Strange Case Episode 6
Strange Case is classified 15+, it contains violence and supernatural themes, it is not recommended for people under 15.
6. In Case of The Red
Dress
Hari Jumat,
Steven tiba di depan SMA 5 dan memarkirkan sepeda motornya di tempat parkir, ia
pun masuk ke dalam gedung sekolah tersebut dan menemui Greg saat ia berjalan
melewati selasar.
“Bagaimana, kau
bertemu Ben lagi?” tanya Greg “Apa yang kau dapat darinya?”
“Kakak
memberitahuku ada sebuah kotak yang ditemukan oleh polisi, dan coba tebak,
isinya adalah gaun hitam milik ibuku.”
“Menarik,
setidaknya gaun itu pasti dikenakan oleh ibumu saat reuni SMA ayahmu, aku tahu
kalau ibumu memakai gaun itu saat itu, itu semua terekam di kamera CCTV, aku
melihat gaun itu.”
Steven berkata
lagi saat mereka masuk ke dalam kelas dan duduk di bangku masing-masing “Kau
tahu, kurasa kita semakin dekat dengan keberadaan kedua orangtuaku yang
menghilang, dan juga si pembunuh yang membunuh kakakku.”
“Cukup adil.”
Seorang gadis
berkulit hitam dan rambutnya ikal berwarna hitam menemui Steven dan Greg, ia
menyapa “Halo, kudengar dari Bu Reni kalau kalian memecahkan kasus pembunuhan
Debbi. Aku butuh bantuan kalian.”
“Bu Reni
memberitahumu bahwa kami yang memecahkan kasus pembunuhan Debbi? Oke, aku
Greg.”
“Ya, aku sudah
tahu, kalian Steven dan Greg, detektif remaja yang dibicarakan Bu Reni.”
“Oke, kali ini
ada kasus apa yang ingin kau andalkan kami?” tanya Steven.
Gadis tersebut
memperlihatkan foto seorang gadis yang tak terlihat begitu cantik, wajah yang
memperlihatkan hanya ada satu jerawat, rambut hitam panjang dan ikal, serta
tampak memakai lensa kontak “Gadis ini bernama Linda, dia tewas terbunuh,
mayatnya ditemukan sehari setelah pesta dansa berakhir Maret lalu, aku tahu aku
seharusnya memperingatkannya bahwa dia bisa saja dalam bahaya, dia benar-benar
terbunuh! Aku tahu bahwa pelakunya adalah taksirannya, Ryan, yang membunuhnya.
Tapi polisi benar-benar tidak percaya karena belum ada bukti yang kuat, sampai
sekarang, kasus ini belum terpecahkan. Tolong cari pembunuh temanku! Jika benar
kalau pembunuh itu Ryan, aku takkan pernah memaafkannya.” Gadis tersebut pun mulai
menangis.
“Kau tahu
darimana bahwa Ryan yang membunuhnya?” tanya Greg.
“Dia yang
ditaksirnya, aku tahu dia membunuhnya, dia punya niat jahat saat dia
mengajaknya ke pesta dansa. Sebelum dia mengajak ke pesta itu, aku merasa ada
kepercayaan diri dia yang baru, tapi ini yang sulit aku bicarakan, dia… dia…,
dia mencuri sebuah gaun berwarna merah dari sebuah butik antik, aku sudah
memperingatkannya untuk mengembalikan gaun itu, tapi dia tidak mau dengar.”
“Oke, dia
mencuri gaun itu dari butik antik, apa nama butik itu?” tanya Steven.
Tapi bel masuk
berbunyi saat gadis tersebut akan memberitahu nama butik tersebut, gadis
tersebut hanya bilang agar Steven dan Greg menemukan pembunuh Linda, tak peduli
Ryan ataupun orang lain. Gadis tersebut pergi meninggalkan kelas tersebut.
“Dia bahkan
tidak menyebutkan nama panjang Ryan, jadi kita akan bingung Ryan mana yang kita
cari.” ucap Greg.
