Ordering Disorder Episode 1

Ordering Disorder is classified 15+, it contains some violence, some coarse language, sexual references, and drug use, it is not suitable for people under 15.

Pukul 11:14, seorang pemuda sedang bermain Halo 4 di Xbox 360 miliknya di kamar sambil berteriak “Wow! Ayo! Shoot dan kita menang!! Cepat shoot!” Pemuda tersebut sangat bersemangat bermain game tersebut dari jam 8:30, lalu ia mengontrol avatarnya untuk menembak musuh terakhir dalam permainan, ia pun berteriak “Yes!! Yes!! Kita berhasil, Dave!! Kita berhasil!!” Ia pun melihat jam sudah menunjukkan pukul 11:15 “Oh, sudah larut, sebaiknya aku tidur sebelum aku ketahuan ayahku, sampai nanti di sekolah.” Pemuda tersebut melepaskan headset Xbox-nya.
Pemuda tersebut bernama Sam Evans, ia memiliki rambut pirang pendek, muka agak lugu, bola mata biru, dan tinggi badan 167 cm.
Sam pun berjalan keluar dari kamarnya, ia melangkah menuju dapur, ia pun membuka kulkas untuk mengambil kaleng soda dan membukanya, ia meminum soda tersebut sambil menutup kulkas, namun ia mendengar sebuah suara desahan di balik pintu kamar orangtuanya tak jauh dari ruang makan, ia pun berjalan meninggalkan dapur dan ruang makan serta mendekati pintu kamar orangtuanya, ia mendengar sebuah desahan semakin keras.
Ia mengetuk pintu sambil bertanya “Ayah, ibu, ada apa? Ayah? Ibu?” Ia pun membuka pintu, dan ternyata, saat ia melangkah masuk ke dalam kamar tersebut, ia terkejut, ia melihat ayahnya sedang bersama wanita lain yang bukan ibunya “A… Ayah…”
Ayahnya pun langsung marah tanpa menunjukkan respon kaget “Beraninya kau!!” Ayahnya langsung memukul Sam hingga terjatuh, ia terus memukul Sam tanpa ampun, ia bahkan menggunakan alat apapun yang bisa digunakan untuk memukul Sam, ia memukul dan menendang Sam dengan keras. Sam pun merasa kesakitan saat disiksa ayahnya.
Tak lama kemudian, ibunya tiba dan kaget saat melihat Sam dipukuli “Sam!!” Ia segera mendorong suaminya dan segera melindungi Sam.
Namun sang ayah juga memukuli istrinya sebelum kembali memukul Sam untuk terakhir kalinya, ia pun berdiri memanggil selingkuhannya sambil berteriak “Aku takkan pulang untuk selamanya!!” Ia pergi memegang tangan selingkuhannya dengan cepat, ia pun membuka pintu depan sebelum akhirnya pergi dengan menutup pintu dengan keras.
Sementara sang ibu hanya bisa menangisi sambil melihat keadaan Sam yang sudah babak belur dihajar ayahnya “Sam… Sam…”
“Bu, apa yang terjadi… Apakah ada yang salah??”
“Sam, kau tak apa-apa, syukurlah.” Ibunya menarik Sam ke kamarnya “Ayo, Sam.” Saat mereka tiba di kamar Sam, ia segera membaringkan Sam “Sam…” Ia tidak mampu berkata apa-apa, sehingga ia berlari ke luar dari kamar tersebut.
Sang ibu menutup pintu kamarnya dengan keras, ia berlari mendekati lemari dekat tempat tidur, ia membuka lemari yang penuh dengan pakaian-pakaian tersusun rapi dengan laci yang terkunci rapat, ia mengambil kunci dari sakunya dan membuka kunci laci tersebut, ia mengambil sebuah jarum suntik dengan sebuah cairan. Ia pun menutup laci dan lemari tersebut kembali, ia berbaring di tempat tidur sambil membuka bungkus cairan tersebut dan memasukkannya ke dalam jarum suntik. Ia segera menyuntik dirinya sendiri sambil menangis dengan keras.
***
Pukul 06:30 pagi, Sam terbangun dari tidurnya sambil merasa sakit akibat pukulan-pukulan ayahnya, ia berusaha untuk bangkit dari tempat tidurnya sambil merasakan sakit hebat pada tubuhnya. Ia pun memegang tembok sambil berjalan sambil memanggil “Ibu?” Ia melangkah sambil memegang sesuatu yang setidaknya bisa membantunya berjalan.
