I Can't Believe My Love is A Gamer Episode 4

The Formula

Sial, sungguh sial selama dua hari ini ….
Gara-gara keasyikan melihat chat grup komunitas game arcade di LINE yang mempertanyakan masalah Konami dengan beberapa komposer in-house BEMANI, aku lupa membaca ulang rumus-rumus yang akan menjadi bahan quiz.
Terlebih, aku juga masih begitu kesal gara-gara gadis yang menuduhku sebagai RCT, orang yang tidak mau gantian main di arcade. Kekesalanku terasa bertambah berlipat ganda.
Seperti kebanyakan teman sekelasku pada jam istirahat, aku kembali membaca catatan rumus kemarin, rumus yang telah guru fisika kelasku berikan. Tahu kenapa? Sehabis jam istirahat, pelajaran fisika telah menanti dengan quiz.
Aduh, mana mungkin hanya sehari kita semua bisa hapal rumus-rumus yang membingungkan ini? Kenapa Bapak harus menyiksa kami dengan quiz hari ini?
Aku yakin semuanya akan harap-harap cemas, harap-harap cemas, agar quiz tidak jadi diadakan pada pelajaran fisika hari ini. Tapi, itu benar-benar tidak mungkin, mau tidak mau, guru fisika kami tetap akan mengadakannya.
Harapan alternatif, berharap saja guru fisika kami tidak masuk dan quiz dibatalkan, sederhana. Pasti kebanyakan teman sekelasku berharap seperti ini, pasti.
“Ah! Kok susah banget hafalnya sih!” ucap Abi padaku dan Oktavian. “Percuma aja! Dibaca berkali-kali aja gue enggak ngerti lah!”
Sama denganmu, Abi. Aku sama sekali gagal paham dengan setiap tulisan pada catatan rumus, apalagi saat aku menerapkannya dalam soal, entah pikiranku langsung kosong atau aku malah mendapat jawaban tidak sesuai dengan pilihan jawaban dalam ujian.
Abi kembali mengeluh, “Kenapa sih harus ada materi kayak ginian di fisika? Kenapa malah nyusahin siswanya sama materi ginian?”
“Ya elah, lo harusnya sering-sering latihan soal, terapin rumusnya ke soal. Lo latihan terus biar lo ngerti. Gitu.” Entah mengapa, nasihat Oktavian tidak membantu.
Aku menghela napas seraya membuang seluruh sebagian tekanan dari otakku. Mulai dari quiz nanti, pertemuanku dengan gadis brengsek di game center, dan tuntutan orangtua agar aku dapat nilai bagus. Kebanyakan remaja sepertiku benar-benar meledak-ledak gara-gara tekanan dari seluruh materi pelajaran.
Daripada aku pusing memikirkan materi buat quiz nanti, kupasang earphone yang kucolok ke hp. Aku ingin mendengarkan musik, musik anti-mainstream. Kebanyakan musik mainstream itu meh buatku.
Mungkin aku harus memainkan lagu yang berjudul cocok dengan masalah seluruh teman sekelasku, belajar SKS, sistem kebut semalam. Tunggu, bukan itu, tapi lebih cocok kusebut sistem kebut istirahat, untuk sekarang. Sistem kebut semalam sudah kujalani sebentar semalam.
Ini dia! Lagu yang berjudul The Formula oleh Junk benar-benar cocok untuk situasi sekarang. Aku mainkan lagu itu menggunakan aplikasi music player di hp dengan harapan mempermudah penyerapan rumus merepotkan ke dalam otak. Demi quiz fisika sehabis istirahat!
Ah, begitu asyiknya menengarkan lagu anti-mainstream seperti The Formula yang dibawakan oleh Junk. Lagu instrumental tersebut seperti mendengar sebuah soundtrack game shooting berseting di luar angkasa. Aku bahkan sering memainkan lagu ini di Sound Voltex.