“Sebelumnya,
kita cari butik antik yang tadi disebutkan oleh gadis itu, bisa jadi pemilik
butik itu tahu apa yang terjadi sebelum kematian Linda, bukan mungkin lagi,
tapi pasti, pemilik itu pasti tahu apa yang terjadi setelah Linda mencuri gaun
itu.”
“Kenapa kau
bilang ‘pasti’?”
Guru Seni Budaya
pun masuk ke dalam kelas, seorang ketua kelas menyuruh semua murid untuk
berdiri dan memberi salam, lalu kembali duduk. Selagi guru seni budaya tersebut
menjelaskan tentang jenis-jenis seni rupa, Steven dan Greg kembali membicarakan
kematian Linda sambil berbisik.
***
Sepulang
sekolah, Greg mendapat alamat butik antik yang terakhir kali dikunjungi oleh
Linda, ia pun juga mendapat foto tampak depan butik tersebut. Steven pun
melihat foto butik tersebut. Steven segera mengajak Greg untuk meninggalkan
gedung sekolah menuju butik tersebut. Mereka menaiki sepeda motor masing-masing
dan mulai berangkat meninggalkan SMA 5 Bandung.
Steven dan Greg
mengerem saat mereka melihat butik antik yang terlihat sangat tua, menyeramkan,
kaca jendela yang pecah, tanda hantu di papan nama butik tersebut, dan… burung
gagak yang berkicau secara menyeramkan, di samping kanan jalan.
Mereka
memarkirkan sepeda motor mereka di depan butik tersebut dan segera membuka
pintu butik tersebut. Mereka melihat banyak sekali barang-barang antik yang
dipajang di dalam butik tersebut, dari cincin, gelang, kalung, baju-baju tua,
bahkan gaun yang terlihat menawan. Butik tersebut terlihat gelap sekali, tak
ada lampu sama sekali.
“Wow, setidaknya
barang-barang yang dijual ini sangat antik, tapi berbeda dengan
pemandangannya.” ucap Greg.
“Ya, pantas
mengapa Linda mencuri sesuatu dari butik ini. Kita harus cari pemilik butik
ini.” Steven melihat meja kasir yang terlihat lapuk dan tak terawat, hanya ada
mesin kasir tua beserta bel di atas meja tersebut. Steven membunyikan bel
mungkin untuk memanggil pemilik butik tersebut.
Terdengar suara
seorang wanita yang menuruni tangga “Halo dan selamat datang, rupanya kalian
merupakan remaja laki-laki pertama yang mengunjungi butikku sejak si pencuri
itu datang untuk pertama kalinya.” Wanita tersebut memiliki rambut gondrong,
memakai gaun hitam, dan ia pun tunanetra.
“Maksudmu
pencuri gaun merah itu?” tanya Steven.
“Dan darimana
Anda tahu itu jika Anda tunanetra?” tanya Greg.
“Greg!”
Wanita tersebut
menjawab “Aku bisa merasakannya, dia tidak membayar, dia mencuri. Jika ingin
mengambil sesuatu dari butik ini, kalian harus bayar.”
“Bagaimana saat
si pencuri itu pertama kali datang ke sini?” tanya Steven.
“Kau ingin
mengambil jawaban dariku? Kau harus bayar.”
Steven mengambil
dompet dari sakunya, ia memberikan selembar uang lima puluh ribu rupiah kepada
wanita tersebut, tapi wanita tersebut hanya menggeleng, berarti uangnya kurang.
“Sebenarnya
harga untuk jawaban dariku adalah dua ratus ribu rupiah untuk satu jawaban.”
“Dua ratus ribu
ya? Aku tak bawa uang sebanyak itu, apalagi seratus ribu.” ucap Greg.
“Aku juga, nanti
kami lihat dulu di rumah.” kata Steven.