Saat Sam memasuki kamar orangtuanya, ia melihat ibunya terbaring menutup mata dengan lemas “Ibu?” Ia menemui ibunya sambil naik ke atas kasur, ia memegang tangan ibunya, namun terasa dingin. Sam juga melihat jarum suntik dan bungkus sebuah cairan di sebelah kiri ibunya, ia segera berteriak “Claire!! Claire!! Cepat ke sini!! Claire!!!”
Claire, kakak Sam, berlari memasuki kamar tersebut “Sam?” Ia kaget saat melihat ibunya sudah tidak bernyawa lagi. Sam hanya menatap Claire sambil menangis. Claire mendekati Sam dan memeluknya sambil menangis sedih, ia hanya bisa berkata “Aku turut berduka… Kau sudah bilang pada nenek dan Jenna?” Sam menjawab dengan menggeleng, Claire berjalan pergi sambil menangis untuk memberitahu neneknya dan adiknya, Jenna.
***
Tiga tahun kemudian, Sam tetap saja mengalami depresi berkepanjangan akibat melihat ayahnya berselingkuh yang mengakibatkan ibunya bunuh diri menggunakan euthanasia, akibat kejadian tersebut, mood-nya sering tiba-tiba berubah, sulit berkonsentrasi, selalu berputus asa, merasa bersalah, tidak ingin bergembira, kehilangan minat untuk melakukan sesuatu, dan ia juga sering mencoba “menyembuhkan” depresinya dengan heroin dan alkohol secara sembunyi-sembunyi.
Meski jam sudah menunjukkan pukul 06:24, Sam pun tidak ingin bangkit dari tempat tidurnya, ia hanya ingin tidur dan tidak melakukan apapun yang membuatnya menjadi negatif. Ia terus memegang selimutnya sambil berbaring.
“Sam, bangun! Ini sudah jam 06:24 pagi! Ayo bangun!” Claire tiba membangunkannya, ia menarik selimut Sam “Ayo, kau harus sekolah!”
Sejak kedua orangtua Sam pergi dari kehidupannya, perilaku Claire sudah bagaikan perilaku seorang ibu, ia harus melakukan semua pekerjaan rumah tangga selain kuliah seperti memasak, membersihkan rumah, memotong rumput, dan mencuci cucian rumah. Sekarang, Claire telah mendapatkan gelar sarjana dalam program studi jurnalistik.
Sam menolak untuk bangkit dari tempat tidur “Aku tidak ingin melakukan apapun hari ini.”
Claire memaksa Sam untuk bangun “Sam, ayo! Cepat mandi lalu sarapan!”
“Ya, Claire…” ucap Sam setelah Claire pergi.
***
Claire dan Sam tiba di sebuah SMA yang menjadi sekolah Sam pada pukul 07:24, Claire menatap Sam yang terus menerus murung, ia berkata “Sam, kau laki-laki, seharusnya kau tidak terus menerus murung seperti itu, tersenyumlah, Sam.”
“Aku tidak ingin ke sekolah, Claire.” Sam membalas dengan cepat.
“Sam, jangan begitu, kau tahu mengapa sekolah sangat penting bagimu, ya, kakak tidak bisa lulus kuliah seperti sekarang jika kakak tidak lulus sekolah, kakak juga sedang susah mencari pekerjaan tetap.”
“Ya, kak.” Sam membuka pintu mobil dan keluar tanpa pamit.
“Sam!” panggil Claire.
***
Sam memasuki gedung sekolah tersebut sambil disambut para penindas yang rutin mengejeknya, terutama para pemain futbol berseragam, mereka tidak lelah-lelahnya mengejek Sam dengan makian dan kata-kata kasar padanya.
Para pemain futbol tersebut menyambut Sam dengan ejekan “Sam Evans adalah pemutus hubungan orangtuanya, dan seharusnya kau malu sekarang.”
“Diamlah, kalian semua.” Sam membalas ejekan tersebut sebelum pergi meninggalkan mereka. Ia berjalan melewati selasar sekolah yang penuh dengan loker-loker siswa ditambah papan pengumuman. Ia berjalan mendekati lokernya, ia membuka lokernya dan meletakkan tasnya di dalam sana.
