I Can't Believe My Love is A Gamer Episode 29
Last Goodbye
Seperti
yang semua orang di sekolah harapkan, kami semua berkumpul di halaman sekolah
untuk pengumuman penting. Pengumuman penting yang tentunya aku sudah tahu,
beberapa murid sekolah juga sudah tahu.
Ya,
Nabila akan pindah ke Jeju Island, Korea.
Itulah seperti yang kami harapkan. Seluruh murid berbaris menghadap para guru
yang berdiri di dekat tiang bendera. Kami pun mendengar segala pengumuman bahwa
salah satu teman kami akan pindah ke Jeju.
Aku
hanya terdiam memperhatikan ketika Nabila maju ke depan menemui para guru
sebelum berbalik menghadap kami. Dia menarik napas seraya ingin berkata salam
perpisahan.
“Teman-teman
sekalian, guru-guru yang tercinta, kepala sekolah, dan seluruh staf yang
bertugas, saya, Nabila, akan pindah ke Jeju Island,
Korea Selatan. Saya akan singkat saja mengatakan hal ini.
“Semuanya,
Nabila pengen minta maaf kalau misalnya ada salah sama kalian, kalau misalnya
Nabila pernah marah-marah sama kalian, maafkan saya. Dan juga, makasih banyak
udah mau jadi teman Nabila di sini, Nabila senang bisa berteman dengan kalian,
terutama kelas Nabila. Enggak nyangka juga kalau waktu Nabila di sini kerasa
singkat.
“Terus,
buat para guru. Nabila pengen ngucapin terima kasih udah ngajarin setiap
pelajaran, meski Nabila sendiri enggak selalu perhatiin. Nabila juga
kadang-kadang suka ribut sama teman pas pelajaran. Terus, Nabila ngaku, Nabila
juga bukan orang yang terlalu pintar, Nabila juga gadis yang suka main game.
“Nabila
juga mau minta maaf sama semua guru kalau misalnya ada salah. Sekali lagi,
Nabila juga ingin berterima kasih karena udah mau ngajarin segalanya, meski
Nabila sendiri … enggak bisa lama-lama. Makasih buat kalian semua, Nabila yakin
… ini bukan pertemuan terakhir kita semua.” Mata Nabila mulai berkaca-kaca
saking tidak tahan ingin menangis. “Terima kasih banyak.”
Nabila
kembali ke barisan kelasnya sambil mengeluarkan air mata. Ketika tiba, semua
teman perempuan di kelasnya menemui ingin memeluknya, seraya menenangkannya.
Aku tidak percaya Nabila akan menangis begitu meninggalkan sekolah ini, kukira
Nabila akan senang harus pergi ke luar negeri, apalagi menyingkir dariku.
Rasa
itu kembali lagi mengepung otakku, sulit sekali untuk menerimanya. Sulit sekali
untuk melepas Nabila ke luar negeri. Aku tidak menyangka aku takkan sesenang
ini sekali lagi, melihat Nabila akan pergi.
Aku
… akui di dalam hatiku, lagi. Aku tidak percaya akan menampung kesedihanku di
dalam hati, seharusnya aku senang Nabila akan pergi dan takkan mengangguku
lagi. Tapi, Oktavian dan Abi sudah tahu kalau aku menyukainya, bukan
mencintainya. Aku tidak percaya kalau kebencian yang kupendam seketika berubah
menjadi suka dan cinta.
Aku
mengingat kembali puisi yang telah kutulis. Aku yakin, aku telah mencurahkan
segalanya, baik itu permintaan maaf dan pernyataan rasa suka pada gadis
brengsek itu. Dia memang gadis brengsek,
tapi … aku akui, dia wanita yang dapat membuatku terpesona.
Masih
ada farewell party di kelasnya
setelah Jumatan selesai. Aku, Oktavian, dan Abi sudah berjanji pada Fatin dan
Vera untuk hadir, begitu juga beberapa teman sekelasku yang membantu menbuat
dan mengedit video perpisahan. Ini juga kesempatanku untuk meminta maaf pada
Nabila.
Semoga
saja aku sempat mengungkapkan semuanya melalui sebuah puisi. Oktavian dan Abi
menatapku menandakan kalau aku pasti bisa mengungkapkan seluruh perasaanku.