“Ingat, kalau
kalian ingin jawaban dariku, kalian harus bayar.” Wanita tersebut kembali
menaiki tangga.
Steven dan Greg
keluar dari butik tersebut, Greg berpikir bahwa wanita tadi itu gila, jawaban
butuh uang dua ratus ribu rupiah, padahal berbicara saja gratis. Steven pun
memutuskan untuk kembali bertanya kepada teman Linda kembali yang menemui
mereka sebelum KBM di sekolah dimulai.
Mereka kembali
menyetir sepeda motor masing-masing menuju sekolah. Saat mereka tiba di depan
sekolah, gadis tersebut sudah menunggu mereka di depan pintu masuk SMA 5.
Steven dan Greg menemui gadis tersebut setelah memarkirkan sepeda motor mereka.
“Maaf, aku
memberikan kurang informasi kepada kalian, sebenarnya pemilik butik itu buta
dan dia langsung tahu bahwa Linda mencuri gaun itu, selain itu, Ryan
mengajaknya untuk pergi untuk menonton bioskop, aku seharusnya tahu kalau Ryan
itu berniat untuk membunuhnya.”
“Tenang dulu,
kenapa kau salahkan Ryan sebagai pelaku pembunuhan Linda?” tanya Greg.
“Siapa nama
panjang Ryan? Kami ingin mencarinya, tapi kami harus tahu nama panjangnya
dulu.” ucap Steven.
“Namanya Ryan…
Ryan Nur Mahardhika, dia pembunuhnya, dia bukan teman sekelasku.” jawab gadis
tersebut.
“Oke, Ryan Nur
Mahardhika, terima kasih banyak.” ucap Steven, ia dan Greg masuk ke dalam
gedung tersebut sambil berjalan, berharap mereka menemukan Ryan Nur Mahardhika,
mereka bertanya kepada setiap siswa yang berjalan apa mereka mengenal Ryan, apa
mereka melihat Ryan, ataupun di manakah Ryan waktu itu. Banyak sekali yang
tidak mengenal Ryan ataupun melihatnya. Tapi ada satu orang siswa laki-laki
yang merupakan teman Ryan mengatakan bahwa Ryan sudah pulang. Steven dan Greg
pergi keluar dari gedung sekolah tersebut dan memutuskan untuk mengakhiri
penyelidikan pada hari itu. Tapi masalahnya, jika mereka ingin bertanya kepada
pemilik butik antik yang tadi, mereka harus membayar dua ratus ribu rupiah.
Greg memberi dua lembar lima puluh ribunya kepada Steven untuk patungan agar
membayar untuk mendapat jawaban dari wanita tersebut. Mereka pun pergi
meninggalkan SMA 5.
***
Pukul 19:00,
Steven tiba di depan butik antik yang ia kunjungi sebelumnya, ia memarkirkan
sepeda motornya di depan. Greg tidak ikut bersamanya karena ia harus siaran
radio pada malam itu. Steven membuka pintu butik tersebut sambil menyapa apakah
ada orang.
Wanita pemilik
butik tersebut muncul menuruni tangga dan menyapa “Halo, kau pasti sudah
memutuskan apakah kau mau bayar atau tidak.”
Steven
memberikan uang senilai dua ratus ribu rupiah dan bertanya “Bagaimana cara
Linda mencuri baju itu?”
Wanita tersebut
mulai bercerita “Dia datang pada tengah malam, dia pun langsung mengambil gaun
itu, lalu dia memakai gaun itu, ia pun bersembunyi saat aku tahu bahwa dia
mencuri gaun itu, dia berlari meninggalkan butik ini begitu saja. Jadi aku
mengikutinya hingga dia mau bayar.”
“Jika Anda
mengikuti dia, Anda tahu pelaku pembunuhannya, ‘kan?”
“Maaf, kau harus
membayar dua ratus ribu rupiah lagi agar aku bisa menjawab pertanyaan yang satu
lagi.”
