I Can't Believe My Love is A Gamer Episode 30 (FINALE)
#EndRoll
Kehidupanku
benar-benar berubah sejak Nabila meninggalkan Indonesia menuju Jeju Island di Korea. Tidak perlu ada lagi
kecemasan apakan ada Nabila atau tidak di game
center saat weekend, tidak perlu
ada acara pura-pura pacaran lagi di depan Oktavian dan Abi dan semua orang, dan
tidak perlu lagi ada menyaksikan betapa jagonya dia dalam main game. Aku masih tidak percaya kalau
Nabila, cinta pertamaku yang awalnya kubenci, adalah seorang gamer.
Seakan-akan,
hari-hari seperti biasa berubah total sejak Nabila meninggalkan sekolah ini.
Banyak yang masih tidak menyangka bahwa Nabila rela pindah ke Jeju meski telah
menghabiskan waktu di sekolah hanya sebentar.
Nabila
benar, kalau aku jadi LDR sama dia, paling kita akan langsung putus karena
kejauhan long distance. LDR memang
berpeluang tinggi untuk putus.
Sejak
itu, kehidupanku perlahan berubah. Aku dapat lebih terbuka kepada kakakku
sendiri, dia adalah satu-satunya orang yang bisa kuajak curhat dalam keluarga.
Aku perlahan dapat menerima masukan berupa nasihat dan larangan dari orangtua.
Aku
pun akhirnya gampang menerima ajakan Oktavian dan Abi, mau itu ke tempat
futsal, rental PS, dan bahkan favoritku, game
center di mall. Oktavian, dia mulai menyukai lagu-lagu anti-mainstream sejak kuajak dia ke game center, tunggu, sejak aku pamer
lagu-lagu favoritku mungkin. Aku lupa.
Perubahan
ini mengajariku beberapa hal, terutama kehidupan tidak sesuai yang kita
inginkan, maksudku, semua orang inginkan. Pasti ada beberapa halangan yang
menghambat seluruh keinginan masing-masing individu.
Kadang
juga, Oktavian rela mengantarku ke game
center saat weekend untuk main
bareng. Dia memang menikmati setiap game meski
skill-nya masih terbilang payah saat
menghadapi level tinggi.
Fatin
dan Vera juga sering mengajakku bersama Abi dan Oktavian untuk makan bareng di
kantin saat istirahat. Kami justru membicarakan hal random, tetapi pada awalnya, kami juga membicarakan mengenai
Nabila.
Sungguh,
aku sangat merindukan Nabila meski tidak pacaran. Dia memang cinta pertamaku,
cinta dari hasil evolusi kebencian. Entah mengapa, aku merasa hal istimewa akan
datang padanya.
Aku
juga berharap kalau Nabila akan mendapat cowok lebih baik daripadaku. Kudengar
cowok dari Korea konon lebih tampan sesuai dengan stereotip drama Korea, wajah
bersih jerawat, tinggi, kekar, dan fashionable.
Itu hal wajib bagi aktor drama Korea, sungguh wajib. Setidaknya, mereka lebih
baik daripada diriku jika dinilai dari cover-nya.
Kalau dalamnya, aku tidak tahu apakah mereka bakal baik ke dia atau tidak.
Sekitar
seminggu setelah kepergian Nabila, yaitu hari Jumat, aku tetap mendengarkan
lagu saat jam istirahat sambil menunggu Nabila mampu mengirimku sebuah pesan di
LINE. Lagu yang kudengarkan kali ini adalah #EndRoll
karya uno dan d.watt dari IOSYS TRAX. Cocok sekali dengan akhir cerita.
Saat itu memang habis Jumatan, kebanyakan siswa di kelas telah pulang ke rumah
masing-masing.
“Belum pulang lo?” sambut Oktavian menepuk
pundakku.
“Oh,
belum nih. Bentar lagi mau balik,” jawabku.
“Mau
ke game center, kan?” ajak Oktavian.
“Hayu bareng aja!”
“Hayu
dong! Bentar gue siap-siap dulu!” seruku.
“Ya,
lagu kesukaan lo enak banget ternyata. Gue jadi pengen main Sound Voltex juga Masalahnya kontrolnya
yang susah.”
Aku
bangkit mengambil tas dan memasukkan hp ke dalam saku celana. “Ya, belajar
pelan-pelan aja dulu, mulai aja dari level rendah, terus kalau udah kebiasa,
coba level rada tinggi.”
“Ya,
habisnya kalau mau kayak DJ, main Beatmania
IIDX udah susah banget, paling gue main Sound
Voltex aja kalau mau jadi DJ.”
“Ya
elah, lo!” ucapku ketika kami berdua meninggalkan kelas. “Sound Voltex sebenarnya lebih ke sound effector, bukan ke DJ. Kalau ke DJ, kabur ke Beatmania IIDX, kontrolnya dekat banget
sama turntable buat DJ. Terus, gue
dengar turntable DJ lebih kompleks
daripada itu.
“Makanya,
kalau mau mulai main game-game musik
dari Konami, Sound Voltex bisa jadi start yang bagus. Makanya, kebanyakan
kota besar pada dapat Sound Voltex duluan
daripada Beatmania IIDX. Ya, Beatmania IIDX sih hampir enggak ada
lagu terkenal gitu, hampir semuanya lagu original.”
“Pantas,
pas gue coba main, enggak ada yang gue kenal. Eh, katanya Abi udah duluan ke
sana. Katanya dia ketagihan sama Danz
Base.”