“Sam!” panggil Dave menemuinya “Kau pasti diejek lagi, ‘kan?”
“Ya, mereka tidak lelah-lelahnya mengejekku, sudah tiga tahun aku menderita seperti ini, aku sebenarnya ingin bolos, tapi kakakku memaksaku.”
“Jangan khawatir dengan ejekan mereka, Sam. Santai saja, aku akhir-akhir sering diejek juga karena aku menulis 100 mimpi yang ingin kulakukan sebelum aku mati.” kata pemuda rambut hitam pendek tegak itu.
“Semoga berhasil dengan itu.”
“Apa maksudnya itu?” Dave bertanya setelah Sam menutup lokernya.
“Maafkan aku, Dave, hanya saja aku tidak ingin berbicara sekarang.”
“Ayolah, Sam, kau temanku, kau sahabatku, setidaknya kau bisa bilang apa yang sedang kau alami sekarang, kau…” Dave belum selesai berbicara.
“Maaf, Dave, tapi aku bisa melakukannya sendiri.” Sam menutup lokernya sebelum berjalan menuju kelas matematika, tapi saat ia tiba, ia melihat sudah ada tulisan yang menyerangnya di whiteboard.
Dave menatap para pemain futbol berdiri siap untuk menghajar Sam, ia memperingatkan Sam yang terkejut “Sam, sebaiknya kita keluar dari sini.”
Sam terkejut saat membaca tulisan yang ada di whiteboard tersebut “Pembunuh Ibunya Sendiri!”
Lalu suara semua siswa yang duduk di setiap bangku tersebut mulai menyanyikan ejekan pada Sam “Sam Evans adalah pembunuh, dia membunuh ibunya dengan suntik mati! Sam Evans adalah pembunuh, dia mematahkan hati sang ibu.” Mereka pun tertawa terbahak-bahak.
Dave memukul meja guru “Diam! Diamlah! Sudah cukup ejekkannya.”
“Tidak, kau juga sering menulis mimpi-mimpimu yang tidak mungkin untuk direalisasikan! 100 mimpi yang ingin dilakukan sebelum mati?” Salah satu atlet berkata sebelum semuanya tertawa. Lalu Sam mendekatinya dan memukul wajahnya hingga terjatuh, semua siswa di kelas tersebut berlari dengan panik, ada juga yang menyaksikan pertengkaran tersebut.
“Diamlah! Diamlah!! Kau tak tahu siapa diriku! Kau tidak tahu siapa sahabatku! Kau hanya peduli pada dirimu sendiri!!” teriak Sam sambil memukul atlet tersebut.
Dave berusaha menghentikan Sam “Sam, sudah cukup! Hentikan! Kita berada di sekolah! Sudahlah!” Dave pun menahan pukulan Sam. Sam pun segera berlari meninggalkan kelas tersebut, Dave berlari mengejarnya “Sam! Sam!!” Namun ia tidak berhasil mengejar Sam.
Sam berlari meninggalkan sekolah tersebut sambil menangis dan marah, ia berlari dengan cepat melewati jalan setapak, cepat sekali. Ia bahkan berlari melewati zebra cross tanpa memperhatikan lampu lalu lintas, sehingga sebuah mobil Porche berhenti mendadak, supir mobil tersebut berteriak “Apa kau sudah gila?!”
Sam terus berlari melewati jalan setapak dengan cepat, banyak orang yang berjalan di sekitar jalan setapak tersebut menatapnya dan bertanya-tanya dalam hati.
***
Saat Sam memasuki rumahnya, ia segera berjalan dengan cepat menuju kamarnya, ia tidak melihat siapapun di rumahnya, hanya ada beberapa perabotan di ruang tamu maupun di ruang keluarga. Ia berlari masuk ke dalam kamarnya dan mendobrak pintu dengan keras. Ia lalu mengecek iPhone-nya saat ia mendapat banyak pesan online, baik dari Facebook, Twitter, LINE, Yahoo! Messenger, dan email, kebanyakan dari pesan tersebut merupakan ejekan, hinaan, dan cacian yang ditujukkan kepadanya, di antaranya yakni “Kau adalah orang terburuk di dunia ini sejak Honey Boo Boo!”, “Pembunuh sang ibu!”, “Sam Evans adalah seorang pembunuh dan dia harus dipenjara!”, “Pelacur!”, dan bahkan “Sam Evans adalah orang ter-bullshit yang pernah semua orang temui!”.
