I Can't Believe My Love is A Gamer Episode 18
Signalize
Sekali
lagi, diriku beruntung. Sehabis mabal sekolah seharian penuh, aku tiba di rumah
sekitar jam enam. Orangtuaku sama sekali belum pulang, hanya ada kakak dan
adikku. Aku pun berbohong karena aku ikutan futsal bareng teman-teman pada
mereka.
Seperti
biasa, aku hanya berbaring di kasur ditemani musik di hp tanpa earphone, hanya menggunakan speaker. Aku terlalu malas untuk
mengambil earphone. Semakin malas
bukan hanya bertemu dengan gadis brengsek itu lagi, tetapi juga besok kami
harus mengharapkan hukuman dari guru fisika kami, bukan, sekolah.
Beberapa
dari teman sekelasku ketahuan benar-benar bolos sekolah. Ketahuannya saat
situasi terburuk yang bisa setiap siswa bayangkan, merokok.
Jangan
heran kalau ada siswa SMA yang berani merokok meski masih di bawah umur, underage, di bawah 18 tahun. Setidaknya
merokok menjadi hal biasa bagi para remaja zaman now, mau itu perokok aktif, mau itu perokok pasif, atau hanya
sekadar memberi toleransi tanpa mengingatkan bahayanya.
Yang
bikin aku heran, kenapa berani sekali beberapa anak-anak zaman now berani mengonsumsi rokok padahal
tahu bahayanya. Bahaya rokok pernah disebutkan sebagai salah satu materi
sekolah dan juga sebagai peringatan di akhir setiap iklannya. Apa mereka masih
saja tidak sadar kalau mereka sebenarnya membahayakan diri sendiri tanpa peduli
segala peringatan di iklannya?
Aku
sungguh kurang suka dengan orang-orang merokok, bukan hanya membahayakan diri
sendiri, tetapi juga orang lain, berkat asap putih dari mulut setelah mengisap
rokok. Merokok tetaplah berbahaya, ya tetap berbahaya.
Aku
tidak pernah menyangka beberapa dari teman sekelasku terpergok mabal di sebuah
warung sambil mengisap rokok, situasi terburuk, benar-benar situasi terburuk.
Kini, aku menghadapi salah satu hal terburuk pada esok hari, selain menghadapi
gadis brengsek itu.
Ah,
seandainya saja aku bisa memberi sinyal kepada gadis brengsek itu agar dia
berhenti berpura-pura pacaran denganku. Aku sama sekali tidak ingin berurusan
dengannya lagi, tapi dia yang ingin dekat-dekat denganku. Dia memang ingin
menghancurkan hidupku.
Kudengarkan
lagu Signalize karya Paul Bazooka,
salah satu lagu favoritku di DJMAX
Technika 3. Kubayangkan aku bisa mencuci otak gadis brengsek itu dengan
lagu electro trance agar dia tidak
perlu dekat-dekat denganku lagi.
Lebih
buruknya, Oktavian, sahabatku yang tahu keadaan sebenarnya, malah naksir Vera,
sahabat gadis brengsek itu. Sial, kalau begini, peluang bertemu dengan gadis
brengsek itu semakin besar, semakin besar.
Aku
sudah capek, capek memikirkan seluruhnya. Meskipun aku sempat bersenang-senang,
bermain di game center dan nonton
bioskop, dua situasi tadi justru menghancurkan kesenangan saat mabal.
Aku
hanya harus bersiap-siap, berbaring dan menunggu malam ini berakhir sambil
memejamkan mata. Memejamkan mata, berarti kesadaranku harus beristirahat
setelah menghadapi hari panjang.
***
“Ternyata,
kelas 11 IPA 8 … semuanya kompak, kompak bolos!” jelas guru fisika kami yang
memaksa seluruh murid berdiri di lapangan halaman sekolah pada pagi buta,
parahnya, tepat sebelum pelajaran dimulai.
Kelas
kami mendapat treatment terburuk,
kami berdiri di hadapan murid-murid lain seraya mendengarkan penjelasan guru
fisika kami crystal clear. Sungguh
malu, terutama harus berdiri di depan murid-murid kelas lain dan para guru,
sekalian kepala sekolah.
“Mereka
mendapat nilai jelek pas quiz fisika
yang Bapak berikan sebelumnya, nilai jelek! Terus Bapak suruh mereka buat ikut
pelajaran tambahan. Hasilnya? Pada sedikit yang masih di kelas, yang lainnya
sudah pulang! Terus, mereka melakukan kesalahan besar, kesalahan besar!
“Mereka
bolos sekolah, semuanya! Seluruh siswa di hadapan kalian semuanya bolos.