“Oh, kalau
begitu, terima kasih untuk menjawab.”
“Satu lagi, kau
harus ingat, di dunia ini tak ada yang gratis, untuk mendapat barang yang kau
inginkan, kau harus bayar.”
Steven pun
melangkah keluar dari butik tersebut, ia pun menelepon Greg “Greg, wanita
pemilik butik itu memberitahuku bahwa Linda benar-benar mencuri gaun merah itu,
tapi wanita tersebut mulai mengawasinya hingga ia mau bayar.”
“Menarik,
lagipula aku dapat request dari Ryan
Nur Mahardhika, aku sudah menyimpan nomor hpnya untuk berjaga-jaga jika kita
ingin bertanya kepadanya.”
“Kalau begitu
kirimkan nomornya! Dan omong-omong, good
luck.” Steven menutup teleponnya, saat ia mulai menaiki sepeda motornya, ia
mendapat nomor yang dikirim dari ponsel Greg. Setelah itu, ia berangkat
meninggalkan butik antik tersebut,
***
Sabtu pagi,
Steven dan Greg langsung berangkat menuju lapangan Gasibu setelah memakan
sarapan mereka di rumah, di mana mereka akan bertemu Ryan. Saat tiba, Greg
menelepon nomor tersebut dan bertanya ia ada di mana dengan loudspeaker menyala.
“Aku tak ada
waktu untuk bertemu dengan kalian, aku tak bisa, aku sedang sibuk.” ucap Ryan.
“Kau pasti
bercanda?! Katanya kau bisa ke sini, tapi kau malah mendadak tak bisa datang!
Cepat datang ke sini sekarang juga!” seru Greg.
“Maaf, tapi jika
ini berhubungan dengan Linda, aku tak mau datang, lagipula, aku juga sibuk.”
Steven memandang
seorang pemuda yang menelepon, ia menduga bahwa orang itu merupakan Ryan, ia
memanggil nama tersebut, dan ternyata pemuda tersebut berlari.
“Greg, itu dia!
Itu Ryan!” seru Steven sambil berlari mengejar Ryan, Greg pun ikut menyusul.
Ryan melompati
tangga untuk turun dari lapangan tersebut, Steven juga melakukan hal yang sama.
Ryan kembali berlari sambil melihat ke belakang, Steven pun kembali
mengejarnya. Mereka tiba di depan gedung Telkom sambil berlari, dan akhirnya,
Steven pun berhasil menangkap Ryan dengan cara mendorong terlebih dahulu hingga
terjatuh.
“Aku tak suka
caramu yang seperti itu.” ucap Steven.
Greg pun
akhirnya tiba dan berkata “Jika aku seperti tadi, aku akan menangkapmu dan
melaporkan ke polisi atas penipuan!”
“Greg!”
“Kau benar, itu
bukan penipuan.”
Ryan bertanya
“Apa yang kalian mau? Apa ini semua tentang Linda? Hah?!”
Greg membalas
“Ya! Lagipula, sahabatnya menuduhmu telah membunuh wanita itu! Kau membunuh
wanita itu! Brengsek!”
“Aku tidak
membunuhnya! Aku hanya mengajak dia untuk ke pesta dansa, itu saja!”
“Apa kau tahu
setelah pesta dansa berakhir, Linda tewas terbunuh?!”
“Greg, sudah,
tenang, bukan begini caranya.” ucap Steven “Ryan, jika bukan kau yang
membunuhnya, lalu menurutmu siapa yang membunuh?”
“Aku tak tahu,
tapi mantan pacarku, Yasami, dia iri sejak aku mengajak Linda, dia bahkan
marah-marah kepadaku padahal kami tahu kami sudah putus, dia terlihat cemburu
saat pesta dansa.” jawab Ryan.
Ben muncul di
samping Steven dan berkata “Dia benar.”
“Kau tahu Yasami
tinggal di mana?” tanya Greg.
“Aku tak tahu.”
jawab Ryan.