Ia pun kembali melampiaskan emosinya dengan melemparkan iPhone-nya ke arah cermin hingga pecah, ia juga membanting lampu meja ke lantai, bukan hanya itu saja, tapi juga semua barang yang ada dikamar yang bisa dibanting, termasuk Xbox 360-nya. Ia duduk di kasurnya sambil berteriak dengan keras sambil menangis, ia lalu menutup mukanya dengan kedua tangannya.
Sam berdiri dan mengambil laptop Sony Vaio-nya, ia menyalakan laptop tersebut, ia membuka Facebook-nya dan menulis sebuah status untuk mengekspresikan dirinya.
***
Kembali ke sekolah, Dave mengambil iPhone-nya sambil keluar dari kelas untuk istirahat, ia membuka Facebooknya, ia melihat bahwa Sam baru saja membuat sebuah status di akun Facebook-nya, ia membuka note tersebut, ia kaget saat melihat isinya “Astaga!” Ia mulai membaca note tersebut:
Hai, aku Sam Evans, aku tak tahu mengapa tiga tahun terakhir orang-orang sangat membenciku, mungkin kalian tahu aku dikira telah membunuh ibuku, silahkan jika kau ingin menganggapku begitu, karena aku juga begitu, aku membenci diriku sendiri. Sekarang… jika kalian ingin aku lenyap dari dunia ini, akan kulakukan. Selamat tinggal.
“Astaga! Sam!!” Ia berlari keluar dari sekolah melewati beberapa murid yang melihat dan memposting ejekan-ejekan yang dituju pada Sam. Saat Dave keluar dari sekolah, ia menelepon Sam “Sam, angkat teleponnya!”
***
Sam membuka sebuah lemari pakaian, ia membuka sebuah laci yang berisi jarum suntik, cairan heroin, dan sebotol vodka, semua barang tersebut diambilnya. Ia membuka botol vodka tersebut, ia segera meminum vodka dengan cepat. Lalu ia memasukkan cairan heroin tersebut ke dalam jarum suntik. Ia kembali meminum vodka sambil menangis.
***
Dave berlari dengan kencang menuju rumah Sam sambil menelepon Claire melewati jalan setapak, ia bahkan menabrak beberapa orang yang melewati jalan setapak, ia berlari dengan buru-buru tanpa mengatakan apapun pada orang-orang yang ditabraknya.
Sementara Claire keluar dari sebuah supermarket tak jauh dari rumah Sam sambil membawa barang belanjaan, saat ia memasukkan barang belanjaannya ke dalam mobil, ia mengangkat telepon dari Dave “Ini Claire Evans.”
“Claire! Aku melihat status Facebook Sam! Aku sudah meneleponnya, tapi dia tidak mengangkatnya! Kurasa dia mencoba untuk bunuh diri!!” teriak Dave.
“Oh tidak! Dave, cepat temui Sam, aku akan panggil ambulans!” perintah Claire.
***
Sam mencoba untuk menyuntikan heroin pada tubuhnya, tapi ia merasa tidak mampu sambil menangis, ia kembali meminum vodka, ia kembali memegang jarum suntik tersebut, ia kembali mencoba untuk menyuntik dirinya sendiri dengan heroin.
Sementara Dave tiba mendobrak pintu sambil berteriak “Sam!! Sam!!” Ia berlari melewati ruang tamu dan ruang keluarga. Di saat yang sama, Claire juga tiba bersama ambulans, ia berlari memasuki rumah tersebut.
Dave mendobrak pintu kamar Sam dan melihat Sam tengah akan menyuntikkan heroin, ia berteriak “Sam!!” Ia mengambil jarum suntik tersebut secara paksa, tapi Sam berusaha untuk merebutnya kembali.
“Diamlah! Diam!!” teriak Sam, ia bahkan memukul Dave hingga terjatuh, ia mengambil jarum suntik itu kembali, tapi Dave segera bangkit dan merebut jarum suntik itu dengan mudah dan melemparnya ke luar jendela.
