Strange Case Episode 2
Strange Case is classified 15+, it contains violence, it is not recommended for people under 15.
2. In Case of Wrong
Number
Hari Minggu di
Bandung, semua orang tampak menikmati liburan mereka dengan bahagia, lalu
lintas di beberapa jalan terlihat lancar pada pagi hari tidak seperti pada hari
Senin hingga Jumat, ada juga yang berolahraga di daerah Dago dalam rangka Car Free Day, ataupun ada juga yang
pergi ke luar kota bersama keluarga. Kota tersebut mulai dipadati oleh
masyarakat kota tersebut.
Steven
memanfaatkan hari Minggu kali ini untuk pergi ke sekolah, ia akan mencari
referensi untuk tugas kelompok di perpustakaan. Ia mengebut menuju gedung SMA 5
Bandung, dilewatinya jalan Belitung, dan pemuda yang memakai kaus hijau dan
jaket coklat tiba di gedung kolonial Belanda itu. Saat ia turun dan melepas
helm birunya, ia melihat Greg yang tiba mengendarai Honda Vario-nya.
Greg terlihat
melepas helm hitamnya dan turun dari mobil, pemuda yang memakai kaus biru itu
langsung menemui Steven dan memberi salam khas mereka. Mereka merupakan dua
orang dari lima anggota dari sebuah kelompok untuk menyelesaikan tugas PKN,
mereka harus bertemu dengan tiga orang anggota lainnya di perpustakaan. Saat
mereka melangkah masuk gedung tersebut, mereka mulai berbicara.
“Apa kau kaget
dengan telepon misterius semalam di siaran radioku?” tanya Greg.
Steven menjawab
“Ya, aku kaget juga, aku ingat bahwa ada beberapa misteri yang harus kita
pecahkan, termasuk keberadaan kedua orangtuaku. Misteri-misteri macam apa yang
kita harus pecahkan, kita tak tahu apa itu.”
“Mungkin dia
ingin kita mencari misteri itu sendiri, bisa saja yang berhubungan dengan
hal-hal supernatural, ataupun kasus yang aneh.”
Steven mengambil
liontin emas ibunya dari sakunya dan memandangnya. Greg bertanya mengapa Steven
masih menyimpan liontin itu. Steven menjawab bahwa liontin tersebut bisa saja
merupakan petunjuk terpenting yang terkoneksi dengan petunjuk-petunjuk lainnya.
Saat mereka tiba di perpustakaan, mereka menemui tiga orang teman sekelompok
mereka, yaitu pemuda yang memiliki tinggi badan 1, 70 meter, rambut coklat yang
dicukur pendek, dan yang memakai kaus coklat tua serta celana pendek coklat
muda yang bernama Gabe, gadis yang memiliki rambut bergelombang panjang
berwarna hitam bernama Tengku, serta gadis yang rambutnya dikepang yang namanya
Abby. Kelompok tersebut mulai mengerjakan tugas makalah Budaya Politik, tentu
saja, karena mereka berada di perpustakaan, tentunya keadaan harus tenang agar
konsentrasi membaca tidak terganggu. Perpustakaan itu tentunya memiliki rak
buku yang banyak, sehingga banyak buku yang bisa dibaca di sana atau dipinjam,
pokoknya genre-nya bervariasi.
Kelompok
tersebut mulai mencari sub-materi Debat Politik, saat menemukan sub-materi
tersebut, Greg membacakannya, sementara Steven mengetik apa yang dibacakan.
“Oke, tugas
sudah selesai, tinggal dikumpulkan besok.” ucap Gabe.
“Tinggal di-print saja.” potong Tengku.
“Setidaknya kita
akan mendapat nilai bagus.” seru Greg.
Steven menyimpan
dokumen tersebut dalam laptopnya, lalu men-copy
paste ke dalam flash drive milik Tengku. Setelah itu, Abby, Gabe, dan Tengku pergi
meninggalkan perpustakaan tersebut. Sementara Steven memasukkan laptopnya ke
tasnya, namun ia dan Greg mendengar suatu percakapan antara guru PKN mereka dan
seorang guru ekonomi dari SMA 3 yang masuk ke perpustakaan tersebut. Kedua guru
perempuan tersebut tengah berdiskusi tentang suatu hal, percakapan tersebut
didengar oleh Steven dan Greg.