Pengennya ngehindar dari pelajaran fisika biar enggak usah ketemu Bapak. Salah
satu guru memergoki beberapa dari mereka sedang melakukan perbuatan terhina
bagi sekolah, terhina bagi siswa. Merokok di sebuah warung sambil
santai-santai!”
Aku dan
teman-teman sekelas menundukkan kepala, merenungi setiap kesalahan kami, mabal
demi menghindari pelajaran fisika. Ternyata, mabal hari kemarin menjadi senjata
makan tuan alias bumerang. Kami bahkan ingin protes dengan kelakuan guru fisika
kami yang berani mengadakan pelajaran tambahan, tapi kami tidak bisa. Mabal
adalah jalan terakhir kami sebagai pemboikotan pelajaran tambahan.
“Kalian
tahu apa bahaya rokok? Kalian tahu apa kalian pantas menjadi siswa di sekolah
ini kalau ketahuan merokok? Pastinya semua sekolah tidak ingin menerima
siswanya yang berani merokok, kan? Merokok itu merupakan salah satu hal paling
terhina bagi siswa.
“Kami
telah mendiskusikan apa hukumannya buat kelas 11 IPA 8, tepat sebelum kalian
datang kemari untuk belajar. Sekolah ini seharusnya tidak bisa menerima
siswanya yang berani bolos, apalagi ketahuan merokok, sekaligus mencemar nama
baik sekolah!
“11 IPA
8, kalian semua wajib mengikuti pelajaran tambahan tepat setelah bel terakhir
berbunyi, kalian tahu banyak dari kalian dapat nilai jelek di quiz, apalagi nilai UTS masih di bawah
KKM. Bagi siswa yang ketahuan merokok, setelah pelajaran tambahan selesai,
kalian harus bersihkan WC.”
Setidaknya,
aku bukan salah satu orang yang ketahuan merokok, aku tidak perlu membersihkan
WC sekolah. Lebih buruknya, pelajaran tambahan, semuanya kena, seluruh kelas 11
IPA 8, kelasku. Ini sama saja seperti hukuman ketika mayoritas dari kami
mendapat nilai jelek saat quiz minggu
lalu.
Aku akan
mengambil sisi positifnya, Nabila akan pulang duluan, sedangkan aku akan pulang
sedikit terlambat. Aku tidak perlu bertemu Nabila, si gadis brengsek yang
mengaku-ngaku sebagai pacarku.
Setidaknya
ini hukuman yang bermanfaat bagiku, benar-benar bermanfaat. Aku hanya berharap
agar tidak usah bertemu dengan gadis brengsek itu lagi.
***
Oktavian,
sahabat bodohku ini, meski dia seorang womanizer,
penggoda wanita, terutama di kelas, ternyata dia hanya jatuh hati dengan
seseorang yang tak lain adalah sahabat gadis brengsek, Vera. Hanya saja, dia
ingin menunggu waktu yang tepat untuk menembak hati taksirannya.
Saat jam
istirahat, Oktavian mempersiapkan hal-hal demi menembak hati Vera. Dia bahkan
meminta bantuan temannya yang pintar pelajaran bahasa Indonesia apalagi materi
majas untuk membantu membuatkan sebuah puisi, puisi yang bagaimana dia bisa
jatuh cinta sama Vera.
Zaman now, setiap orang bisa mengekspresikan
bagaimana perasaan mereka lewat tulisan, demi menembak sang pujaan hati,
maksudnya pakai peluru cinta berupa sebuah tulisan. Tentu ide-ide datang dari
internet, internet, ya. Status di Facebook atau Twitter bisa menjadi sebuah
inspirasi untuk menciptakan sebuah tulisan cinta.
Kulihat
Oktavian begitu bersemangat bertanya pada temanku yang pandai majas, setiap
kata dia tuliskan sepenuh hati. Beberapa koreksi dia terima demi memperindah
puisi tersebut, agar Vera dapat menerima cintanya dengan mudah.
Zaman now, aku juga semakin geli dengan yang
namanya cinta. Cinta memang harus dipamerin di media sosial tertentu. Mau itu
baru jadian malah pamer kemesraan, langsung saja panen like dan comment. Orang-orang zaman now, bisa saja mereka tergiur dengan foto-foto kemesraan dua
pasangan cinta, apalagi selfie.
Paling tidak, mereka juga sering like foto
selfie diri demi panen like.
Sekali
lagi, aku benar-benar tidak suka dengan orang-orang pengen sembarang eksis. Upload selfie atau sering pamer
kemesraan bersama sang pacar, sudah panen like.
Jujur, ada yang salah dengan warganet akhir-akhir ini.
“Hei,
Oktavian, lo bikin puisi nih!” seru Abi yang kembali masuk kelas menemui kami.