“Sam, tenanglah! Sam!” teriak Dave berusaha untuk menenangkan Sam. Saat Sam mengambil botol vodkanya lagi, Dave segera merebut botol tersebut, tapi Sam memukul tangannya sehingga botol tersebut pecah di lantai.
“Tidak!!” teriak Sam sambil menangis “Apa yang kau lakukan!!” Ia menarik kerah kaus Dave sambil marah.
Claire pun tiba di kamar tersebut dan menghentikan Sam sambil memeluknya “Sam!! Sam!!”
Dave menatap Sam menangis akibat ingin bunuh diri menggunakan heroin dan alkohol, ia pun mulai merenung sambil mengeluarkan air mata “Sam, mengapa kau ingin melakukan ini? Mengapa?”
“Tenanglah, Sam, tenanglah, kau masih di sini. Kakakmu di sini.” ucap Claire.
***
Pukul 20:30, Claire dan Dave menatap Sam terbaring lemas akibat upaya bunuh diri menggunakan heroin dan vodka sambil menggigau hal-hal jika ia bunuh diri.
“Aku tak menyangka hal-hal kecil akan mengakibatkan hal seperti ini.” kata Dave.
“Dia sudah depresi sejak ayahnya memukulinya dan ibunya bunuh diri.” Claire membalas.
Tak lama kemudian, seorang nenek rambut putih agak panjang dan gadis rambut pendek dengan makeup gotik tiba. Claire dan Dave mengenali nenek tersebut sebagai Marlena, nenek Sam dan Claire, dan gadis tersebut sebagai Jenna, adik Sam dan Claire.
“Bagaimana Sam?” tanya Marlena.
“Dia baik-baik saja, tapi dia sering menggigau hal-hal jika ia benar-benar lenyap dari dunia ini.” Claire menjawab.
Jenna menambah “Mungkin dia terlalu membesar-besarkan perselingkuhan ayahnya dan suntik mati ibunya.”
“Sudah cukup, Jenna! Kau tidak melihat kalau Sam benar-benar menderita, dia mengalami depresi berat setelah kematian ibu! Kau tahu ibunya juga ibumu juga! Seharusnya kau lihat kakakmu!”
Jenna berargumen “Seharusnya dia tidak memergoki ayahnya berselingkuh! Jika hal itu tidak terjadi, hal ini takkan terjadi sama sekali! Setidaknya dia tidak ingin berbicara dengan siapapun.”
“Kau jangan membesar-besarkan masalah ini! Kau tak tahu kalau Sam mencoba untuk bunuh diri menggunakan heroin dan sebotol vodka! Hal-hal itu sudah mempengaruhinya! Dia sudah kecanduan sejak tahun lalu!” teriak Claire.
“Seharusnya kau menghentikannya, Claire!”
“Aku sudah mencobanya, tapi dia tidak mau! Kau seharusnya membantunya juga!!” Claire mulai emosi.
Lalu seorang dokter tiba mengetuk pintu “Maaf, harap tenang, masih ada banyak pasien yang dirawat di sini. Dan… saya ingin mengetahui hal-hal yang dialami Sam selama ini.”
Claire menatap Dave “Dave, sebaiknya kau pulang sekarang sebelum jam malammu.”
“Tapi, Claire.”
“Pulanglah!” ucap Claire. Setelah Dave pergi meninggalkan kamar tersebut, Claire berkata “Nenek, Jenna, kalian tunggu di luar saja, aku akan berbicara dengan dokter.”
“Tapi kita juga perlu tahu, ‘kan?” tanya Marlena.
“Lebih baik kalian pulang saja, Sam butuh mengetahui hal ini terlebih dahulu dan aku akan memberitahunya pertama kali.”
Setelah Marlena dan Jenna pergi meninggalkan kamar tersebut, dokter itu menutup pintu dan mulai bertanya “Jadi apakah akhir-akhir ini ada hal-hal yang mencurigakan pada Sam?”
Claire menjelaskan “Tiga tahun yang lalu, Sam memergoki ayahnya berselingkuh dengan wanita lain, ia dipukul dan disiksa habis-habisan setelah itu. Keesokan harinya, ibunya bunuh diri menggunakan suntik mati. Sejak itu, Sam mulai mengalami depresi berat, ia sangat kesulitan, mood-nya tiba-tiba berubah menjadi baik, tiba-tiba menjadi buruk, hal itu seringkali terjadi. Karena hal itu, ia sering menjadi target bullying di sekolahnya. Ia juga pernah mencoba menyembuhkan depresinya dengan heroin dan alkohol, dia juga mudah marah dan mengritik. Ia juga sering tidak bisa tidur dan sering menggigau jika ia tertidur. Saat mood-nya buruk, ia sering putus asa, depresi, dan pesimis.”