“Jangan bilang
teror hantu Nancy terulang lagi seperti dulu.” ucap guru PKN yang bernama bu
Reni, guru yang memakai jilbab putih, kemeja krem, dan celana coklat.
“Apalagi jika
hantunya itu tak lain merupakan jiwa Debbi.” balas Bu Maya, guru ekonomi SMA 3.
Beliau terlihat memakai jilbab dan kemeja merah serta celana hitam.
“Gadis yang
ditemukan tewas terbunuh di halaman sekolah bulan Juni yang lalu? Sebelum
kenaikan kelas?”
“Ya, apalagi
kasus pembunuhan itu belum selesai-selesai, polisi saja kewalahan menyelidiki
kasus ini.”
Steven dan Greg
merasa bahwa kasus tersebut sangat menarik, jadi mereka mendatangi kedua guru
tersebut dan mulai bertanya, tapi…
“Whoa, tunggu,
ini bukan urusan para siswa seperti kalian.” ucap Bu Reni.
“Memang, tapi…”
ucap Steven.
“Tapi apa?”
Greg membalas
“Kami tertarik untuk mendengarkan cerita tentang kasus itu, kalau bisa kami
ingin memecahkan kasus itu, seperti detektif.”
“Kalian begitu
penasaran sekali ya.” puji Bu Maya “Bu Reni, setidaknya mereka memiliki potensi
menjadi detektif.”
“Oke, Steven,
Greg, begini ceritanya:” ucap Bu Reni “Dulunya Debbi merupakan salah satu cheerleader yang dijuluki queen bee di kelasnya, sahabatnya
bernama Sarah, mereka sering menganggu para kutu buku, terutama orang-orang
yang berkacamata, dan apalagi Ariana, gadis yang berpenampilan gotik serta
memiliki rambut panjang yang menutupi dahinya serta banyak jerawat di mukanya.”
Bu Maya
melanjutkan “Yang ibu dengar Debbi dan Sarah sering mem-bully Ariana karena sepertinya mereka tidak suka pada gadis gotik
itu, tidak ada yang menolong Ariana sama sekali karena menganggapi bullying mereka dengan kata-kata kasar
dan penampilannya yang buruk.”
Bu Reni juga
mengatakan bahwa mayat Debbi ditemukan pada awal Juni di samping sekolah,
terkubur di taman sekolah. Steven dan Greg menganggapi cerita tersebut dan
mengatakan bahwa mereka harus bertemu Sarah dan Ariana untuk mencari tahu
tentang kasus tersebut.
Sementara Bu
Reni menceritakan kasus tersebut, Steven melihat Ben yang menatapnya sambil
tersenyum di depan pintu perpustakaan yang terbuka. Steven juga membalas senyum
tersebut, tapi Bu Maya merasa heran mengapa Steven senyam-senyum sendiri.
Setelah itu, Ben menghilang.
“Oke, di mana
mereka berdua sekarang?” tanya Greg.
Bu Reni menjawab
“Sekarang Sarah sudah tidak sekolah lagi di sini, sejak kenaikan kelas, dia
memutuskan untuk keluar dari sekolah dan ikut homeschooling, mungkin karena ia disalahkan oleh teman-temannya
karena telah membunuh sahabatnya sendiri. Sementara Ariana masih sekolah di
sini, dia awalnya memiliki nilai jelek dalam UAS-nya, tapi setelah
dipertimbangkan kembali, kami putuskan untuk membuat dia naik kelas.”
Steven bertanya
di mana Sarah dan Ariana tinggal, ia mendapat alamat tempat tinggal Sarah dan
Ariana. Sarah tinggal di sebuah apartemen yang terletak di daerah Awiligar,
sementara Ariana tinggal di daerah Cikutra. Bu Reni dan Bu Maya langsung pamit
pada Steven dan Greg serta meninggalkan perpustakaan tersebut.