“Nih,
coba baca dulu. Gimana menurut lo.” Oktavian menyerahkan draf puisi pertamanya
pada Abi.
Aku
menggeleng melihat mereka. Kupasang earphone
pada kedua telinga sekali lagi. Entah kenapa aku ingin mendengar Signalize karya Paul Bazooka sekali
lagi.
“Woi!
Jangan dengarin musik dong!” Oktavian mencabut paksa earphone-ku. “Entar bantuin baca puisi dong. Gimana menurut lo.”
“Iya,
deh,” ucapku.
“Ciyeeee,
Oktavian punya kecengan nih!” ucap salah satu gadis teman sekelas kami yang
mulai berdatangan.
Berbicara
soal kecengan, apa benar Nabila ingin sekadar berpura-pura pacaran? Ah! Aku
lagi-lagi berpikir yang tidak-tidak! Nabila tentu hanya ingin mengangguku,
bukan menjadi pacarku. Dia hanya berpura-pura menjadi pacar dan memanggilku sayang hanya untuk dekat-dekat supaya
aku terganggu demi kepuasaannya.
Aku juga
tidak punya kontak Nabila alias gadis brengsek itu, apalagi akun LINE atau
WhatsApp. Semoga saja dia tidak perlu diam-diam meminta kontakku.
“Lo
pengen nembaknya kapan, Oktavian?” tanya Abi.
“Ya …
nunggu waktu yang tepat deh. Soalnya, masa baru kenal langsung nembak sih. Kan
buru-buru namanya,” jawab Oktavian.
Jawaban
Oktavian sebenarnya masuk akal. Perbuatan Nabila sebenarnya … terlalu
terburu-buru, baru saja kenal, malah ingin berpura-pura pacaran. Dia hanya
ingin menghancurkan hidupku semenjak pertemuan di game center, pertemuan menyebalkan, dia menuduhku sebagai tukang
RCT.
Bel pun
akhirnya berbunyi, inilah saatnya, pelajaran terburuk yang akan kami hadapi,
fisika. Seandainya kami bisa kabur dari sekolah ini, kami akan bebas. Kami akan
mabal.
Tapi,
kami telanjur mendapat hukuman, semuanya. Apalagi bagi para siswa yang
terpergok merokok kemarin, mereka terpaksa membersihkan seluruh kamar mandi
sekolah sebagai hukuman paling menyakitkan.
Beruntung,
aku, Oktavian, dan Abi tidak perlu menjalani hukuman itu, sungguh beruntung.
Kami bukanlah siswa yang berani merokok di bawah umur, sama sekali bukan. Kami
tahu akan bahaya dari rokok.
Padahal
sering ada peringatan di setiap iklan rokok, tetapi konsumennya tetap
membiarkan saja demi visualisasi iklan. Iklan rokok memamerkan perokok
seakan-akan merasa hidup bebas, lebih kreatif, dan akan lebih sukses di dunia
ini.
Sialnya,
banyak konsumen yang tergiur dengan visualisasi seperti itu. Makanya,
seharusnya iklan rokok dilarang, bukannya hanya boleh tayang saat tengah malam.
Aku juga tidak pernah melihat iklan rokok di luar negeri, makanya, rokok memang
jarang di luar negeri, kalau ada harganya pasti lebih mahal daripada rokok di
negeri ini.
Soal
itu, negeri ini merupakan salah satu penghasil tembakau alias rokok terbesar di
dunia, konsumennya, jangan tanya. Hal ini menjadi kesempatan pengusaha tembakau
agar bisa mendapatkan uang hanya dengan membahayakan setiap konsumennya.
Pengusaha macam apa yang ingin membahayakan konsumennya sendiri?
Pantas
saja, banyak orang di negeri ini terkena kanker atau penyakit mematikan lainnya
gara-gara rokok, rokok, mereka terlalu banyak menikmati nikotin dan
kesegarannya. Rokok seharusnya menjadi ilegal gara-gara itu, seharusnya.
Aku
mengambil hp lagi hanya karena ingin melihat dampak seorang perokok, ini yang
harus kuperhatikan ketika melihat seseorang, bahkan teman sekolah, merokok.
Sialnya, banyak yang mengabaikan semua dampaknya, mereka malah asyik-asyik
merokok.
Saat aku
mencari dampak rokok di internet, sialan, lagi-lagi terbayang Nabila, si gadis
brengsek itu. Kapan pikiran tentang dia akan berhenti? Kapan?
Kalau
aku bertemu lagi, aku harus membuat keputusan, apakah aku akan melanjutkan
pacaran pura-pura ini atau tidak. Semoga saja aku bisa mengatakan tidak.
Comments
Post a Comment