Alpinloch: Another World Episode 30
The Cursed Island I
Sebuah
kekangan dasar laut tanpa oksigen seakan menubruk Mark hingga membuka kedua
mata, masih tercengang akan kapal bajak laut milik Red Crimson mulai tersingkir
menuju dalam samudera. Menyadari kapal telah tenggelam karena begitu banyak
lubang akibat guncangan tanpa alasan, begitu juga dengan dirinya, kedua tangan
dan kakinya dia gerakkan melingkar seraya mendorong tubuhnya kembali ke
permukaan laut.
Ketika
kepalanya terlebih dulu mencapai permukaan, napas dia ambil dalam-dalam dan
embuskan panjang selagi bahunya juga keluar dari dalam air. Kakinya dia
gerakkan kembali seraya menyeimbangkan tubuhnya agar tidak ikut kembali
tenggelam dengan panik.
Dia
menggerakkan kepala melihat sekitar, memastikan seluruh penumpang masih selamat
dalam keadaan utuh, setidaknya ikut mengambang di lautan. Pandangannya tidak
salah, Anna akhirnya muncul di hadapannya seraya mulai mengambang,
membelakanginya.
“Anna,
untunglah kamu baik-baik saja! Mana yang lain?” Mark mulai berbicara.
Anna
berbalik menghadapi Mark, tetapi … kali ini tatapan tajamnya benar-benar
menaklukkan dan mencengangkan. “Ya! Benar! Memang kamu bukan berasal dari dunia
ini! Kamu selama ini menyembunyikan semuanya dari kami semua!”
Mark
menggelengkan kepala tidak menyangka, dirinya seperti kehilangan napas saat
bereaksi. “Ti-tidak, apa yang kamu bicarakan?”
“Kamu
tidak usah berbohong lagi, Mark,” jawab Jason yang muncul ke permukaan tepat di
belakangnya.
“Jason?”
Mark menatap ke belakang tercengang dengan semua kenyataan yang telah terdengar
oleh Jason. “Ti-tidak, a-apa ini?”
“Ini
bukan duniamu, Mark,” jawab Anna menyentuh bahu kanan Mark yang mulai gemetar,
“seharusnya kami tahu kamu bukan berasal dari dunia ini. Kamu membohongi kami
semua.”
“Ti-tidak
….” Mark bergeser ke kiri menghindari Anna dan Jason. “Hentikan, jangan
ingatkan! Hentikan! Aku masih bisa menyelamatkan dunia ini. Aku masih bisa
menyelamatkan kerajaan—” Belum selesai menjelaskan, tubuhnya mendadak terbawa
arus hingga masuk ke dalam pusaran air berbentuk layaknya gasing berkecepatan
tinggi. “—ALPINLOOOOCH!!”
Seluruh
tubuhnya tertarik kembali menuju dasar lautan, begitu berteriak, dia sampai
kehilangan napas akibat kepungan air memasuki melalui hidung dan mulut,
membuatnya tidak dapat bernapas. Semakin dalam dia tertarik oleh pusaran air,
pandangannya pun menghitam seketika, seluruh tubuhnya tidak dapat dia gerakkan,
bahkan untuk kembali mendayungkan kedua kaki.
Kegelapan
dalam penglihatannya pun beralih ketika dia mendadak bangkit menuju posisi
duduk, seperti ditarik keluar dari dunia lain menuju satu-satunya kenyataan.
Matanya terbuka lebar memandangi tidak ada dasar laut mengelilingi, hanya
daratan, langit berawan putih, pasir putih kecokelatan, dan sebuah alas
beberapa batang ranting pohon.
Dirinya
dalam posisi duduk begitu bangkit dari ketidaksadarannya, selama ini dia telah
berbaring di atas pasir yang hampir menempel pada pakaian. Kepala dia gerakkan
memandangi dirinya berada di dalam tenda bundar terbuat dari dahan kayu.
Tangan
kanannya menyentuh kening, berusaha mengumpulkan kembali ingatan semenjak
dirinya berada di dalam kapal milik Red Crimson yang tenggelam akibat guncangan
tanpa alasan jelas. Tiga pertanyaan tersimpan pada benaknya, apa yang terjadi
ketika dia tenggelam dan di mana seluruh teman-temannya? Bagaimana dirinya bisa
berada di daratan setelah tenggelam di dasar lautan.