“Jadi kita ke
rumah siapa dulu?” tanya Greg.
“Tentu saja ke
rumah sahabatnya.”
Mereka berdua
pergi meninggalkan perpustakaan tersebut beserta gedung sekolah itu. Mereka pun
menaiki sepeda motor masing-masing dan berangkat menuju apartemen di mana Sarah
tinggal. Mereka tidak melewati jalur Car
Free Day karena jalur tersebut tidak boleh dilewati oleh kendaraan bermotor
apapun untuk sementara waktu.
Sesampai di
sana, Steven dan Greg memandang apartemen tersebut tidak cukup besar, namun
tidak cukup kecil. Apartemen itu terlihat biasa-biasa saja, catnya yang
berwarna abu-abu, banyak jendela dan pintu yang menghiasi balkon, dan terlihat
banyak penghuni yang tinggal di sana.
Steven dan Greg
memasuki apartemen tersebut melewati tangga, mereka berjalan mencari apartemen
nomor 23, yaitu apartemen di mana Sarah tinggal. Mereka memandang seorang
wanita yang sedang bersih-bersih halaman depan apartemen tersebut.
“Wow, apartemen
yang bagus.” puji Steven.
“Permisi, apa
kalian tinggal di sini? Kalian siapa ya?” tanya wanita tersebut.
Steven menjawab
“Kami hanya ingin menyelidiki kasus kematian Debbi, kami harap Sarah bisa
bicara pada kami.”
“Oh, saya ibunya
Sarah, tapi akhir-akhir ini Sarah tidak ingin diganggu oleh siapapun, dia bahkan
menolak untuk belajar setelah dirinya di-bully
habis-habisan oleh teman-temannya di SMA 3.”
Setelah itu,
mereka mendengar suara seseorang yang menabrak dinding, wanita tersebut
langsung berlari masuk ke dalam apartemen, diikuti oleh Steven dan Greg. Mereka
menemukan gadis yang memiliki rambut panjang berwarna hitam dan mukanya agak
pucat di bak mandi sambil menangis di kamar mandi, kepalanya terlihat terbentur
karena menabrak tembok. Wanita tersebut langsung memeluk Sarah.
“Sarah, kamu
kenapa, nak?!” tangis wanita tersebut yang berusaha untuk menenangkan anaknya.
Steven melihat banyak pil berserakan di lantai
kamar mandi tersebut berserta botol pil yang menandakan bahwa pil tersebut
merupakan aspirin, bahkan ia melihat Greg tanpa sengaja menginjak salah satu
pil yang berada di lantai.
“Greg, panggil
ambulan! Sarah mengoverdosis dirinya sendiri!” perintah Steven.
***
Pukul 11:21,
Rumah Sakit Santo Yusup, Sarah langsung dirawat untuk pengobatan overdosisnya,
setelah dilarikan masuk kamar inapnya. Steven dan Greg menemui gadis tersebut.
“Siapa kalian?!
Apa mau kalian?!” teriak Sarah.
“Sarah, kami
turut prihatin atas kematian temanmu.” ucap Steven.
“Kalian tahu apa
tentang Debbi?! Tahu apa tentang diriku?! Kalian mau membully aku ya?! Ngaku!”
Greg membantah “Bukan
begitu, kami ingin bertanya sesuatu padamu, tapi ini berhubungan dengan Debbi.”
Sarah langsung
membantah dan menjerit “Diam kalian! Keluar dari sini! Keluar!!”
Steven dan Greg
keluar dari kamar tersebut tanpa mendapat informasi apapun dari Sarah, mereka
berpikir untuk mengunjungi Ariana. Tapi ibunya Sarah memanggil mereka berdua.
“Kalian berdua,
maaf, Sarah biasa begitu jika ia teringat dengan sahabatnya, dia bahkan tidak
mau cerita kepada orang lain apa yang terjadi sebelum Debbi tewas.” ucap wanita
tersebut “Tapi setidaknya saya tahu apa yang Sarah katakan setelah kematian
Debbi.”