“Dia bohong.”
ucap Ben pada Steven.
“Ayolah, kau
pasti tahu, lagipula, kau mantan pacarnya, kau tentunya pernah ke rumahnya. Aku
ingin bertanya lagi, kau tahu Yasami tinggal di mana?” tanya Steven pada Ryan.
Ryan akhirnya
menjawab “Dia tinggal di Margahayu, rumahnya di jalan Venus…” Ia pun memberikan
alamat rumah Yasami serta mendeskripsikan tampak depan rumah tersebut.
“Oke, Ryan, kami
masih mengawasimu.” ucap Steven.
Ben berbicara
pada Steven saat Ryan pergi “Kau butuh bantuan Craig, jadi kau bisa mengetahui
siapa pembunuhnya, terlebih kau bisa membuktikan kalau Ryan itu pembunuh
Linda.”
“Aku tak butuh
bantuannya, aku bisa melakukan ini bersama Greg.” ucap Steven.
“Padahal dia
bisa membantumu, ‘kan, dia bisa baca pikiran orang.”
“Dia itu
paramedis, dia pasti sedang sibuk mengangani orang-orang sakit menuju rumah
sakit! Dia bukan detektif, dia hanya paramedis.”
“Steven? Kau
bicara pada Ben lagi?” tanya Greg.
“Ya, benar.”
jawab Steven “Kita pergi ke Margahayu.”
“Steve, kakak
akan mencari petunjuk lagi untuk menemukan keberadaan orangtua kita. Tapi kau
masih butuh bantuan Craig jika kau merasa kesulitan.”
“Ya, kak.”
Steven dan Greg
pergi meninggalkan lapangan Gasibu dan pergi menuju daerah Margahayu.
Saat mereka tiba
di daerah Margahayu, mereka melewati beberapa jalan yang kebanyakan diambil
dari nama planet, yaitu Merkuri, Venus, Mars, dan sebagainya. Mereka sempat
tersesat mencari rumah Yasami, tapi mereka menemukan rumah tersebut setelah 15
menit tersesat.
Steven dan Greg
memarkirkan sepeda motor mereka di depan rumah yang beralamat di jalan Venus
Timur IV itu, mereka pun melihat seorang gadis yang sedang hang out bersama teman-teman tetangganya di depan rumah tersebut,
mulai dari berbicara sampai pamer-pamer. Mereka berdua menemui gadis tersebut.
“Wow, tak
kusangka kau dapat barang yang begitu mewah, apalagi kau pamer-pamer itu pada
mereka.” kata Greg.
“Kau siapa?”
tanya salah satu gadis itu.
“Greg!! Kau Greg
yang siaran di IBS Radio tadi malam, kan?” tanya dua orang gadis itu “Minta
tanda tangan!!” Mereka segera mengambil selembar kertas.
“Oke, aku tanda
tangani kertas ini, ini untuk… siapa nama kalian?”
“Jasmine dan
Lucica!” seru kedua gadis tersebut.
“Oke, Jasmine
dan Lucica ya?” Greg menuliskan nama mereka setelah menandatangani kertas
tersebut, lalu ia memberikan tanda tangannya.
“Makasih banyak,
Greg!” seru kedua gadis tersebut “Kita dapat tanda tangan Greg!! KYAAAA!!!”
Mereka meninggalkan tempat tersebut.
Steven menebak
nama gadis yang satu lagi “Kau pasti Yasami, ‘kan?”
“Darimana kau
tahu namaku?” tanya Yasami.
“Mantan pacarmu,
Ryan, memberitahu seperti apa rumahmu, cat warna pink, jendela warna putih, cat
pagar warna hitam. Maka aku tahu kau pasti Yasami, bagaimana hubunganmu dengan
Ryan?”
“Kami putus,
kami benar-benar memiliki hubungan yang tidak bisa diperbaiki lagi sejak ada
wanita jalang itu, wanita jalang itu merayu Ryan hingga dia diajak ke pesta
dansa! Benar-benar tidak adil! Padahal aku masih mencintai dia!”