“Sister, sister, apa mungkin dia seorang
penyelamat?” suara seorang gadis nan lembut terdengar menuju telinga Mark.
“Ti-tidak
mungkin, kan? Setiap kali orang datang ke sini, pasti mereka tidak selamat.”
Suara gadis yang begitu kurang lebih mirip juga terdengar.
Begitu
Mark mengangkat kepalanya, ditatapnya dua orang gadis berambut panjang cokelat
muda, berbando pita, wajah putih nan lembut seperti anak kecil, dan bergaun
cokelat dengan pita sebagai dasi telah berdiri saling memegang tangan.
Kebingungan apa yang baru saja terjadi sambil mengingat kembali sebelum dia
kembali mendapatkan kesadarannya, tangan kirinya menyentuh kening saking sulit
mencari memori yang dia cari.
“Sister, apakah dia … salah satu dari
mereka? Yang berbahaya itu? Yang menguasai pulau terkutuk ini?” salah satu dari
gadis kembar berkata lagi.
“Ti-tidak
tahu, biasanya … kebanyakan yang menuju pulau terkutuk ini tidak selamat.”
Mendadak,
memori muncul menuju benaknya. Dia teringat ketika kapal milik Red Crimson yang
dia tumpangi terkena guncangan tanpa sebab ketika di tengah-tengah perjalanan
mengarungi samudera. Teringat pula dirinya terdorong menuju lubang pada kapal
hingga tenggelam tidak sadarkan diri, tidak mengetahui bagaimana nasib
teman-teman yang lain, terutama Anna.
“Ah!”
Mark langsung berdiri. “Mana yang lain? Mana Putri Anna? Mana teman-temanku? Di
mana mereka!”
“Teman-temanmu?”
ulang kedua gadis kembar itu bersamaan.
“Kamu
akhirnya sadar juga.” Seorang lelaki berambut cokelat dan berkaos abu-abu
memasuki tenda kayu menambut Mark.
“A-anu
… kami tidak yakin apa pemuda ini bisa dipercaya atau tidak,” tanggap salah
satu gadis kembar.
Mark
mengepalkan kedua tangan ketika menghadapi lelaki berambut cokelat, menginginkan
sebuah jawaban. “Katakan, di mana yang lain! Di mana aku? Apa yang terjadi
padaku!”
“Sister, a-aku … takut kalau menatap pria
ini.” Si kembar mengeratkan pegangan tangan mereka. “Mungkin dia delusional
setelah mendarat di pulau terkutuk ini.”
Pemuda
itu menjawab, “Tenanglah, tenang. Kamu telah tidak sadar selama sehari penuh,
kami membawamu kemari, bersama dengan pedangmu dalam keadaan utuh.”
Mark
membalikkan pandangan menyaksikan pedang berwarna biru sejernih permata
miliknya bersandar di dinding tenda kayu. Satu pertanyaan telah terjawab,
tetapi … pertanyaan terpenting sama sekali belum, dia benar-benar
membutuhkannya.
“Sister, kurasa … pemuda ini … akan
menyerang kita dengan pedangnya. Sudah kukhawatirkan …. Seharusnya … kita
mengambil pedangnya saja saat dia masih … belum sadar,” si kembar berkata lagi.
“Tenanglah,
mungkin dia tidak berbahaya, dia juga baru datang ke pulau terkutuk ini,” jawab
lelaki berambut cokelat.
“Ta-tapi
kan … kalau dia benar-benar berbahaya dan merupakan mata-mata … kita akan dalam
bahaya, Shada.”
Mendengar
kata terakhir dari salah satu si kembar pada lelaki berambut cokelat, Mark
seperti membeku mengetahui identitas pemuda itu. Memutar kembali salah satu
ingatannya, yakni cerita Jason saat dalam perjalanan menuju kerajaan Haven dari
Sedona, mengenai Shada dan Sean. Pemuda yang bernama Shada tengah berdiri di
hadapannya dan mendekati si kembar.