***
Aku,
Oktavian, Abi, dan beberapa teman sekelasku yang turut membantu membuat farewell party sekaligus video
perpisahan telah berada di kelas Nabila, menunggu momen yang tepat ketika
Nabila memasuki kelas. Semua lampu kelas telah dipadamkan untuk sementara waktu
agar farewell party dapat menjadi
sebuah kejutan bagi Nabila.
“Semuanya,
siap-siap! Nabila lagi ke sini!” seru salah satu siswa laki-laki di kelas
Nabila.
Kami
pun ambil posisi masing-masing untuk berdiri, seluruh kursi telah mereka
rapikan demi memperluas lokasi farewell party.
Kami pun akhirnya menyalakan lampu begitu pintu terbuka lebar. Nabila bersama
Fatin dan Vera melangkah masuk ke dalam kelas.
“Surprise!” Fatin dan Vera berseru
terlebih dahulu.
“Surprise!” seru kami semua.
Sebenarnya
dekorasi farewell party di kelas
Nabila cukup sederhana, hanya balon berwarna-warni dan selembaran kertas
bertuliskan untuk mengucapkan salam perpisahan. Ini adalah kenangan terakhir
kelasnya sebelum pindah ke Jeju.
“Hah?
Enggak mungkin kalian ngadain ginian ke gue,” reaksi Nabila ketika pandangannya
beralih menuju beberapa foto yang terpampang di papan pengumuman kelas.
Layar
proyeksi yang terpancar di papan tulis juga akhirnya memainkan sebuah video
perpisahan. Tentunya berkat usaha kelas kami, video itu menampilkan beberapa
siswa yang menyampaikan segala kesan dan pesan serta salam perpisahan untuk
Nabila. Lagu Too Good At Goodbye dari
Sam Smith juga membantu meramaikan suasana video sekaligus pesta.
You must think that I'm stupid
You must think that I'm a fool
You must think that I'm new to this
But I have seen this all before
I'm never gonna let you close to me
Even though you mean the most to me
'Cause every time I open up, it hurts
So I'm never gonna get too close to you
Even when I mean the most to you
In case you go and leave me in the dirt
But every time you hurt me, the less that I
cry
And every time you leave me, the quicker
these tears dry
And every time you walk out, the less I love
you
Baby, we don't stand a chance, it's sad but
it's true
I'm way too good at goodbyes
(I'm way too good at goodbyes)
I'm way too good at goodbyes
(I'm way too good at goodbyes)
“Lo
bikin farewell video buat gue?”
Nabila mulai berkaca-kaca. “Gue nanti dapat kan?”
“Nanti
gue upload ke YouTube,” jawab salah
satu teman sekelasnya. “Seenggaknya, lo jangan putus komunikasi sama kita-kita.
Kalau lo mau curhat sama kita, tinggal LINE aja, atau enggak Skype kita-kita
aja. Jangan leave group ya.”
“Iya,
kalau gue mau curhat sama lo, gue pasti bakal kontak group LINE kok,” tanggap Nabila.
“Oh
ya, Fatin! Katanya mau nyanyi, kan?” ucap salah satu siswa yang memegang gitar
di dekat papan tulis, telah berdiri di dekat seorang gadis yang akan memainkan keyboard.
“Iya,
Anggara!” ucap Fatin. “Dengarkan gue nyanyi, ya, Fatin.” Dia menemui dua siswa
yang menjadi musisi selama farewell party.
“Dengarin
aja. Fatin punya cara spesial buat say
goodbye ke lo,” tunjuk Vera ketika berbalik menghadap Fatin.
Ketika
Fatin mengangguk pada sang gadis keyboardist,
kami mengambil posisi untuk menyingkir sementara waktu agar Nabila dapat
menikmati performance darinya. Kami
pun juga dapat menikmati performance Fatin.
Sang
keyboardist memulai lagu dengan
memainkan nada reff Canon in D, salah
satu musik klasik. Anggara sang gitaris juga mulai memetik senar gitar
mengiringi alunan piano tersebut. Fatin pun akhirnya mulai menyanyikan lagu Last Goodbye dari Akdong Musician.
Anggara pun mendampingi nyanyiannya.