“Apa benar kau
membunuh Linda?” tanya Greg.
“Tidak! Tentu
saja tidak! Dia memang sudah sepantasnya mati sejak aku tahu bahwa dia telah
mencuri gaun dari seorang wanita jalang yang tunanetra. Aku tahu dia mencurinya,
dia hanya ingin membuatku iri!”
Steven memotong
“Kalau begitu kau yang membunuh Linda, ‘kan?”
“Sudah kubilang
tidak! Aku tidak membunuhnya! Aku tak ada waktu untuk mengobrol dengan kalian,
lagipula masih ada banyak orang untuk ditanya tentang kematian dia ‘kan? Pergi
sana!”
Greg hanya
berucap “Kau benar-benar tidak sopan sekali, nona!” Ia pun pergi menaiki sepeda
motornya, Steven pun menyusul.
Mereka pergi
menuju jalan lain, mereka pun mulai membicarakan bahwa Yasami atau Ryan
merupakan tersangka utama. Alasannya, Yasami terlihat menyembunyikan sesuatu,
sementara Ryan kabur dari mereka pada awal bertemu. Steven mengingatkan Greg
bahwa mereka lupa bertanya kepada Jasmine dan Lucica, jadi mereka kembali ke
jalan di mana rumah Yasumi terletak. Tapi mereka tersesat lagi, mereka harus
repot bertanya kepada warga sekitar ataupun melihat papan jalan.
Setelah
tigapuluh menit tersesat, mereka akhirnya tiba di jalan Venus Timur IV, tapi
kali ini mereka melihat ada ambulan yang tiba di jalan tersebut. Greg bertanya
apa yang terjadi, mereka pun memarkirkan motor mereka dan mengunjungi rumah
yang sedang dikunjungi oleh paramedis. Mereka juga melihat Lucica yang menangis
menatap temannya, Jasmine, yang sedang pingsan dan dibawa ke dalam ambulan.
Lucica langsung merespon
saat Steven dan Greg tiba “Aku tak tahu saat dia memakan cupcake buatanku, dia tiba-tiba keracunan! Dia keracunan! Dia
mendadak pingsan!” Lucica kembali menangis.
“Lucica, apa kau
tahu ada yang salah dengan cupcake-mu?”
tanya Steven.
“Aku tak tahu,
padahal sebelumnya aku sudah mencicipi cupcake-ku,
tapi kenapa jadi begini?!”
Craig pun muncul
dan memperlihatkan cupcake yang
diduga digigit oleh Jasmine dan memberitahu bahwa cupcake tersebut sudah diracuni, Lucica mengaku bahwa ia tidak
memberi racun pada cupcake itu sama
sekali, ia bahkan tidak tahu bahwa ada seseorang yang memberi racun.
“Craig, biar
kulihat cupcake itu!” ucap Steven, ia
pun melihat bekas gigitan cupcake tersebut, ternyata tidak tampak ada racun,
tapi yang pasti cupcake tersebut sudah
beracun “Pasti ada seseorang yang meracuni Jasmine.”
“Tentunya bukan
Lucica, dia tidak menaruh racun itu.”
“Kalau begitu
siapa?” tanya Greg.
“Pasti orang
lain.” jawab Craig “Aku harus mengantar Jasmine ke rumah sakit, permisi.” Craig
pun pergi mengendarai ambulan itu menuju rumah sakit.
“Permisi,
Lucica, kami ingin memeriksa dapurmu untuk menemukan racun itu, dan bukan kau
yang menaruh racunnya.” kata Steven, ia dan Greg masuk ke dalam rumah tersebut,
mereka melangkah menuju dapur.