“Sarah
memberitahu Anda tentang ini?” tanya Greg.
Wanita tersebut
mengangguk dan menceritakan “Seminggu sebelum kematian Debbi, ia mengadakan
pesta dan mengundang Sarah serta teman-temannya yang populer. Saya tidak ada di
pesta itu, saya dapat cerita ini dari orangtua Debbi yang pindah ke Malaysia.
Debbi menyalakan musik keras sekali dan berencana untuk menganggap Ariana
sebagai siswi tercupu di SMA 3, ia berpesta dengan teman-temannya sambil
bergembira. Lalu seorang nenek tua berteriak agar Debbi mengecilkan suara musik
yang dimainkan, tapi Debbi malah mengusir nenek tua itu dengan tidak sopan. Dan
nenek tua itu langsung menjambak rambut Debbi. Nenek tua itu pergi dan tanpa
sengaja meninggalkan kartu namanya di depan pintu, nama nenek tua itu adalah
nona Blanevich. Lalu mereka menjahili nenek itu lewat telepon, nenek itu
berteriak dengan keras bahwa mereka harus menjadi gadis yang baik dan berhenti
menjadi gadis nakal.”
“Oke,
terimakasih banyak untuk informasinya, bu.” ucap Steven.
“Tunggu, bawalah
ponsel Sarah, ada pesan misterius sejak ia bolos homeschooling.” ucap wanita tersebut “Dan jika kalian ingin pergi
ke rumah Ariana, rumahnya cukup dekat dari sini, di daerah Cikutra juga.”
Steven mengambil
ponsel tersebut dan berterimakasih sekali lagi. Ia dan Greg segera memasuki ke
dalam lift rumah sakit tersebut. Steven membuka pesan yang tersimpan di ponsel
tersebut, isinya merupakan peringatan bahwa Sarah harus menjadi gadis baik.
“Bukankah Debbi
sudah meninggal, apa mungkin pesan itu kepada Sarah?” tanya Greg.
“Bisa jadi
kepada Debbi dan Sarah. Sekarang kita pergi mengunjungi Ariana.”
Steven dan Greg
keluar dari lift tersebut saat tiba di lantai dasar, mereka pergi meninggalkan
rumah sakit tersebut dengan mengendarai sepeda motor menuju rumah Ariana.
Sesampai di
rumah Ariana, mereka melihat rumah tersebut dicat hitam semua, bahkan atapnya
juga hitam, begitu juga dengan pintu dan jendelanya. Mereka melihat Ariana yang
berpenampilan gotik dan muka yang sekarang bebas jerawat hanya dengan make up ala gotik itu di depan halaman
rumah.
“Kau Ariana,
bukan?” tanya Steven.
“Ya, ada perlu
apa?” tanya Ariana.
Greg menjawab
“Kami sedang menyelidiki kematian Debbi yang belum selesai dipecahkan,
setidaknya kau menjadi korban bullying-nya.
Kami tahu kau menganggapi ejekan mereka dengan kasar sehingga kau dijauhi oleh
teman-temanmu.”
“Mereka yang
keterlaluan mengejeknya! Mereka benar-benar tidak tahu diriku! Mereka tidak
menghormatiku! Apalagi saat nenekku meninggal karena serangan jantung, mereka
memotretku saat aku sedang menangis! Mereka bahkan bersumpah akan mengunggah
foto itu ke Facebook agar dunia tahu kalau aku orang terjelek di dunia.”
Steven dan Greg
mendapat SMS lagi, SMS tersebut bertuliskan “Kau harus menjadi gadis yang
baik!!” beserta gambar seorang nenek tua yang tampak menyeramkan. Steven
menunjukkan foto itu kepada Ariana, yang menjawab bahwa nenek tua tersebut
merupakan neneknya.
“Oh ya, sebelum pergi, bolehkah aku memakai
kamar mandi rumahmu?” tanya Greg.
“Tentu.” jawab
Ariana, gadis itu mengantar Greg masuk ke rumahnya.
“Oh ya, satu
lagi, apa kau tahu siapa yang mengirim SMS ini?” tanya Steven menunjukkan SMS
yang tertulis di ponsel Sarah.
