Ordering Disorder Episode 2
Ordering Disorder is classified 15+, it contains some violence, some coarse language, sexual references, and drug use, it is not suitable for people under 15.
Sebelumnya di Ordering Disorder:
Ayahnya pun
langsung marah tanpa menunjukkan respon kaget “Beraninya kau!!” Ayahnya
langsung memukul Sam hingga terjatuh, ia terus memukul Sam tanpa ampun, ia
bahkan menggunakan alat apapun yang bisa digunakan untuk memukul Sam, ia
memukul dan menendang Sam dengan keras. Sam pun merasa kesakitan saat disiksa
ayahnya.
Tak lama
kemudian, ibunya tiba dan kaget saat melihat Sam dipukuli “Sam!!” Ia segera
mendorong suaminya dan segera melindungi Sam.
Saat Sam
memasuki kamar orangtuanya, ia melihat ibunya terbaring menutup mata dengan
lemas “Ibu?” Ia menemui ibunya sambil naik ke atas kasur, ia memegang tangan
ibunya, namun terasa dingin. Sam juga melihat jarum suntik dan bungkus sebuah
cairan di sebelah kiri ibunya.
Sam membuka
sebuah lemari pakaian, ia membuka sebuah laci yang berisi jarum suntik, cairan
heroin, dan sebotol vodka, semua barang tersebut diambilnya. Ia membuka botol
vodka tersebut, ia segera meminum vodka dengan cepat. Lalu ia memasukkan cairan
heroin tersebut ke dalam jarum suntik. Ia kembali meminum vodka sambil
menangis.
Dave mendobrak
pintu kamar Sam dan melihat Sam tengah akan menyuntikkan heroin, ia berteriak
“Sam!!” Ia mengambil jarum suntik tersebut secara paksa, tapi Sam berusaha
untuk merebutnya kembali.
“Kau belum
mati.” Claire duduk di dekat kasur Sam “Sam, aku tahu kau telah mengalami
hal-hal berat sejak melihat ayah selingkuh dengan wanita lain, ayah memukuli
dan menyiksamu, lalu ibu bunuh diri, sejak itu, mood-mu sering berubah secara tiba-tiba.”
“Aku tahu, aku
mengalami hal-hal itu.”
“Sam, dokter
berkata kalau kau... punya gangguan bipolar.”
Lalu Sam
melihat seorang pemuda yang memiliki rambut hitam pendek dan memakai kemeja
biru serta celana jeans hitam membawa sebungkus mawar putih. Sam menyapa “Mawar
putihnya cantik sekali.”
Pemuda
tersebut menjawab “Terima kasih, mawar ini untuk ibuku, mawar putih memang
bunga favoritnya.”
Sam mengangguk
sebelum berlalu, tapi saat ia menatap ke belakang, pemuda tersebut mendekati
makam ibunya sambil meletakkan mawar tersebut. Sam kaget bahwa pemuda tersebut
juga berlutut di depan makam ibunya.
***
Jam sudah
menunjukkan pukul 01:27, Sam terlihat terbaring di tempat tidurnya menatap
langit-langit kamar sambil bertanya-tanya pada hatinya sambil tidak bisa tidur.
Ia terpikir saat ia pergi ke makam ibunya, lalu Sam bertemu dengan seseorang
yang mengklaim bahwa makam yang ia kunjungi adalah makam ibunya.
Sam pun
bangkit dari tempat tidurnya, ia berjalan menuju kamar mandi secara perlahan,
ia membuka pintu kamar mandi tersebut. Ia melangkah mendekati wastafel dan
cermin berbentuk bujur sangkar. Ia membuka cermin tersebut yang berupa lemari,
ia melihat obat-obatan untuk menyembuhkan gangguan bipolar dan susah tidur,
pasta gigi, sikat gigi, sabun, shampo, gel rambut, dan gelas.
Sam mengambil
botol obat yang berwarna oranye itu, botol obat tersebut sudah diberi label
“Untuk Sam Evans, dosis satu kali sehari tiap malam, obat gangguan bipolar dan
obat tidur”. Sam membuka tutup botol obat tersebut, ia mengambil satu pil
tersebut dan meminumnya. Sam menyalakan keran wastafel tersebut dan mengambil
gelas, ia menuangkan air dari keran tersebut ke dalam gelas, ia meminum air
tersebut setelah mematikan keran.
Sam berjalan
keluar dari kamar mandi tersebut, ia kembali berbaring di tempat tidurnya
sambil mengambil iPhone-nya, tapi ia tidak mengecek aplikasi social media seperti Facebook, Twitter,
LINE, maupun Instagram, melainkan ia hanya mengecek SMS, tidak ada pesan benci
maupun pesan ejekan, semuanya sudah diblokir. Lama kelamaan, Sam kembali
tertidur.