Mereka melihat
masih ada beberapa cupcake sedang
dipanggang di oven, peralatan-peralatan yang dipakai untuk membuat cupcake terletak di wastafel. Tapi Greg menemukan sesuatu di
bawah wastafel, botol racun yang bergambar tengkorak, cairan racun tersebut
berwarna putih bening seperti air mineral biasa, parahnya, mereka menemukan
label harga, mereka pun mengetahui bahwa racun tersebut merupakan barang curian
dari butik antik di mana Linda mencuri gaun merah.
“Sejak kapan
butik antik itu menjual racun seperti ini? Mana ada yang mau menjual racun
ini?” tanya Greg.
“Sepertinya kita
harus kembali ke butik itu.” kata Steven.
Mereka pun pergi
meninggalkan jalan tersebut dan pergi menuju butik antik. Saat mereka tiba,
mereka memarkirkan sepeda motor mereka dan masuk ke dalam butik tersebut. Saat
mereka tiba di meja kasir, wanita tunanetra itu muncul menuruni tangga.
“Kalian datang
lagi? Kali ini ada apa?” tanya wanita tersebut.
“Bu, Anda tahu
bahwa ada racun yang dicuri dari butik ini?” tanya Steven.
“Ya, ada yang
mencurinya, seorang gadis!” seru wanita tersebut.
Greg pun
mengembalikan racun tersebut kepada wanita itu, pada saat yang sama, ada suara
teriakan seorang laki-laki di lantai atas, wanita tunanetra itu membuka pintu
rahasia, mereka melewati pintu tersebut yang mengantar mereka ke sebuah ruangan
yang hanya ada tangga menuju atap. Mereka pun menaiki tangga tersebut dan
mereka tiba di atap butik serta mereka melihat Yasumi yang sedang memegang
pistol ke arah Ryan.
“Kamu tega
banget melukai perasaanku! Mentang-mentang kita sudah putus, tapi kau masih mau
mengacaukan hidupku ya!” teriak Yasumi marah pada Ryan.
“Justru kau yang
sekarang jadi brengsek, kau membuatku merasa disalahkan sebagai alasan kita
putus! Dan kenapa kau…”
“Linda, ‘kan?
Hah?! Kau mau menyalahkan aku karena membunuh Linda, ‘kan!?”
“Yasami, maafkan
aku, tapi bukan begini caranya, kau berniat untuk membunuhku? Jangan begini,
kita selesaikan ini secara damai.”
Yasami menolak
permintaan maaf dari Ryan “Terlambat! Lagipula ini saatnya bagi dirimu untuk
mati!”
Steven berlari menemui
Yasami dan Ryan “Hei! Taruh pistol itu!”
“Tapi dia
benar-benar brengsek! Dia putuskan aku! Dia yang membunuh Linda! Padahal
sebenarnya dia yang menuduh aku yang membunuh Linda! Dia yang membunuh Linda,
maka dia harus mati!” teriak Yasami.
Wanita tersebut
menjawab “Tidak, dia belum waktunya untuk mati, kau juga mencuri racun itu,
maka kau harus bayar.”
“Diam, wanita
tua! Aku akan bunuh kau lebih dulu! Kau benar, Linda memang pantas untuk mati!
Dia yang mencuri gaun itu hanya untuk membuat Ryan terkesan! Kau juga harus
mati, tak peduli aku akan senang atau tidak!”
“Yasami, jangan!
Kita selesaikan ini baik-baik.” ucap Ryan.
“Diam! Atau kau
akan kubunuh terlebih dahulu!!” teriak Yasami.
Wanita pemilik
butik itu mengatakan “Sebenarnya bukan dia yang membunuh Linda, tapi sebenarnya
kau yang melakukannya, setelah kau tahu bahwa Linda mencuri gaun itu dariku,
kau mengambil pistol sebelum malam pesta dansa berlangsung, lalu kau
membunuhnya di samping sekolah.”