“Saya mengerti apa yang dialami oleh Sam, ada kemungkinan dia…” Dokter tersebut mengatakan diagnosisnya.
***
Keesokan paginya, Sam terbangun di rumah sakit, ia kaget melihat dirinya masih hidup, ia melihat jam sudah menunjukkan pukul 09:32. Lalu ia melihat Claire menutup pintu.
Claire bertanya “Kau sudah bangun, Sam.”
“Di mana aku? Apa aku sudah mati?”
“Kau belum mati.” Claire duduk di dekat kasur Sam “Sam, aku tahu kau telah mengalami hal-hal berat sejak melihat ayah selingkuh dengan wanita lain, ayah memukuli dan menyiksamu, lalu ibu bunuh diri, sejak itu, mood-mu sering berubah secara tiba-tiba.”
“Aku tahu, aku mengalami hal-hal itu.”
“Sam, dokter berkata kalau kau... punya gangguan bipolar.”
Perkataan Claire membuat Sam heran “Gangguan bipolar?”
“Jangan anggap remeh terhadap gangguan bipolar yang kau alami, Sam, suasana hatimu sering berubah secara tiba-tiba, dari sedih hingga senang, atau sebaliknya, hal itu bisa menyebabkanmu bunuh diri seperti tadi, Sam. Kau beruntung sekali karena kau diselamatkan dari overdosis heroin dan vodka.”
“Aku benar-benar tidak mengerti apa itu gangguan bipolar, Claire, kau berbicara seperti orang galak.”
“Aku serius, Sam, penyakit ini bisa menyebabkanmu bunuh diri seperti tadi jika tidak kau tidak mampu mengontrolnya.” Lalu Claire melihat Sam mengambil iPhone dari meja di depannya, ia mengambil iPhone tersebut “Ini bukan ide yang bagus, melihat social media, kau belum siap untuk menghadapi semua ini.”
“Aku memang tidak menginginkan apapun, aku hanya ingin hidupku kembali seperti semula. Dan sejak kematian ibu, aku sering dibully karena seperti yang kau sebutkan tadi, mood-ku berubah tiba-tiba. Terkadang aku mengatakan ide-ideku yang gila, mereka pikir aku seperti orang gila, mereka pikir aku ini pembunuh ibuku, mereka pikir aku seorang pelacur, Claire!”
“Sam, tenanglah. Sam, kau tidak sendiri, kau masih memiliki kakakmu, kau masih memiliki nenek dan Jenna, adikmu, kau juga punya satu-satunya teman yang pasti akan membantumu, Dave. Dan bukan hanya itu saja, kau berhak menemui seseorang dari grup pendukung orang yang memiliki gangguan bipolar dan yang sering dibully, kau tidak sendiri, Sam.”
“Claire, maafkan aku, tapi aku hanya ingin sendiri, aku tidak ingin mengumbar kejadian-kejadian ini, aku hanya ini melupakan kejadian di mana aku berusaha untuk bunuh diri menggunakan heroin dan vodka.”
“Sam, apa kau mau hal-hal itu kembali menghantuimu?! Masalah tidak bisa dilupakan begitu saja, kau punya gangguan bipolar yang diakibatkan oleh depresi yang selama ini kau alami! Kau berhak memberitahu orang lain apa yang kau derita.”
“Tapi bagaimana jika mereka tak percaya?!” teriak Sam.
“Sam, tenanglah, aku hanya ingin membantumu.” Lalu Claire berjalan membukakan pintu setelah mendengar ketukan pintu.
Dave menyapa “Claire, apa Sam sudah sadar?”
“Ya, dia sudah sadar, masuklah, aku akan menemui suster.” Claire keluar dari kamar tersebut.
Dave menemui Sam “Sam, kau membuatku khawatir, kau bisa saja mati karena heroin dan alkohol! Jangan lakukan itu lagi!”
“Aku hanya ingin mati, Dave.”