***
“Sekarang
sudah jam 7:49, Jenna, cepat makan sarapanmu lalu kita berangkat!” perintah
Clare “Ayo, sisir rambutmu juga, kau tidak mau dirimu terlihat jelek, ‘kan?”
“Ya, ya.”
Jenna mengambil sepotong roti bakar yang baru matang dari toaster dan memakannya “Aku tidak butuh berdandan, Claire.”
Sam terlihat
turun dari tangga dan menyapa “Selamat pagi.”
“Pagi, Sam.”
ucap Claire “Jenna, balas ucapan Sam!”
“Pagi.” Jenna
menyapa secara kaku dan tidak sopan.
Claire pun
memperingatkan Jenna “Jenna, Jenna, Jenna, jangan begitu pada kakakmu, kau tahu
kemarin ia dirawat di rumah sakit karena…”
“Ya, menderita
setelah ayahnya berselingkuh, aku tahu itu. Jika ayah tidak berselingkuh,
keadaan tidak akan seperti ini, ‘kan?”
“Jenna!”
Sang nenek
datang mengambil segelas susu dan sepotong roti bakar sambil menasihati Jenna
“Sudahlah, Jenna, apapun yang sudah berlalu, biarkan jadi angin lalu, lupakan
apa yang terjadi di masa lalu yang mempengaruhi kita semua.”
“Jenna,
sebaiknya kita pergi sekarang, cepat!” seru Claire “Sam, kau istirahat saja di
rumah.” Claire melangkah menuju pintu depan. Saat ia membuka pintu depan, Dave
sudah berdiri di hadapannya, ia kaget “Dave, kau tidak sekolah?”
“Tidak,
Claire, karena bolos sekolah ada di salah satu 100 hal yang ingin kulakukan
sebelum mati, sebaiknya kau lihat daftar 100 hal yang ingin kulakukan sebelum
mati, Claire, ini dia.” Dave mengambil daftar “100 Hal yang Ingin Dilakukan
sebelum Mati”.
Claire
mengambil daftar tersebut dan membacanya “Berpesta besar-besaran, mengencani
seorang artis, ikut MMA. Apa-apaan ini?”
“Itu tiga dari
seratus hal yang ingin kulakukan, Claire, dan… bolos sekolah juga termasuk.”
“Dave, ini
benar-benar hal-hal yang tidak berguna bagi masa depanmu, seharusnya kau… Oh,
menulis novel best seller? Wow,
menarik. Tapi kebanyakan dari 100 hal yang ingin kau lakukan itu tidak berguna
bagi hidupmu.”
Jenna datang
berkomentar “Sepertinya 100 hal yang ada di daftar itu asyik.”
“Ayo, Jenna,
kau harus pergi ke sekolah!”
Claire dan
Jenna segera memasuki mobil dan berangkat meninggalkan rumah. Sementara Dave
menemui Sam yang sedang memakan roti bakar yang baru ia ambil dari toaster.
Sam bertanya
pada Dave “Dave, seharusnya kau berada di sekolah hari ini, sedang apa kau di
sini?”
Dave menjawab
“Bolos sekolah, ada di daftar ‘100 Hal yang Ingin Dilakukan sebelum Mati’, jadi
aku ke rumahmu untuk menjengukmu.”
“Dave, ada
yang ingin kubicarakan.” Sam berkata “Nenek belum tahu aku mengidap apa, begitu
juga Jenna, jadi sebaiknya kita bicarakan hal ini di kamarku.” Ia dan Dave
melangkah memasuki kamarnya, lalu ia menutup pintu dengan rapat “Setelah aku
pergi dari rumah sakit, aku pergi ke makam ibuku, sendiri, aku hanya ingin
berkunjung. Aku melihat ada seorang pria yang membawa mawar putih persis
kesukaan ibuku, dia bilang bunga itu untuk ibunya, lalu ia menaruh bunga itu di
hadapan makam itu. Aku tak mengerti kenapa ada orang yang mengaku bahwa Rose
Evans, ibuku, merupakan ibunya.” Sam mulai kehilangan kontrol pada gangguan
bipolarnya.
“Sam, oh
tidak, kau mulai berpikir yang tidak-tidak, kau panik, mungkin aku harus
mengambilkanmu minum.”
“Aku tak
apa-apa, Dave.”
“Kau yakin?”
“Aku hanya
panik karena aku bingung apakah aku bukan anak kandung ibuku atau apakah ibuku
berselingkuh dengan orang lain sebelum aku lahir.”