“Maaf, aku tak
tahu apa-apa tentang SMS itu, sudah kubilang hanya gambarnya saja. Sebaiknya
kau pergi dan lupakan saja hal ini, aku tidak mau ingat apa-apa lagi tentang
Debbi. Lupakan semuanya, lupakan!”
“Oke, tidak ada
pertanyaan lagi.” Steven berbalik dan tiba-tiba Ben muncul di hadapannya sambil
kaget, ia hampir ketakutan setengah mati.
“Kau masih tidak
fokus menyelidiki keberadaan orangtua kita!” ucap Ben.
“Ben, kakak ingat
bahwa tadi malam ada telepon misterius yang mengatakan bahwa kita harus
memecahkan beberapa misteri aneh, jika tidak kita akan mati. Maksudku, aku dan
Greg akan mati. Lagipula, mengapa kakak tiba-tiba muncul?”
“Kakak tidak
bisa mengendalikan kapan muncul di hadapanmu, Steve! Kau menyimpan liontin itu
‘kan?”
“Ya, ini.”
Steven menunjukkan liontin emas milik ibunya “Lagipula kakak dapat petunjuk
lagi?”
“Belum, lagipula
kakak benar-benar butuh sekali bantuanmu untuk mencari petunjuk. Menjadi hantu
benar-benar tidak praktis sekali bagi kakak!”
“Ya sudahlah,
aku akan cari petunjuk lagi setelah menyelesaikan kasus ini.”
Greg pun
akhirnya melangkah keluar dari rumah tersebut dan berkata pada Steven bahwa ia
mengetahui bahwa sebelum malam kematian Debbi, Debbi dan Sarah mengunjungi
seorang dukun yang direkomendasikan oleh Ariana untuk menghentikan gentayangan
Nona Blanevich.
Steven dan Greg
memutuskan untuk mengunjungi dukun tersebut, mereka menaiki sepeda motor mereka
masing-masing dan mulai mengendarai. Mereka melewati beberapa jalan yang sudah
terlihat macet, penuh dengan kendaraan bermotor. Saat berhenti, Steven mendapat
SMS di ponsel Sarah dari nomor misterius tadi yang isinya “Kau akan mati, tapi
tak tahu kapan, tak tahu di mana…”
“Pesan dari
nomor itu lagi.” ucap Steven.
“Apa katanya?”
“Ya, orang itu
akan membunuh Sarah.”
“Berarti kita
harus membuat pilihan, apa kita harus kembali ke rumah sakit atau menemui dukun
itu? Atau kita berpencar saja?”
“Untuk menghemat
waktu, kita berpencar saja, aku akan ke rumah sakit, lalu kau pergi menemui
dukun itu. Kau tahu di mana lokasinya ‘kan?”
“Tentu saja!”
Lampu lalu
lintas yang berwarna hijau kembali menyala, Steven belok kiri, sementara Greg
belok kanan. Tapi… Steven melewati jalan yang penuh dengan kendaraan bermotor,
mayoritas ditempati mobil dan truk, sehingga jalan tersebut menjadi macet
total. Steven harus menunggu hingga macet segera berakhir atau ia melewati
jalan yang macet itu.
Sementara Greg
mengebut menuju tempat di mana dukun yang diceritakan berada, meski sedikit
macet, ia bisa lolos dari kemacetan tersebut dengan cepat. Ia akhirnya tiba di
depan sebuah rumah yang tak lain merupakan rumah dukun tersebut, rumah tersebut
terlihat kumuh dan sedikit tidak terawat. Ia melihat seorang pria yang ia pikir
merupakan dukun yang sedang membaca koran. Greg memarkirkan motornya di samping
rumah tersebut dan menemui pria dengan kepala botak itu.
“Anda Pak Bram
ya?” tanya Greg.
“Ya, ada perlu
apa?”
“Saya tahu Anda
dukun yang direkomendasikan oleh Ariana untuk menghilangkan makhluk halus yang
menghantui, tapi saya bukan ingin membicarakan hal itu. Kau ingat Debbi,
seorang siswi SMA 3 yang tewas terbunuh?”