Byeol hana itgo
Neo hana itneun
Geugosi nae oraen bamieosseo
Saranghaeran mari meomutgeorieodo
Geojiseun eopseosseo
Neon hwana itgo
Cham joyonghaetdeon
Geugosi nae oraen bamieosseo
Eodum sogeseodo jam iruji mothae
Heuneukkyeooneun neoui moksori
Geudae gyeochimyeon
Geujeo gyeoteseoman isseodo
Haengbokhaetdan geol
Geu sasilkkaji nappeuge
Chueok marayo
Oraen nal
Oraen bam dongan
Jeongmal saranghaesseoyo
Eojjeol su eopseotdaneun geon
Maldo an doel geora saenggakhagetjiman
Mipge nal
Gieokhajineun marajullaeyo
Ajikdo jal moreugesseo
Dangsinui heunjeogi
Jiul su eopsi sojunghae
al jayo annyeong
Geu mal kkeuteuro
Heureun siganeun oraen nal gatasseo
Urin seoroege gipeojyeo isseotgo
Nan geuge duryeowo
Neon gamanitgo
Nado geureohaetdeon
Sunganeun uri oraen nal
Hamkkehan siganeul
Amureon uimido eopdeusi
Chueokman hage hagetjyo
Geudae gyeochimyeon
Geujeo gyeoteseoman isseodo
Bogo sipgo tto haengbokhaesseo
Geugeon jinsimieossso
Kulihat
Nabila mulai mengeluarkan air matanya begitu memasuki reff untuk kedua kali.
Vera menepuk pundaknya seraya menenangkannya.
Kuakui,
suara Fatin memang seperti menghayati dalam berakting, suaranya memang seperti
bergelombang, setidaknya kulihat wajahnya mampu mengeluarkan segala emosi yang
tertuang oleh lagu itu.
Ketika
memasuki reff terakhir, beberapa dari teman sekelasnya juga ikut bernyanyi,
membuat Nabila menggeleng tidak dapat menahan haru.
Mipge nal
Gieokhajineun marajullaeyo
Ajikdo jal moreugesseo
Dangsinui heunjeogi
Jiul su eopsi sojunghae
Ketika
lagu tersebut berakhir, Vera kembali memeluk Nabila sambil berkata apapun yang
dapat menenangkannya. Fatin pun juga menemui mereka untuk mengumumkan.
“Sebenarnya,
Nabila, ada orang yang pengen mencurahkan segala perasaannya ke lo.”
Eh?
Aku? Cepat sekali? Kukira aku akan baca puisi belakangan, pas acaranya mau selesai.
“Ayo,
Arfian! Udah, pasti bisa! Pasti dia suka banget sama puisi lo!” Oktavian
mendorongku agar aku bisa berhadapan dengan Nabila.
Aku
pun melangkah menghadapi Nabila sambil mengeluarkan secarik kertas. “Nabila, lo
… sebenarnya …. Bukan, gue sebenarnya
enggak ngerti sama lo. Pas ketemuan di game
center, lo nuduh kalau gue mainnya enggak mau gantian, lo bilangin ke gue
tukang RCT. Terus, gue juga enggak nyangka kalau lo emang adik kelas gue.
Terus, lo rela dekat-dekat gue dengan apapun, cuma pengen ngeluapin kepuasan
lo.
“Eh,
langsung aja. Pas lo minta maaf di game
center pas Senin atau Selasa kalau enggak salah gitu, gue diam aja, enggak
tahu mau ngatain kayak gimana. Gue … awalnya senang ngelihat lo nangis habis
gue marahin di tempat futsal waktu itu.
“Ngedengar
kepindahan lo ke Jeju, gue harusnya senang banget lo bisa ngejauh dari
kehidupan gue. Gue nyadar banget pas itu, gue enggak pengen lo pergi, gue nolak
perasaan itu.”
“Udah
baca puisinya!” seru Oktavian.
“Iya
deh.”
Tatapanku
beralih ke kertas yang tengah kugenggam, penuh dengan tulisanku sendiri
berkata-kata, entah ini akan indah atau bukan, serahkan pada pendengar. Aku
menarik napas sejenak sebelum mulai membaca puisi yang telah kubuat sendiri.
