kecemasan, dia minum obat sesuai anjuran dokter, dan tidak ada efek samping yang muncul, ayahku masih hidup.”
“Kau bergurau?”
“Tidak, aku serius, makanya kau harus minum obat itu, Sam.” Dave berkata setelah selesai memakan mac and cheese-nya “Aku harus mengetik lagi.”
***
Jam 10:30 malam, Chris tengah bermain Assassin Creed III di kamar Sam, ia tengah fokus bermain sambil berkata sendiri “Sial!”
Claire membuka pintu “Kau belum tidur?”
“Hanya mencoba bermain Xbox.” jawab Chris.
“Ingat, kita akan berangkat besok, sebaiknya kau SMS Sam.” Claire pergi meninggalkan kamar tersebut.
Chris rehat sejenak untuk mengirim SMS pada Sam bahwa ia dan Claire akan berlibur pada keesokan harinya.
***
Sementara di kamar Dave, Dave tengah tertidur lelap di lantai, sementara Sam berbaring di tempat tidur sambil terus terbayang pikiran negatif lagi, ia kembali tidak bisa tidur.
Sam bergumam “Aku baik-baik saja… Aku baik-baik saja…” Lalu Sam mendapat SMS dari Chris, ia membaca SMS itu:
Sam, aku bertemu kakakmu tadi sore, sekarang aku menginap di kamarmu. Besok kita akan liburan bersama keluargamu, kau harus ikut dan ajak temanmu!
Sam meletakkan ponsel Xperia-nya di tempat tidur tersebut dan bangkit dari tempat tidurnya, ia mengambil botol oranye dari tasnya, ia berjalan menuju kamar mandi. Ia menatap dirinya di cermin sambil berpikir negatif secara tiba-tiba, merasa putus asa, ia membuka botol tersebut dan mengambil lima tablet, ia berpikir untuk bunuh diri lagi. Saat ia akan memasukkan lima tablet sekaligus ke dalam mulutnya, ia berhenti sejenak dan memasukkan empat tablet kembali ke dalam botol tersebut. Ia memasukkan satu tablet tersebut ke dalam mulutnya sambil meminum air keran.
***
Sementara Claire memesan tiket liburan sebanyak enam tiket di kamarnya lewat laptopnya, ia pun berharap agar Sam akan lebih baik setelah berlibur tiga hari.

Comments

Popular Posts