“Saya sudah
membaca berita terebut di koran sehari setelah ditemukannya mayat itu di SMA 5,
jadi saya tidak ada kalimat apapun yang akan diungkapkan kepada anak muda
sepertimu. Anak muda yang brengsek sepertimu pergi saja!”
“Pak, saya tidak
akan pergi jika Anda tidak menceritakan apa yang terjadi sebelum kematian
Debbi! Saya tahu Anda melakukan sesuatu pada Debbi pada hari sebelum
kematiannya!”
“Kedua gadis
jelek itu menemui saya pada hari Jumat, terutama Debbi yang mendapat SMS aneh
itu, saya memberikan setoples daun mati kepada kedua gadis itu dan mereka harus
menyebarkan daun-daun itu agar arwah nona Blanevich menghilang dari hadapan
mereka. Saya tidak yakin apa mereka benar-benar menggunakannya atau tidak.”
Saat Bram belum
selesai bercerita, Greg menyadari ponselnya berbunyi di sakunya, ia mengambil Samsung Galaxy Note-nya, dan ternyata
bukan ponsel itu yang berbunyi. Ia memeriksa saku celananya dan menyadari bahwa
ada ponsel milik Sarah, ia berpikir sejak kapan Steven memberikan ponsel
tersebut. Ia mengangkat telepon tersebut.
Ada suara wanita
tua yang berbunyi di telepon “Kau masih belum menjadi gadis baik, kau akan
segera mati secara perlahan, dan kau akan tersiksa. Aku sudah di depan rumah
sakit di mana kamu dirawat. Aku akan ke sana untuk membunuhmu, titik.” Telepon
langsung putus.
Ia langsung
menelepon Steven “Steven, kau sudah di rumah sakit?”
“Belum, aku
masih terjebak macet, kendaraan bermotor bahkan hampir tidak mau berjalan!”
seru Steven, ia mendengar ada suara teriakan dan klakson yang tertuju
kepadanya, ia membalas “Hei, jadi orang harus sabar!”
“Steven, aku
dapat telepon aneh dari ponsel Sarah, aku benar-benar panik bahwa kau belum
sampai rumah sakit karena macet sialan itu!”
“Bukan hanya
macet sialan, tapi orang-orang yang mengemudi yang juga sial, mereka bahkan
selalu membunyikan klakson ke arahku! Jika kau panik, ada apa?”
“Telepon itu
dari seorang wanita tua, dia berkata bahwa Sarah akan dibunuh di rumah sakit
itu secara diam-diam! Sarah itu salah satu saksi yang melihat sebelum Debbi
dibunuh!”
“Jadi kau ingin
aku menyelamatkan Sarah? Karena ia merupakan saksi penting? Dia tidak mau
bicara sama sekali tentang pembunuhan itu, kau ingat ‘kan? Oh, sudah mulai
jalan, aku pergi dulu!”
Steven langsung
mengebut dan menyalip beberapa mobil dan truk, serta sepeda motor lainnya yang
memenuhi jalan tersebut dengan cepat, beberapa pengemudi membunyikan klakson ke
arah Steven sambil marah-marah.
Steven akhirnya
melihat Rumah Sakit Santo Yusup di tengah-tengah kemacetan tersebut, ia
membelokan motornya untuk masuk rumah sakit tersebut dan parkir di tempat. Ia
langsung menyimpan helmnya dan berlari masuk ke rumah sakit tersebut.
***
Di kamar di mana Sarah dirawat, Sarah tengah
tertidur lemas, tapi tiba-tiba saja pintu terbuka dengan keras serta menutup
dengan hal yang sama. Ada sebuah arwah yang mendatangi gadis tersebut yang
dipandangnya, arwah misterius itu mulai melakukan gerakan aneh hingga Sarah
mulai tersiksa, serta detak jantung gadis tersebut mulai menurun drastis yang
membunyikan alarm darurat dengan keras. Arwah misterius itu tengah menikmati
untuk menyiksa Sarah, ia ingin Sarah mati karena belum menjadi gadis yang baik.