“Ka-kamu
… Shada? Shada dari Springmaple?” Mark mengungkapkan, “A-apa aku … tidak salah?
Ja-Jason bercerita tentang dirimu dan—”
“Tu-tunggu
dulu?” Shada memotong, “Kamu kenal Jason? Jason dari Springmaple? Temanku?”
“Si-sister … revelasi macam apa ini? Jangan
bilang … mereka saling kenal,” salah satu dari si kembar kembali menambah.
“Eliza,
Beth, sebaiknya kalian urus yang lain, aku ingin berbicara empat mata pada
pemuda ini, sendiri saja,” suruh Shada.
“Ba-baik.”
Eliza dan Beth menundukkan kepala layaknya seorang pelayan sebelum meninggalkan
tenda.
“Katakan
… apa … Jason juga ada di sekitar sini? Apa Putri Anna juga? Putri Anna dari
kerajaan Alpinloch? Apa teman-temanku juga berada di sekitar sini?” tanya Mark
sedikit meninggikan nadanya.
“Oh
…. Sebenarnya … aku tidak menemukan Jason maupun Putri Anna. Aku … bahkan baru
tahu kalau Jason juga akan kemari.” Shada melintangkan kedua tangan pada dada.
“Pulau misterius ini memang menjadi pulau terkutuk, mempunyai nama lain yang
tidak kuingat. Selama ini … aku telah terjebak di pulau ini, tanpa bisa keluar.
Aku memang merindukan Jason dan Sean selama aku terjebak di sini, berharap agar
mereka dapat datang ke sini untuk menyelamatkanku dari neraka ini.”
“Ja-jadi
… pulau misterius ini … maksudku … pulau terkutuk ini … uh … bagaimana aku
mengatakannya.” Mark mendekati Shada begitu kehilangan kata-kata yang akan dia
bentuk menjadi kalimat dari otaknya, mendadak hampa. “Ah, pusing sekali. Aku
benar-benar bingung mengingatnya.”
“Kapalmu
juga terkena guncangan yang datang entah darimana itu? Ah, begitu juga dengan
kapal yang kutumpangi. Kukira kita akan mati, tapi kita selamat dalam keadaan
utuh di sini, untunglah aku selamat. Tapi … ceritanya cukup panjang bagaimana
aku bisa bertahan hidup dari sini.”
“Nanti
saja ceritanya. Bagaimana dengan teman-temanku yang lain? Selain Anna dan
Jason?” Mark mendahului langkah Shada keluar dari tenda kayu.
“Tiga
orang kami sempat selamatkan, hanya tiga.” Shada mengikuti Mark. “Jujur saja,
dua orang wanita cantik di antara tiga orang itu benar-benar di luar dugaan.”
Mark
terhenti sejenak berbalik begitu mendengar kalimat Shada. “Tu-tunggu, apa
maksudmu tadi?”
Shada
menggelengkan kepala sebelum mendorong Mark mengambil langkah, mengantarnya
pada salah satu tenda kayu. “Lupakan saja. Kamu juga ingin tahu, kan?”
“Tu-tunggu
dulu, aku masih tidak mengerti. Kalau Putri Anna dan Jason tidak ada di sini,
lalu … bagaimana aku dan ketiga orang temanku yang lain bisa berada di sini? Ah
… sialan, semakin membingungkan saja.”
“Lihatlah,
salah satu tiga orang temanmu,” ucap Shada memasuki salah satu dari tenda kayu.
“Whoa!”
ucap Mark tertegun melihat orang yang tengah duduk tepat di atas pasir di dalam
tenda itu.
“Ma-Mark.”
Yael berbalik mengungkapkan dirinya. “Ke-kenapa kamu di sini! Kenapa kamu yang
justru selamat!”
“Halo,
seharusnya kamu tidak berkata begitu pada temanmu sendiri.” Shada mendekati
Yael. “Gadis berambut pirang cantik sepertimu seharusnya tidak menunjukkan
kekasaran.”
“Ma-Mark?
Siapa orang mesum ini?” Yael tersinggung ketika jari Shada menyentuh bagian
bahunya.
“Uh
… dia Shada. Shada yang telah diceritakan Jason.” Mark menggerakkan kepala
seraya ragu sambil berkacak pinggang.