“Aku tak tahu
tentang itu, Sam, sebaiknya kita main Xbox saja.”
Sam menunjuk
Xbox-nya yang rusak akibat terbanting olehnya “Xbox-nya sudah tidak bisa
dipakai, Dave, aku membantingnya sebelum aku mencoba untuk bunuh diri
menggunakan heroin dan alkohol.”
Dave mengambil
iPhone-nya untuk mengecek pesan BBM dari temannya, ia tidak menjawab pesan
tersebut “Temanku bertanya mengapa aku tidak hadir, tapi aku tidak ingin
menjawabnya, aku tidak ingin siapapun mengetahui hal ini, lagipula nilaiku
selalu A.”
Sam bangkit “Aku
akan kembali ke makam ibuku.”
“Untuk apa kau
melakukan itu?”
“Aku ingin
melihat apakah pria itu datang lagi ke sana, jika ya, aku ingin bertanya
tentang ibuku atau ibunya juga.”
“Oke,
sebaiknya aku ikut denganmu.”
***
Pukul 10:30, Claire membuka Sony Vaio-nya
sambil duduk di atas kursi taman. Ia sedang berada di sebuah taman yang penuh
dengan rumput hijau, pepohonan, bunga-bunga, semak-semak, dan beberapa kolam di
setiap sudut. Claire mengetik surat lamaran pekerjaan pada sebuah perusahaan.
Semenjak lulus,
Claire kesulitan untuk mendapat pekerjaan, meskipun IPK relatif tinggi,
sekarang ia sedang mencoba untuk melamar pekerjaan, setidaknya ia mengeklik
tiga link pada lamaran pekerjaan
tersebut, ia membaca masing-masing lamaran pekerjaan tersebut.
Saat Claire
tidak melihat layar laptop, ia memandang anak kecil yang sedang bermain di
taman didampingi orangtuanya, beberapa pasang kekasih yang sedang bemesraan,
dan beberapa orang yang hanya duduk-duduk di kursi saja.
Claire pun
mengambil Sony Xperia Z1-nya untuk mengangkat telepon “Ya, ini Claire Evans.”
Ia terlihat terkejut “Apa? Jenna berulah lagi? Baiklah, saya akan segera ke
sana, Pak.”
***
Sam dan Dave
tiba di sebuah pemakaman yang tampak sepi dan sunyi, hanya ada beberapa makam
dengan batu nisan abu-abu yang tertulis masing-masing nama orang yang sudah
meninggal dan dimakamkan di sana.
“Di mana makam
ibumu?” tanya Dave.
“Sebentar.”
Sam berjalan melewati beberapa makam, Dave mengikutinya. Saat mereka berada
beberapa meter dari makam Rose Evans, Sam melihat seorang pria yang sama berada
di depan makam tersebut “Itu dia, itu pria yang kutemui kemarin.”
“Sam, kupikir
bukan ide yang bagus kalau kau ingin langsung bertanya pada orang itu, dia
mungkin akan tersinggung.”
“Siapa bilang
aku akan menemuinya.” Sam membalas “Oh, dia meletakkan mawar putih di depan
makam ibuku.”
“Apa dia
memotret makam itu?” Dave menatap pria tersebut memotret makam tersebut
menggunakan Sony Xperia Tablet Z “Mungkin dia ingin post di Instagram.”
“Diam, Dave.”
ucap Sam, ia memandang pria tersebut belum pergi meninggalkan makam tersebut
“Mengapa dia belum pergi juga?”
“Mungkin dia
masih ingin menghormati ibunya yang sebenarnya bukan ibunya.” Dave menebak.
Keduanya kaget
saat pria tersebut terlihat memandang ke arah mereka berdua, Sam berkata “Oh,
dia melihat kita, apa yang harus kita lakukan?”
“Mana kutahu,
mungkin menemuinya?”
“Tidak, aku
tidak mungkin bertanya langsung tentang hal yang terkait dengan ibuku, dia bisa
saja kaget dan marah!” Sam membantah “Oh tidak, dia sekarang berjalan kemari.”
“Aku tak
ikut-ikutan, aku duluan.” Dave meninggalkan Sam begitu saja.
“Dave!
Ayolah!” seru Sam, lalu ia berjalan menemui pria tersebut yang berjalan
mendekatinya “Jadi kau datang ke sini lagi?”
“Ya, untuk
mengenang ibuku. Apakah kau pemuda yang berkunjung ke makam Rose Evans
kemarin?” tanya pria itu.
“Ya.”