Detak jantung Sarah semakin melemah secara drastis.
Steven pun
akhirnya tiba sambil mendobrak pintu dan melihat seorang nenek tua yang
seharusnya sudah meninggal dan menyiksa Sarah. Steven langsung mengkonfrontasi
arwah tersebut setelah Sarah mengatakan kata “Nona Blanevich”, Steven
mengetahui bahwa arwah itu adalah Nona Blanevich.
“Nona Blanevich,
apa yang kau mau?!”
“Tinggalkan aku
sendiri!”
“Kau ingin
membunuh Sarah ya?! Hanya karena dia itu belum menjadi gadis yang baik!
Setidaknya…”
“Gadis jahat perlu
dihukum mati! Dia seperti Debbi, dia masih menjadi gadis jahat, meski aku
nyatakan dia masih baik dibanding Debbi!”
“Kau benar-benar
bodoh! Pantas mereka memanggilmu nenek tua bangka! Kau ini pantas dipanggil
seperti itu! Kau nenek jalang!!”
“Apa katamu?!”
“Kau menghukum
dengan cara yang salah!”
“Caraku benar!”
“Jika caramu
benar, bilang bahwa ‘Hei, dunia! Aku baru saja membunuh si gadis jalang yang
menyebalkan dan jahat itu!’.”
Nona Blanevich
mulai marah kepada Steven dan ingin menyiksanya “Kau benar-benar pemuda yang
tak tahu diri! Kau tak punya tata krama, aku tidak punya pilihan selain
membunuhmu!! Terima ini!!” Nona Blanevich mengambil pisau sambil berhenti
menyiksa Sarah, dan melemparkan pisau tersebut ke arah Steven. Namun ditangkis
oleh Ben yang muncul.
“Kakak, apa yang
kakak…”
“Kakak di sini
untuk melindungimu, Steven. Dan nenek tua, kau seharusnya sudah mati karena
faktor usia, kau menghukum orang dengan cara yang salah! Debbi tidak pantas
untuk mati waktu itu!”
Nona Blanevich
membalas perkataan Ben “Tapi dia juga membunuhku dengan cara menghina diriku!
Itulah yang pantas diterima oleh gadis jahat itu!!”
Ben membalas
sekali lagi “Apa gunanya jika kau membalas dendam?! Hanya sia-sia saja, ‘kan?!
Apa jadinya jika Sarah mati, kau tak akan puas dan ingin membunuh orang! Mereka
sama sekali tidak bersalah! Mana mungkin jika cucu-cucumu senang jika
mengetahui hal itu!”
Nona Blanevich
mulai berlutut, diam selama beberapa detik, dan mendadak menutup kedua
kupingnya “Tolonglah, aku muak mendengar semua ini, dan jangan kirim aku ke
neraka!” Tiba-tiba ia menghilang hingga hanya suaranya yang terdengar
“TIDAK!!!”
Sarah pun mulai
terbangun bertepatan saat detak jantungnya mulai berdetak secara normal. Ia
dipanggil oleh Steven.
“Apa yang
terjadi?” tanya Sarah.
“Aku tidak bisa
menjelaskannya. Kau tahu, aku kehilangan seseorang yang penting bagi hidupku,
sama sepertimu, tapi dia lebih dari sahabat. Dia kakakku, dia tewas terbunuh
dua minggu yang lalu. Sarah, kau tak perlu bunuh diri, Debbi pasti senang jika
kau terus menikmati hidup dengan bahagia, aku yakin itu. Aku tahu kau masih
emosional dengan ini, tapi ceritakan apa yang terjadi pada Debbi.”
Sarah mulai
menangis sambil bercerita “Sebetulnya aku tidak ingin menceritakan hal ini, aku
tahu ini benar-benar hal yang paling menyedihkan dalam hidupku. Ya, aku dan
Debbi menyebarkan daun-daun layu di seluruh rumah Debbi pada hampir tengah
malam, daun-daun itu untuk mengusir arwah yang mengganggu kami. Tiba-tiba kami
melihat arwah nona Blanevich, kami pikir itu mimpi, tapi ternyata dia nyata,
kami berusaha bersembunyi, tapi banyak tikus yang menghampiri kami.”