“Dia
terus menyentuhku begitu aku sadar!” Yael menampar tangan Shada sebelum
bangkit. “Dia tampak bukan Shada yang seperti Jason ceritakan. Dia hanya
seorang womanizer yang ingin erat
pada setiap wanita, termasuk si kembar yang mengawasiku hingga sadar!”
“Oh,
berarti Jason tidak pernah menceritakan betapa kerennya diriku.” Jason
menyengir sambil meletakkan jari pada dagu, menunjukkan senyuman bergerigi
mengkilatnya.
“Ah!
Sekarang apa? Mana Anna dan yang lain? Aku ingin tahu apakah kita bisa kembali
ke Haven!”
“Sebenarnya
… kalian tidak keluar dari pulau ini begitu saja.” Shada menepuk bahu Yael dari
belakang.
“Diamlah!”
Yael kembali menampar tangan Shada. “Apa yang sebenarnya terjadi di sini! Kapal
kita tenggelam, kita tenggelam, lalu kita secara ajaib berada di sini begitu
saja? Tanpa ada penjelasan apapun? Tanpa ada alasan? Ajaib begitu saja? Hah?”
“Deus ex machina,” Mark bergumam sendiri,
“jadi ini rasanya deus ex machina?
Pantas semua orang tidak suka twist cerita seperti ini.”
“Deus apa?” ulang Yael.
“Ah
… lupakan saja. Shada, sebaiknya jelaskan mengapa kita berada di sini!” suruh
Mark.
“Oh!
Di sini kalian rupanya!” Cooper memasuki tenda itu. “Si kembar itu benar-benar
aneh!”
“Hah!
Kamu juga di sini!” jerit Yael begitu mengetahui Cooper juga berada di
hadapannya, membuang muka. “Kenapa tidak Jason saja yang ada di sini daripada
dirimu! Atau Justice juga? Lebih baik daripada dirimu.”
“Sudah
cukup! Ini bukan saatnya bertengkar!” tegur Mark mengengahi mengangkat kedua
tangan pada Yael dan Cooper. “Aku tahu kita semua kebingungan kenapa kita bisa
berada di sini, secara ajaib, atau pasti ada penjelasan. Oke, kalau Anna dan
Justice tidak ada di sini, berarti—”
“Oh,
si bajak laut merah seksi itu, dia sudah sadar dari kemarin, dia susah sekali
didekati meski sebaik mungkin aku berbicara padanya,” lanjut Shada sambil
keluar dari tenda kayu itu.
Mark
berkomentar pada Yael, “Kamu sepertinya benar, dia tidak mirip dengan Shada
yang seperti diceritakan Jason, mungkin.”
Keluar
dari tenda kayu, embusan angin dari pantai dapat dinikmati, penampakan ombak
lautan yang melambai, langit biru cerah tanpa kejanggalan dari kegelapan, dedaunan
dari pohon palem dan kelapa juga mengikuti arah angin melambai, serta pasir
putih bersih tanpa kecokelatan, pantai yang begitu tipikal di luar dugaan untuk
pulau terkutuk. Beberapa tenda kayu tetap berdiri kokoh memandangi pemandangan
pantai dan lautan.
“Oke,
sekarang ceritakan bagaimana kalian bisa menyelamatkan kami, sementara Anna,
Jason, dan Justice tidak ada?” suruh Yael.
“Se-sebenarnya,
aku, sister, dan Master Shada menemukan kalian terdampar begitu saja di sekitar
pantai,” si kembar muncul berdiri di belakang Yael.
“HIII!”
jerit Yael berbalik. “Sejak kapan kalian berdua berada di sini?”
Shada
menghela napas sejenak, memikirkan dari bagian mana dia bercerita mengapa
berada di pulau terkutuk. Dia tidak mungkin menceritakan ketika dia berangkat
dari Bluewater bersama dengan rekan satu kapalnya, meninggalkan Jason dan Sean
di Springmaple. Terlalu banyak kejadian yang dia rekam jika ingin mempersingkat
inti ceritanya.