Dengan alunan musik trance yang catchy seperti soundtrack game shooting asli, bahkan aku lupa kalau ini lagu rhythm game. Oh ya, The Formula juga menjadi lagu juara kedua kompetisi BMS of Fighters 2013.
Oke, kurasa aku sedikit demi sedikit dapat memahami bagian mana yang harus digunakan dalam setiap rumus berdasarkan keterangan. Kalau mengerjakan sebuah soal yang harus menggunakan rumus ini? Entahlah.
“Arfian.” Oktavian menepuk pundakku dari kanan.
“Apa?” Aku melepas earphone kananku.
“Nanti jangan balik duluan dong. Temanin gue sama Abi ke kantin.”
“Kantin? Emang mau ngapain di sana pas jam segitu?”
“Biasa lah, Abi pengen ketemu cewek adik kelas buat kenalan lah. Syukur-syukur bisa dapat cewek. Intinya sih … memperluas pertemanan, jangan cuma teman-teman sekelas doang, tapi juga adik kelas.”
Memperluas pertemanan apanya? Udah kelihatan banget tujuan Abi dan Oktavian bukan itu, melainkan pengen ngegoda cewek. Terus, apa mereka pernah menghubungi adik kelas lewat Facebook atau LINE gitu? Jangan bilang mereka bakal sengaja sok kenal sama cewek-cewek itu.
“Lo jangan main game aja dong!” ucap Abi yang duduk di depanku. “Jangan diam melulu! Lo ngomong dong sama teman-teman lo, apalagi sama cewek-cewek. Bisa aja salah satu dari cewek yang lo temuin jadi pacar lo.”
Ya, jelas banget. Tujuan mereka hanya sekadar cari pacar, sederhana. Senjata mereka untuk menggaet cewek yang menjadi teman sekelas telah meleset, berujung penolakan. Tentu saja, mereka pasti berpikir kalau kedua teman dekatku yang bodoh ini bukan tipe idaman. Teori lain, mereka sudah punya pacar, entah itu seperti apel segar atau apel busuk, sudah pernah kubahas sebelumnya.
Bel kelas yang seperti suara terompet saat ditiup keras menggetarkan setiap speaker di kelas sebanyak dua kali, berarti jam istirahat sebanyak 20 menit telah berakhir.
Sial, ini saatnya, saatnya menunggu nasib kami. Apakah berujung kebahagiaan begitu mendengar quiz dibatalkan karena guru fisika kami tidak masuk? Atau berujung kesuraman ketika guru fisika kami menampakkan diri di kelas memberikan soal quiz.
Kupandangi setiap sudut kelas, seluruh bangku menghadap papan tulis, tetapi belum semua teman sekelasku duduk di masing-masing bangku. Ada yang berdiri sambil mengobrol di dekat papan tulis dan pintu keluar, ada yang masih di kantin, atau mungkin ada yang masih berjalan-jalan di sekitar halaman sekolah.
“Eh? Masa? Beliau masuk?” ucap Abi berbicara pada salah satu siswi berjibab yang berdiri di sebelah kirinya.
“Iya. Tadi gue lihat pas mau ke kantin.”
“Ah! Sialan!”
Kabar buruk tetaplah kabar buruk, guru fisika kami memang ada di sekolah. Berarti tetap akan ada quiz. Percuma saja berharap agar guru fisika kami tidak masuk. Aku yakin kebanyakan dari kami pasti belum belajar kembali rumus itu dan menerapkannya pada soal.
Lama kelamaan, penantian kami terhadap penambah beban dan tekanan semakin dekat ketika satu per satu teman sekelas kami kembali masuk dan duduk di bangku masing-masing. Bukan ketenangan yang mengiringi kami, tetapi ketegangan.