“Entar
deh, gue kenalin sama komunitas game
arcade yang gue ikut, syukur-syukur lo pada berminat ke sana, ucapku sambil
mengecek hp.
Muncul
notifikasi ada pesan masuk dari Nabila, akhirnya! Setelah seminggu, Nabila
akhirnya mengirim sebuah pesan padaku. Aku pun membuka notifikasi tersebut
menuju pesan yang dimaksud.
Aku
melongo ketika Nabila mengirimkan pesan berupa video kepadaku. Ya, mungkin dia
ingin mengatakan pesan yang ingin disampaikan lewat lisan, bukan tulisan.
“Lho,
itu dari Nabila?” ucap Oktavian.
“Gimana
sih lo! Ini privacy!”
“Cieee,
malu nih! Gue pengen lihat dong gimana pesannya ke lo!”
“Enggak
gitu juga!”
“Pengen
lihat dong!” serunya ketika kami telah menginjak lantai halaman depan sekolah
setelah keluar dari gedung.
“Iya
deh.” Aku menghentikan langkah ketika melepas earphone kiri dan menyerahkannya pada Oktavian.
Begitu
Oktavian telah memakai earphone sebelah
kiri, aku menekan tombol play pada
pesan video tersebut. Kulihat Nabila sudah menatap kamera membelakangi
pemandangan salah satu keindahan Jeju. Rerumputan bergoyang, langit biru
sejernih kristal, dan sungai yang merefleksikan keindahan langit.
Nabila
mulai menyampaikan pesannya lewat video itu, “Arfian, apa kabar? Gue harap lo
baik-baik aja. Gimana kabar teman-teman lo yang bodoh itu, Oktavian sama Abi?
Gue juga pengen lo bertiga tetap sehat dan bersemangat. Jangan iri ya kalau
ngelihat gue lagi di luar negeri, pasti ngarep, kan?
“Gue
udah mulai belajar bahasa Korea, seenggaknya gue ngerti dikit-dikit sih. Ya,
mereka pada baik-baik di sekolah. Lo jangan pikir kalau sekolah gue di Jeju itu
ada bully-nya di drama Korea ya.
Semuanya pada baik-baik kok.
“Arfian,
gue punya pesan sama lo. Cari cewek yang lebih baik daripada gue, kalau lo
emang pengen punya pacar. Seenggaknya, jangan kayak gue yang nyebelin gini ya.
Oh, udah dulu deh. Gue harap lo makin jago main game-nya di game center ke,
di PS kek, pokoknya, kalau di game center,
mainnya gantian ya. Bye-bye.”
Oktavian
bereaksi terhadap video itu. “Ya, jadi pengen ketawa pas ingat lo cerita dia
nuduh lo enggak mau gantian mainnya.”
“Udah
ah!” Aku tidak mau mengingatnya lagi.
Oktavian
melepas earphone kiri dan
menyerahkannya padaku. “Eh, ayo ke sana sekarang! Bentar lagi UAS, kan? Yang
penting, kita senang-senang dulu sebelum terlambat!”
“Eh,
enggak gitu juga kali!” seruku.
***
“Ah!
Enggak rame ah! Lo pada telat ke sininya!” sambut Abi ketika kami berdua tiba
di game center di sebuah mall tak
jauh dari sekolah.
Eh?
Abi juga mengajak Fatin dan Vera kemari? Mereka berdua mengulum senyum ketika
kami telah tiba. Ya, mereka berdua juga pernah main ke game center bersama Nabila.
“Ah!
Jadinya enggak sabar nih main Pump It Up! Udah nungguin dari tadi tuh!”
Fatin bertingkah manja seperti anak kecil.
“Iya
deh, pada mau main apa dulu nih?” tanya Oktavian mengundang keramaian.
“Pump It Up dong! Mau ngedengar lagu
K-Pop!” seru Fatin.
“Danz Base juga ada K-Pop kali, sekalian
latihan dance juga!” tambah Vera.
Fatin
membantah, “Ah, Danz Base udah enggak
rame! Lagu-lagunya pada enggak update.
Mending Pump It Up aja, ada Big Bang,
BlackPink, sama Dreamcatcher!”
“Oke
deh, beli saldo dulu deh!” seru Oktavian. “Arfian ikutan juga dong! Kan biar
senang-senang bareng”
“Whoa!!”
jerit Abi.
Aku
menggeleng dengan khusyuk melihat tingkah keempat temanku yang bodoh ini.
Begitu kulihat Oktavian dan Abi berjalan menuju kasir untuk membeli saldo,
Fatin sudah menggesekkan kartu saldonya dan menginjak tombol kuning tengah pada
pad mesin.
Aku
hanya duduk melihat hpku ketika Vera juga ingin ikutan main. Ya, kehebohan
mulai lagi. Here we go again,
kehebohan yang sama ketika menatap mereka berdua bermain Pump It Up seperti orang gila.
Aku
kembali memasang earphone dan mulai
mendengarkan musik lewat aplikasi YouTube. Kali ini, lagi-lagi Independent Sky dari Sound Holic featuring Nana Takahashi yang kudengar.
Aku pun bersenandung mengikuti vokal indah Nana Takahashi.
Setidaknya,
semua akan baik-baik saja meski ada perubahan cukup signifikan dalam hidup. Aku
bersyukur dengan apa yang telah kualami saat ini. Aku merasa hidupku berubah
total karena gadis brengsek itu, alias Nabila.
Sekali
lagi, aku tidak percaya kalau cinta pertamaku adalah seorang gamer. I Can’t Believe My Love is A Gamer.
Comments
Post a Comment