Mark
menatap si kembar yang memperhatikan Yael, karakteristik fisik mereka hampir
tidak bisa dibedakan, yang mana Eliza, yang mana Beth. Dua orang saudara kembar
dapat menjadi bumerang dalam mengingat identitas dan nama, apalagi mengingat
perbedaan yang tidak banyak, menjadi keraguan dalam mengenali.
“Pokoknya persingkat saja ceritanya. Lalu …
mana Red Crimson? Seharusnya dia berada di sekitar sini?” Cooper merespon.
Salah
satu dari si kembar menjawab, “Dia memang masih mempertanyakan kenapa ada
guncangan pada kapalnya, juga … masih saja melontarkan kenapa tidak bisa melewati
laut untuk kembali ke Bluewater.”
“Ah.
Mulai dari sini saja.” Shada menutup mata mengingat kembali dalam posisi duduk
bersila, tepat di atas pasir. “Saat berlayar di laut, tiba-tiba saja guncangan
yang datang entah darimana bermunculan, menghancurkan kapal kami begitu saja. Begitu
kami sadar, kami … tidak menyangka telah mendarat di pulau ini, alih-alih mati
seperti yang diceritakan kebanyakan orang melalui rumor. Kami pikir kami telah
berada di surga, pantai seperti ini, damainya angin dan nyamannya lambaian samudera.
“Benar,
beberapa orang yang kebetulan tinggal di sini, aku bahkan tidak tahu apakah
mereka benar-benar tinggal di sini atau hanya sekadar menumpang, membawa kami
ke sebuah pemukiman, semuanya surga, kami diberi makanan enak, lebih lezat
daripada saat di Springmaple dan Bluewater, anggur berumur seribu tahun, dan
bagia favoritku tarian gadis-gadis cantik dan seksi.”
Yael
berkomentar, “Kamu memang bukan Shada seperti yang diceritakan Jason, bukan?”
“Aku
belum selesai,” potong Shada, “malamnya, saat aku tidur, si kembar Eliza dan
Beth menculikku ke suatu tempat, begitu bangun, aku telah berada di tempat
lain, bersama dengan teman-teman mereka, mencoba mencari cara untuk keluar dari
pulau terkutuk ini. Oh ya, aku lupa memberitahu kalian, yang berpita merah,
Eliza, pita cokelat tua, Beth. Jujur, aku sering tertukar siapa Eliza dan siapa
Beth.”
“Sister, Master Shada memang pelupa sekali,” komentar Beth, si kembar berpita
cokelat tua.
“Sudah
kubilang, aku bukan master kalian! Dan
aku berusaha sebaik mungkin untuk mengingat nama kalian!” Shada akhirnya
melanjutkan, “Oke, sampai mana tadi? Ah, mereka memberitahuku bahwa sesuatu
yang buruk telah terjadi di pemukiman itu.”
“Memang
benar, kami telah melihatnya sendiri, dengan kedua mata kami sendiri. Orang-orang
seperti sibuk, sibuk sekali, tanpa gangguan apapun. Mereka juga jadi jarang
berbicara,” tambah Eliza, kembar berpita merah.
“Bisa
dibilang begitu, Eliza. Bisa dibilang begitu. Lebih tepatnya, seperti
dikendalikan pikirannya. Eliza, Beth, dan beberapa teman mereka yang telah
tertangkap, meminta bantuanku untuk menyelamatkan semuanya, pulau terkutuk ini.
Sekarang, karena kalian sudah berada di sini, aku ingin meminta bantuan kalian,
untuk menyelamatkan semua orang, semuanya. Ah, sepertinya aku belum
menceritakan semuanya, tapi … ya sudah, intinya begitu.” Shada dengan santai menyelesaikan
ceritanya.
“Dikendalikan
pikiran? Dicuci otak!” ulang Mark begitu memikirkan kembali. “Anna! Dia mungkin
ada di sana! Dia akan dicuci otak!”
“Ah!
Jason juga!” lanjut Shada memegang kepala dengan kedua tangan, mengetahui bahwa
sahabatnya juga masih menghilang. “Oh tidak! Bagaimana ini! Kenapa aku tidak
menemukan sahabatku sendiri! Apa yang harus kita lakukan! Apa yang kita harus
lakukan!!”
Comments
Post a Comment