“Jangan! Jangan! Kau tahu mengapa Tuhan memberimu kehidupan? Tuhan memilih kita untuk hidup di dunia ini! Jika kau memutuskan untuk mengakhiri kehidupan kita seperti yang kau lakukan kemarin, itu artinya kau tidak menghormati kehidupan! Tentu saja kau membutuhkan bantuan, kau butuh menemui seseorang yang akan membantumu, seperti diriku, aku teman dekatmu.” Dave mengeluarkan buku catatannya dari tasnya, ia menunjukkan “Daftar 100 Mimpi yang Ingin Dilakukan sebelum Mati”, ia berkata lagi “Aku di-bully karena aku membuat daftar ini, mereka pikir aku gila hanya karena itu, mereka juga berpikir bahwa mustahil sekali 100 mimpi akan berhasil terwujud sebelum aku mati. Tapi daftar ini membuatku sangat yakin kalau 100 mimpi ini akan terwujud sebelum aku mati. Tapi aku ingin bertanya, apa sebelum kau mati, adakah hal-hal yang ingin kau lakukan?”
Sam menjawab “Ya, tapi…”
“Tolong jangan ada tapi! Aku tahu kau masih ingin melakukan sesuatu sebelum kau mati!”
Lalu Claire tiba “Sam, kau boleh pulang, dokter sudah mengizinkanmu, tapi kau harus sering minum obat untuk menyembuhkan gangguan bipolarmu.”
“Ya, aku mengerti.”
“Sam, aku serius, kau tetap harus bertemu dengan grup dukungan orang gangguan bipolar, kau harus jika ingin masalah yang kau alami berakhir!” Claire berkata.
“Gangguan bipolar?” Dave bingung.
“Benar, Dave, aku punya gangguan bipolar.” kata Sam.
“Sebenarnya, Sam, ibumu juga terkena gangguan bipolar.” Claire berkata “Aku diberitahu ibu tentang penyakitnya, dan ibu berkata padaku agar tidak berkata hal ini pada siapapun, tapi mungkin saatnya kau tahu Sam, ibumu meninggal karena gangguan bipolar.”
Dave menambah “Ibumu pasti kecewa jika kau bunuh diri hanya karena ejekan-ejekan dari para bully dan semua di social media yang membencimu karena masalah-masalah yang kau hadapi. Ibumu akan bangga jika kau bisa melawan penyakit itu.” Dave pun kembali tersenyum “Ya, setidaknya kau masih hidup, kau masih bisa berteman denganku! Jika ada masalah, bilang saja padaku.”
“Atau bilang padaku.” Claire menambah.
“Terima kasih, kalian berdua.” ucap Sam “Tapi setelah aku keluar dari rumah sakit, aku ingin pergi ke makam ibu sendiri.”
***
Pukul 13:15, Sam tiba di depan makam ibunya, batu nisan pada makam tersebut tertulis:
Rest in Peace
Rose Evans
15 Agustus 1964-2 Maret 2011
Sam berlutut di depan makam tersebut sambil berkata “Ibu, aku terkena gangguan bipolar, penyakit yang ibu derita juga, aku hampir mati karena depresi berkepanjangan, aku berusaha untuk mati menggunakan heroin dan vodka. Tapi aku beruntung, Bu, aku masih hidup, aku akan sembuh dari penyakit ini, pasti, Bu. Bu, maaf aku tidak membawa mawar putih favorit Ibu. Ibu, beristirahatlah dengan tenang, lihat aku, Bu.” Ia berdiri dan pergi meninggalkan makam tersebut. Ia berjalan melewati beberapa makam di samping kanan dan kiri. Lalu ia melihat seorang pemuda yang memiliki rambut hitam pendek dan memakai kemeja biru serta celana jeans hitam membawa sebungkus mawar putih. Sam menyapa “Mawar putihnya cantik sekali.”
Pemuda tersebut menjawab “Terima kasih, mawar ini untuk ibuku, mawar putih memang bunga favoritnya.”

Sam mengangguk sebelum berlalu, tapi saat ia menatap ke belakang, pemuda tersebut mendekati makam ibunya sambil meletakkan mawar tersebut. Sam kaget bahwa pemuda tersebut juga berlutut di depan makam ibunya. Ia bertanya-tanya apakah ada rahasia yang disembunyikan oleh kedua orangtuanya.

Comments

Popular Posts