“Rose Evans
sudah kuanggap ibuku sendiri, aku sebelumnya menganggap bahwa kedua orangtua
asliku telah menikah, tapi saat aku mengetahui yang sebenarnya kalau ibuku
hanya menyelingkuhi ayahku setahun setelah beliau meninggal, aku melarikan diri
dan menjalani kehidupanku sendiri.” kata pria itu “Oh, aku lupa memperkenalkan
diri, aku Christopher Hilton, panggil aku Chris.”
“Sam Evans.”
Sam berjabat tangan dengan Chris.
***
Claire
memasuki ruang kepala sekolah, di mana sang kepala sekolah berkulit hitam
dengan kepala botak sudah menunggu dengan Jenna. Jenna tengah duduk menghadap
sang kepala sekolah, sementara guru fisika Jenna hanya berdiri menghadap
Claire. Jangan harap bahwa guru fisika tersebut merupakan seorang pria yang
tampan, melainkan seorang pria yang berwajah penuh keriput, berkacamata, rambut
keriting, dan setidaknya memakai kemeja hitam tanpa dasi.
“Nona Evans,”
panggil kepala sekolah.
“Ada apa?
Apakah Jenna berulah lagi?” tanya Claire.
Guru fisika
tersebut menjawab “Ya, Nona Evans! Dia tidak hanya tidak mengerjakan PR-nya,
tapi dia juga mencemarkan nama baikku di kelas! Dia telah menghinaku dengan
beberapa kata kasar, Nona Evans! Dia bilang kalau soal-soal dari PR yang kuberi
tidak masuk akal dan…”
“Tunggu,
tunggu, tunggu, sebenarnya kebanyakan dari muridmu mengeluh karena…”
“Itu karena
mereka tidak memahami soal-soal yang kuberikan! Mereka sama sekali tidak
belajar, termasuk si jalang yang biadab ini!”
Claire pun memotong
“Whoa, whoa, whoa, tadi kau berkata kalau adikku ini jalang biadab? Guru macam
apa kau ini mengejek adikku seperti itu?! Bagaimana jika kau mengejek
siswa-siswi lainnya yang tidak bisa mengerjakan soal-soal yang dibilang tidak
masuk akal ini! Saya ingin bertanya pada Anda, Pak, bagaimana cara Anda
mengajar?”
“Saya hanya
ingin murid-muridku semakin mandiri, maka saya ajarkan saja beberapa, dan
mereka bisa belajar materi lainnya sendiri! Makanya saya ingin murid saya
merasakan sulitnya…”
“Anda benar-benar
pelit ilmu, Pak, guru yang pelit ilmu sepertimu adalah bagaikan pohon yang tak
berbuah, Pak! Pantas saja murid-murid Anda membenci Anda!” Claire berdiri
“Jenna, ayo kita pulang.”
“Tunggu, aku
belum selesai berurusan dengan dua wanita jalang seperti kalian! Kalian
benar-benar tidak etis mengatakan hal itu kepada saya!!” teriak guru fisika
tersebut.
“Pak,
tenanglah!” ucap sang kepala sekolah.
Claire dan
Jenna berjalan meninggalkan sekolah tersebut, lalu mereka memasuki mobil dan
Claire mulai mengendarai meninggalkan tempat parkir sekolah itu.
“Jenna,
tindakanmu memang tidak bisa dimaafkan bagi guru seperti dia.”
“Habisnya dia
mengajarinya seperti orang pelit, Claire! Guru itu terlihat seperti tidak
berniat untuk mengajari kelasku, bahkan dia tidak mau membahas PR-PR yang sudah
kukerjakan! Aku sudah bersusah payah, Claire!”
“Jenna Letitia
Evans, kau sering saja bermasalah dengan aturan-aturan yang ada di sekolah,
dewasalah, jika tidak bagaimana ke depannya, Jenna! Sudahlah, kita pulang
saja.”
Jenna menyindir
kakaknya “Bagaimana dengan pekerjaanmu, Claire? Kau tidak dapat lagi, ya?”
“Jenna, jika
kau bilang begitu lagi, kau akan tinggal di kamarmu seminggu penuh kecuali
pergi ke sekolah, kau mengerti?!”
“Oh Tuhan,
kenapa selalu aku, kenapa selalu aku yang selalu sengsara di dunia ini?!”
Claire
menjawab “Jenna, sebenarnya masih ada orang yang lebih sengsara daripada
dirimu, coba kau lihat orang-orang miskin di jalanan, mereka meminta belas
kasihan dan bahkan uang dari orang-orang kaya yang sering mengacuhkannya,
seharusnya kau bersyukur karena kita mendapat kehidupan tidak seperti mereka.”