“Selamat pagi!” Ini dia, guru fisika kami telah tiba di dalam kelas.
“Pagi,” ucap kami melemaskan suara, belum siap dengan quiz.
Tanpa basa-basi lagi, guru fisika kami langsung berbicara pada intinya, “Seperti yang Bapak bilang kemarin, hari ini Bapak adakan quiz. Kalian tentu sudah baca lagi tentang rumus yang saya ajarkan kemarin. Bapak harap kalian dapat setidaknya nilai bagus. Akan ada lima soal, waktu kalian hanya 45 menit!”
45 menit? Itu satu jam pelajaran! Yang benar saja? Kami tentu butuh waktu lebih dari itu untuk mengotret menggunakan rumus berdasarkan soalnya! Ingat, terakhir kali ulangan, banyak dari kami yang tidak sempat mengerjakan semua soal gara-gara terlalu lama mengotret.
Kulihat guru fisika kami menyerahkan beberapa lembar soal dan jawaban quiz pada teman yang duduk di dekat pintu keluar. Dia mengambil masing-masing satu lembar soal dan lembar jawaban sebelum menyerahkannya secara estafet.
“Yang cepat kasihnya!” Guru fisika kami sangat tidak sabar. Beliau tidak ingin waktu terbuang percuma hanya karena terlalu lama untuk mengambil masing-masing satu lembar jawaban dan soal. “Langsung mulai kalau yang sudah dapat!”
Begitu aku dapat lembar jawaban dan soal, aku menulis nama dan kelas terlebih dahulu di lembar jawaban. Kubuka lembar soal sebanyak satu lembar, hanya satu lembar. Isinya ….
Pikiranku mendadak jadi kosong begitu menyaksikan teks dan gambar pada setiap soal. Semua rumus yang telah kuhapal sejak tadi malam mendadak lepas dari sangkar di otakku.
Aku ingin membuka mulut dengan lebar saking kagetnya diriku menatap soal-soal rumit. Sialan! Ini soal kalimatnya panjang, aku tahu angka-angka merupakan jumlah satuan. Lebih buruknya lagi, gambarnya menunjukkan detail yang membingungkan! Angka yang mendampingi setiap gambar pada soal justru membuat mata ingin memuntahkan air mata!
Aku melihat sekeliling, tentu saja, kebanyakan dari teman sekelasku hanya terdiam menatap soal sambil memegang pulpen kebingungan harus apa. Keheningan tentu bukan hanya menemani, tetapi juga memparah keadaan bahwa tidak ada yang berani mencuri jawaban teman sebelah masing-masing.
Kutatap guru fisika duduk di dekat papan tulis menajamkan pandangan. Memang, tidak ada yang berani mengambil jawaban orang lain, sama sekali tidak ada. Kalau ada, pasti harus secara diam-diam. Sayangnya, tidak ada yang berani meledakkan amarah guru fisika kami kalau memang sudah begini keadaannya.
Sepertinya prinsip kerjakan yang paling mudah dahulu tidak berlaku untuk quiz seperti ini. Lima soal quiz ini tidak ada yang namanya mudah, semuanya susah, titik! Ini bahkan lebih buruk daripada saat mendapat jeritan gadis penuduh RCT kemarin.
Setelah berlama-lama tersesat untuk mencari jawaban dari segala kebingungan untuk menyelesaikan sebuah soal, kulihat jam dinding terpasang di atas papan tulis, hanya tersisa 15 menit, sialan!
Yang lebih sialnya adalah ….
“Setelah selesai, langsung diperiksa sama temannya!” Ini kalimat paling menyebalkan yang kudengar hari ini dari guru fisika kami. “Nilainya langsung Bapak masukkan ya!”
Terima kasih banyak, Pak. Bapak telah menambah stres kami semakin kambuh, karena soal-soal yang tidak bisa terjawab pakai rumus biasa! Aku yakin, beberapa dari kami hanya baru menyelesaikan satu atau dua soal, ini sudah seperti level tinggi di sebuah game, padahal kami masih tingkat menengah.
Semakin lama aku tersesat di dalam pikiran, semakin banyak waktu terbuang. Itu terbukti, saat waktu hanya tinggal satu menit, aku belum menyelesaikan soal satu pun, sama sekali. Belum ada jawaban akhir berdasarkan rumus yang kugunakan.
Ya sudah, aku tulis jawaban apa adanya. Begitu saja, sederhana. Jawabanku setidaknya mengikuti rumus yang telah kuingat, meski caranya benar-benar ngaco, ngaco banget.
“Stop! Waktu kalian sudah habis! Berikan ke teman sebelah kalian!” guru fisika kami mengumumkan bahwa kami harus berhenti mengerjakan jawaban kami.
Sialan, padahal sedikit lagi aku dapat jawabannya, aku tidak sempat menulis angka dan satuan akhir sebagai jawabannya. Masa bodoh, aku tetap menulis jawaban akhir dari salah satu soal quiz.
“Sudah. Arfian, stop! Cukup!” tegur guru fisika kami kepadaku ketika yang lain telah memberi lembar jawaban pada teman sebelah masing-masing. “Waktu kalian habis!”
Ya sudah, aku sudah mengerjakan semaksimal mungkin. Aku sampai pusing mengerjakan seluruh soal quiz sampai harus gonta-ganti menjawabnya.
Aku dan Oktavian bertukar lembar jawaban untuk saling memeriksa. Ketika kulihat lembar jawaban Oktavian, jawabannya bahkan lebih baik, seakan-akan dia mengerti dengan rumus-rumus kemarin.
Guru fisika kami bangkit dan berbalik menghadap papan tulis ketika kami semua telah menyerahkan lembar jawaban pada teman bangku sebelah masing-masing. Diambilnya spidol hitam untuk menulis jawaban tepat dari seluruh soal quiz tadi. Mulai dari nomor satu, soal pertama.
Guru fisika kami menulis tanpa perlu ada penjelasan terlebih dahulu. Beliau menulis angka sesuai dengan keterangan sebelum beralih ke rumus mana yang seharusnya kami gunakan. Sial, seharusnya jelaskan dulu bagaimana menerapkan rumus-rumus kemarin pada soal itu!
Oh ya, beliau juga menggambar ilustrasi soal sesuai dengan yang tertera di sana, untuk beberapa soal, sebelum menulis jawaban tepat. Setidaknya butuh sekitar 20 menit untuk menulis semua jawaban tepat untuk quiz itu.
Guru kami berbalik menghadap kami dan menjelaskan mengapa seharusnya seperti itu jawabannya. Bahasan yang ribet dan membingungkan justru semakin memusingkan mayoritas dari kami. Lagi-lagi otak kami seperti tersambar petir.
Begitu pelajaran fisika untuk hari ini telah berakhir, kami menyerahkan seluruh lembar jawaban pada guru kami. Bisa kulihat banyak dari kami mendapat nilai rendah, sangat rendah!
Jujur, mungkin aku mendapat hal buruk selama dua hari ini. Aku benar-benar sial. Bahkan lagu The Formula tidak membantu sama sekali.

Setelah pelajaran berikutnya, akankah aku benar-benar mengikuti Abi dan Oktavian untuk sekadar mencari cewek di kantin?

Comments

Popular Posts