“Diam! Bukan aku
yang membunuh dia! Bukan aku!” teriak Yasami, ia pun dengan tidak ragu
mengarahkan pistolnya ke arah wanita tersebut “Wanita buta yang tolol, karena
kau mengatakan hal itu, maka kau harus mati!” Tapi saat ia akan menembak,
tangannya mendadak lumpuh, ia pun kaget mengapa hal tersebut bisa terjadi
“Kenapa ini? Tanganku! Tanganku!”
“Kau mencuri
racun itu, maka kau harus bayar.” ucap wanita tua tersebut.
Tangan kanan
Yasami mulai mengeluarkan darah yang sangat banyak, ia pun mulai menjerit
karena tersiksa rasa sakit yang dialami.
“Hentikan!” teriak
Steven “Aku tahu dia mencuri racun itu, tapi setidaknya dia masih punya
kesempatan untuk hidup, tapi dia harus menebus hidupnya di jalur hukum.”
Yasami pun mulai
menangis dan mengucapkan “Maafkan aku, maafkan aku, aku benar-benar iri dengan
Linda, dia bisa mendapat cowok ganteng yang merupakan mantanku! Ryan, maafkan
aku, aku bisa mengatakan yang sebenarnya bahwa aku membunuh Linda. Sebelumnya
aku menuduhnya telah mencuri gaun merah itu. Aku berkata kalau aku tidak ingin
melihat dia lagi bersama Ryan, aku menembaknya saat ia berlari.” Yasami menatap
Ryan “Maafkan aku, aku hanya ingin kita bersama lagi.”
“Terlambat,
Yasami. Ternyata aku sudah salah menilaimu.” Ryan langsung pergi menuruni
tangga.
“Tidak! Ryan!
Maafkan aku! Maafkan aku!!” teriak Yasami.
***
Yasami akhirnya
ditangkap polisi saat keluar dari butik tersebut sambil terlihat menyesali
perbuatannya, ia menyesal telah membunuh Linda karena kecemburuannya, ia pun
dimasukkan ke mobil polisi yang diparkirkan tepat di depan butik tersebut.
Sementara Ryan
merasa lega dan terlihat merenung mengapa ia memutuskan Yasami dan berpaling
kepada Linda, tapi ia juga tidak bisa memaafkan Yasami, ia pun pergi
meninggalkan butik tersebut.
Steven dan Greg
memandang wanita tunanetra tersebut hanya untuk menerima ucapan terimakasih
darinya telah membuktikan bahwa “semuanya harus bayar”, mereka keluar dari
butik tersebut dan memandang Yasami berada di dalam mobil polisi, dan mereka
tidak melihat Ryan sama sekali setelah keluar.
Steven segera
pamit kepada Greg dan menaiki sepeda motornya, ia pun berangkat meninggalkan
butik tersebut menuju rumahnya.
Sesampai di
rumahnya, Steven memarkirkan sepeda motornya di garasi, ia membuka pintu rumah.
Saat ia masuk, ia melihat Ben menemuinya di ruang tamu.
“Kau sudah
selesai?” tanya Ben.
“Ya, satu kasus
yang sudah kupecahkan bersama Greg, motifnya hanya kecemburuan dan iri dengki.”
Steven memandang kotak yang terbuka berisi gaun hitam di atas meja “Darimana
kakak dapat kotak itu? Kakak ini hantu, jika polisi tahu kotak itu terlihat melayang,
mereka akan jantungan!”
“Kakak harus
membuatnya agar tidak terlihat melayang, malah, kakak menukarnya dengan kotak
palsu dengan gaun hitam palsu, pasti mereka tidak tahu.”
Steven pun
mengeluarkan isi dari kotak tersebut, hanya ada gaun hitam dan sebuah kaset
VHS, ia segera membawa VHS tersebut menuju ruang keluarga, menyalakan TV, dan
menyetel VHS tersebut. Ia pun mulai menonton rekaman yang tersimpan di VHS itu
yang berupa pemburuan hantu yang dilakukan oleh kedua orangtuanya.
Comments
Post a Comment