“Lalu
bagaimana dengan Sam, menurutku dia lebih menderita daripada diriku, apalagi
orang-orang miskin itu.”
“Jenna,
ayolah!” kata Claire saat ia menghentikan mobilnya di samping rumah keluarga
Evans, ia melihat Jenna segera keluar dari mobil tersebut “Jenna!”
Jenna pun
langsung masuk ke dalam rumah tersebut. Neneknya, Marlena, berjalan
mendekatinya di ruang tamu.
Neneknya
memanggil “Jenna,” Tapi Jenna mengabaikannya.
Claire memasuki
rumah tersebut dan mengatakan pada neneknya “Dia dipanggil kepala sekolah lagi
setelah mencemarkan nama baik guru fisikanya yang sebenarnya tidak berniat
untuk mengajar.”
“Anak muda
zaman sekarang memang sering melanggar peraturan, tidak seperti dulu,
kebanyakan dari mereka merasa tidak memikirkan konsekuensi dari perbuatan buruk
yang mereka lakukan, tidak seperti dirimu yang selalu berbuat baik, Claire.”
kata Marlena “Bagaimana kondisi Sam?”
Claire berdiam
sejenak untuk memikirkan apakah ia harus mengatakan kondisi Sam saat itu, dan
ia akhirnya menjawab “Dia memang sedang masa transisi yang sangat lama setelah
menghadapi kematian ibunya, hanya… dia hanya mudah emosi, Nek, itu saja.”
“Sam pasti
sedang menghadapi masa-masa yang berat sekarang, dia sedang berusaha, apalagi
Jenna, dia memang mengalami masa-masa yang lebih berat.”
“Aku akan buat
makan siang.” ucap Claire berjalan menuju dapur sambil merasa iba pada Sam
dalam pikirannya, ia pun berharap agar keluarganya kembali damai seperti dulu
lagi.
***
“Ayahku
berselingkuh dari ibuku dengan wanita lain, aku melihatnya dengan mataku
sendiri.” Sam menjelaskan pada Chris saat berjalan keluar dari daerah pemakaman
tersebut “Ayahku marah saat aku melihatnya bercinta dengan orang lain, dia
memukulku dengan keras, aku babak belur oleh ayahku. Keesokan harinya, aku
melihat ibuku tewas setelah menggunakan suntik mati. Aku mulai depresi, aku
berusaha untuk menyembuhkan depresi dengan narkoba dan alkohol, tapi itu yang
membuatku kecanduan dan semakin depresi, aku berusaha untuk berhenti, tapi aku
tidak bisa.”
Chris
menganggapi “Aku turut prihatin apa yang kau alami, mungkin kehidupanmu jauh
lebih buruk dari yang kubayangkan, aku bahkan tidak mengetahui bahwa Rose Evans
adalah ibumu.”
“Aku tidak
tahu apakah benar kau juga putra kandung dari Rose Evans dan sekaligus kakak
tiriku. Sebaiknya aku tidak bilang pada keluargaku, karena mungkin mereka akan
langsung kaget dan… menuduhmu bahwa kau mengaku-ngaku kalau kau kakak iparku.”
“Aku tidak
pernah bertemu ibumu sejak aku berumur tiga tahun, aku hanya diasuh oleh ayah,
aku bertanya-tanya kapan ibu akan kembali, ayahku selalu menjawab nanti, nanti,
nanti, aku tidak tahu kemana ibuku. Dan saat aku mulai kuliah, aku diam-diam
mulai mencari informasi tentang ibuku, aku mengacak-acak semua lemari, dan aku
menemukan bahwa sebenarnya ibu sudah memiliki seorang pria yang bukan ayahku,
pokoknya yang kurasakan setelah itu tak jauh dari apa yang kau rasakan, aku
merasa depresi sebelum aku pindah dari rumah ayahku.”
“Ternyata kita
tidak jauh berbeda.” ucap Sam.
Chris
mengambil Sony Xperia SP-nya dan membaca SMS masuk “Aku harus pergi, ada jadwal
kuliah menungguku.” Ia menawarkan tumpangan pada Sam “Mau kuantar sampai
rumah?”
“Tidak usah,
Chris, nanti kau akan terlambat jika kau mengantarku.” Sam bercanda.
Chris pun
tertawa “Oke, aku minta nomor HP-mu, jika ada apa-apa, telepon saja.”
Sam mengambil
ponsel Chris dan memasukan nomor HP-nya dan menyimpannya sebagai kontak, lalu
ia menelepon nomornya sendiri, dan memberikan ponsel tersebut pada Chris “Ya, thanks, mate. Hati-hati.” Ia berjabat tangan dengan Chris.
Comments
Post a Comment