“Sarah, mungkin
kau harus ceritakan saat Debbi terbunuh, apa yang terjadi sebelum Debbi
terbunuh? Ceritakan dengan tenang, pelan-pelan saja.”
“Kami keluar
dari kamar mandi, dan tiba-tiba Debbi menghilang bersama nona Blanevich, aku
segera keluar dari rumah tersebut dan mendengar suara jeritan di sebuah gang,
aku tahu itu jeritan Debbi, aku tidak hanya melihat Debbi, tapi ada juga Bram
dan Ariana. Ariana memegang pistolnya, dan ia ternyata menembak jantungnya,
lalu Bram menembak perutnya, setelah itu, kepala Debbi pecah mengeluarkan
darah. Aku tahu apa yang terjadi pada Debbi merupakan hal yang menyedihkan
bagiku, aku masih belum bisa tenang saat mengingat hal itu.” Tangisan Sarah
meledak seakan ia tidak tega menceritakan hal tersebut.
“Oke, aku akan
suruh Greg untuk panggil polisi untuk menangkap mereka, dan tenanglah, ini
sudah berakhir. Tak apa-apa.”
***
Akhirnya, polisi
datang untuk menangkap Ariana pada pukul 17:00 di rumahnya sendiri, polisi juga
menangkap Bram pada pukul 17:03. Terbukti bahwa Ariana dan Bram terlibat
pembunuhan Debbi lewat testimoni yang disampaikan oleh Sarah, mereka diantar
polisi sementara kedua tangan mereka diborgol. Greg yang melihat penangkapan
tersebut mengirim SMS kepada Steven bahwa kasus selesai dipecahkan.
Sementara itu,
Sarah dipeluk oleh ibunya yang mulai bahagia dan lega bahwa putrinya masih
hidup, hal tersebut dilihat oleh Steven dan Ben. Saat Steven meninggalkan rumah
sakit tersebut, ia mendapat SMS dari Greg, ia membalas dengan kata Roger. Ia pun menaiki sepeda motornya
dan pulang ke rumahnya. Jalan di sekitar kota Bandung mulai lancar kembali,
sehingga Steven tiba di rumah lebih cepat.
Saat Steven
masuk ke dalam rumahnya, Ailee menemuinya sambil membawa sebuah paket yang
dikirim via pos.
“Kak, ada
kiriman untuk kakak.” ucap Ailee.
Steven mengambil
paket tersebut dan membukanya, ia mengetahui bahwa isi paket tersebut hanyalah
sebuah CD. Ia bahkan tidak tahu siapa yang mengirim paket tersebut karena nama
dan alamat pengirim tidak tertulis.
Steven
mengucapkan “Terimakasih, Ailee, oh ya, bilang kalau om dan tante sudah pulang
nanti!”
“Ya, kak!”
Steven naik ke
lantai atas menuju kamarnya, ia menutup pintu serta menyalakan laptopnya. Saat
laptop tersebut menyala, ia memasukkan CD tersebut ke dalam pemutar DVD yang
terpasang di laptop tersebut. Ia memainkan CD tersebut, terdengar sebuah suara
yang tak lain merupakan suara ayahnya yang sedang bercerita tentang hantu.
Ayahnya bercerita tentang seorang anak laki-laki yang berjalan di sekitar desa
sendirian, anak itu mulai ketakutan saat ia tersesat, tapi saat ia mendengar
ada suara makhluk halus, ia mulai berlari tanpa melihat ke belakang, ia berlari
hingga ia merasa lelah. Saat ia berhenti, ia melihat makhluk halus yang tidak
memiliki kepala yang berkata “KENAPA KAU LARI?!”. Steven mulai ketakutan
setelah mendengar cerita tersebut, ia mulai penasaran apakah pengirim paket
tersebut merupakan ayahnya sendiri ataukah penelepon misterius semalam?
Comments
Post a Comment