Mungkin aku ini seorang anjing yang tolol
Mungkin aku telah menilaimu sebagai gadis
brengsek
Kamu, gadis brengsek
Awalnya aku begitu senang kalau kamu menjauh
dari kehidupanku
Awalnya aku memendam rasa benci yang
berapi-api
Tapi entah kenapa
Rasa benci itu padam lama kelamaan
Justru rasa benci itu telah padam dengan
aliran cinta
Cinta yang bagaikan air yang mengalir
Ketika aku melihatmu menangis
Bukannya bahagia, justru aku menyesal
Kamu akan pergi dari hidupku
Menyingkir dari hidupku
Bukannya perasaanku cerah tapi malah berubah
menjadi suram
Kesuraman karena tidak ingin kamu pergi
Aku menyesal telah berbuat tidak baik padamu
Oleh karena itu, aku ingin mencurahkan
segalanya padamu
Melalui sebuah curahan perasaan
Mungkin saja ini terlambat
Mungkin saja kamu tidak ingin menerimanya
Aku menyadari
Seharusnya aku mengenalmu lebih jauh
Karena di balik keburukan pasti ada kebaikan
Kebaikan di dalam itu dapat menutupi
keburukan di luar
Bagaikan kecantikan mulia
Seharusnya aku sadar kalau aku juga memang
salah
Tidak apa kalau kamu tidak perlu memaafkanku
Tidak apa kalau kamu tidak perlu menerima
cintaku
Aku hanyalah orang brengsek yang
menghancurkan hidupmu
“Ciyeee!”
sahut beberapa dari tamu pesta begitu aku selesai membacakan puisi.
“Nabila.”
Aku berjalan mendekatinya. “Maafin gue ya. Harusnya, gue kenal sama lo dulu
lebih jauh. Gue emang brengsek udah ngejek lo sama … pengen lo ngejauh dari
kehidupan gue. Gue sadar, kalau gue emang harusnya enggak ngeganggu lo.
“Lo
enggak perlu jawab apa yang bakal kujawab, pasti lo tolak soalnya lo bakal
nolak, pasti, bukan cuma lo pindah ke Jeju, tapi juga gara-gara perlakuan gue
ke lo. Kalau lo pengen pacaran benaran sama gue, terus … lo enggak perlu ke
Jeju, lo … bakal jawab apa?” Aku akhirnya mengungkapkan pertanyaan terberat.
Nabila
menggelengkan kepala sambil menahan haru. “Gue tahu, lo bakal suka sama gue,
meski kelakuan gue sendiri ke lo udah keterlaluan. Tapi, kalau pacaran sih …
gue bukan cewek yang baik buat lo, gue akui. Kalau harus LDR, gue bakal putusin
itu pacar. Soalnya, LDR … berpeluang buat putus.”
“Gue
ngerti, Nabila. Maafin gue.” Aku berjabat tangan dengan Nabila. “Kita teman,
kan?”
“Teman.”
“WOOOO!!”
seru semua orang di kelas menyoraki kami.
“Fatin,
Vera, gue boleh bilang sesuatu buat Oktavian sama Abi, enggak?”
“Iya,
boleh kok!” Oktavian mengambil alih jawaban pertanyaan itu.
“Oktavian,
Abi, lo juga udah ngasih kenangan ke gua barengan Arfian. Kita ke rental PS
bareng, makan-makan bareng lah bareng Vera sama Fatin juga, terus lo … ke rumah
gue cuma buat main Just Dance.
Makasih banyak udah kasih banyak kenangan ke gua, meski cuma bentar.”
Oktavian
membalas, “Kita bakal selalu jadi teman kok. Jangan lose contact ya sama kita-kita.”
“Jangan
lupa kalau lo pasti bisa dapat teman baru di sana,” balas Abi.
“Gue
bakal kangen lo.” Fatin mulai mengeluarkan air mata. “Kapan lagi lo ngajak main
Pump It Up di game center …. Kita … selalu jerit-jerit pas ngelihat video K-Pop.
Gue … bakal … kangen sama kehebohan lo!”
Nabila
memeluk Fatin yang mulai menangis. “Udah, enggak apa-apa. Gue bakal kangen lo.”
“Gue
juga,” ucap Vera.
“Lagian
ini saatnya gue jadi dewasa, saatnya gue ngorbanin keinginan gue demi bokap
nyokap. Soalnya, bokap dapat kerja di Jeju, ya naik jabatannya lah, salah satu
impiannya. Enggak mungkin, gue ngebiarin mereka ngorbanin segalanya demi gue
aja.”
“WOO!!”
seru semua orang masih membuat farewell
party meriah.
Comments
Post a Comment