I Can't Believe My Love is A Gamer Episode 20
Cosmic Fantastic Lovesong
“Besok
adalah pelajaran tambahan terakhir kalian, semoga dengan ini, kalian dapat
mengerti semuanya. Kalian harus bisa mendapat nilai lebih baik daripada quiz kemarin,” itulah kalimat penutup
guru fisika kami usai pelajaran tambahan pada hari Kamis.
Pelajaran
tambahan, begitu melelahkan dan membuang waktu. Waktu pulang kami harus
tertunda gara-gara pelajaran tambahan dari guru fisika kami. Lebih buruknya,
ini adalah hukuman karena kami kompak, bukan kompak belajar bareng, tapi kompak
bolos di hari yang sama demi menghindari amarah. Tentu beberapa dari kami mabal
dari masalah bukannya pilihan tepat, akan muncul masalah baru, masalah yang
lebih buruk.
“Jangan
lupa yang disuruh buat bersihkan kamar mandi juga! Hukuman kalian juga Bapak
cabut mulai Senin. Semoga dengan hukuman ini kalian bisa mendapat pelajaran.”
Pelajaran
macam apa? Untuk berhenti merokok sebagai siswa SMA? Tentu akan sulit, sulit
sekali. Pantas saja rokok atau tembakau termasuk hal-hal adiktif sama halnya
narkoba. Beberapa teman sekelasku tentu tidak akan jera. Mereka akan kembali
melakukan hal sama, merokok di depan umum, mencemarkan nama baik siswa
sekolahnya.
“Selamat
siang,” pamit guru fisika kami.
Begitu
guru fisika kami telah meninggalkan kelas, keramaian kembali bermunculan.
Kelegaan bahwa pelajaran tambahan kejam telah berakhir, dan akan berakhir
besok. Hukuman membersihkan toilet bagi siswa yang ketahuan merokok sambil
bolos juga akan berakhir esok hari.
Aku
sedang tidak ingin ikut-ikutan dengan keramaian kelas, apalagi ketika kulihat
Abi dan Oktavian sekali lagi menggoda gadis-gadis di sekolah. Ayolah, Oktavian,
kamu suka sama Vera, kenapa lagi-lagi kamu kembali ke kebiasaan playboy?
Aku
hanya ingin merayakan dalam hati sambil mendengarkan musik di hp-ku. Begitu
kubuka aplikasi music player,
kupasang earphone pada kedua telinga.
Kali ini aku memutuskan untuk men-shuffle
semua lagu yang aku punya. Aku hanya ingin mendengarkan lagu random, totally random.
Begitu
kudengar lagu pertama hasil dari shuffle semua
lagu, suara hentaman gitar yang mengiringi alunan lagu idol-idol-an meluncur ke
telinga. Ah, Cosmic Fantastic Lovesong,
kenapa harus lagu cinta-cintaan?
Karena
sudah telanjur menyetel lagu ini, apa boleh buat, aku harus menikmati betapa
indahnya sang vokalis bernyanyi seperti seorang idol K-Pop atau J-Pop atau di dalam anime, terserah mau idol macam apa. Dalam hati, kuikut
menyanyikan liriknya.
seuchineun baramgyeore
nae mameul jeonhago sipeo
du soneul himkkeot ppeodeo bwassjiman
yeongwonhi byeonhaji anheul boseokcheoreom
haneopsi pyeolcheojin
far away
kkaman bamhaneureul jeoeo neoege
adeukhan gonggageul hemeidaga
gamanhi gwireul giurimyeo
show me the way
aryeonhi jeo meolliseo neoreul neukkimyeo
hayahge biccnaneun byeoldeureul jina
eonjengan daheul su issdorok
can't stop loving you
Oke,
ini mungkin lagu yang tepat, tepat untuk menunggu triple date Oktavian, Abi, dan aku dengan Fatin, Vera, dan Nabila.
Kali ini, di rumah Nabila, rumah gadis brengsek itu. Mau tidak mau aku harus
berhadapan dengan gadis brengsek itu lagi.
Tapi,
aku juga memikirkan apakah ini momen yang tepat untuk mengungkapkan segala
kebohongan Nabila, gadis brengsek yang berani berpura-pura pacaran denganku.
Aku sudah membicarakan masalah ini ke Oktavian, tinggal menunggu waktu tepat
untuk memutuskan hubungan pura-pura ini, kalau bisa hubungan serius, dia harus
menghilang dari kehidupanku, harus.
Di
saat yang sama, aku juga bimbang, kebingungan. Aku bingung kalau Nabila memang
menyukaiku. Tunggu, kenapa aku malah memikirkan seperti ini? Padahal dia yang
duluan menuduhku sebagai tukang RCT saat kami bertemu di game center pertama kali. Justru itu, aku ingin melihat bagaimana
Nabila, si gadis brengsek, menangis tersedu-sedu kalau pacaran pura-pura ini
sama sekali tidak berhasil, sama sekali tidak berhasil.
Kudengarkan
lagu selanjutnya, kali ini lagu yang satu spesies dengan Cosmic Fantastic Lovesong, yaitu Sweet Dream karya Lin-G. Keduanya memang dari game yang sama, DJMAX.
Entah kenapa, aku lagi-lagi mendengungkan lagu itu.
Come to me oneul bame
Tell me naleul salanghandago
Stay with me hwansangjeokin in my dream…
Come to me kkaejiange
Tell me igeon kkumi anilago
Stay with me hwansangjeokin in my dream
Hwansangjeokin in my dream
“Arfian,
hayu gih!” Oktavian menyentuh bahu kiriku. “Ngapain nunggu lagi? Udah pada
nungguin di halaman sekolah!”
“Oke,
oke,” ucapku melepas earphone-ku.
“Eh,
besok mau pada futsal enggak? Habis pelajaran tambahan?” Abi bertanya pada
seluruh teman sekelas, terutama laki-laki, ketika aku meletakkan buku catatan
fisika di dalam tas.
“Hayu
atuh!” seru salah satu teman sekelas.
“Ya,
biar enggak stres juga habis susah-susah ikut pelajaran tambahan.”
“Udah
pusing nih mikirin tugas, apalagi pelajaran tambahan. Hayu dong futsal besok!”
Futsal,
inilah salah satu stereotip kegiatan yang biasa dilakukan untuk melepas penat
setelah menghadapi seluruh materi pelajaran, terutama bagi laki-laki. Futsal
menjadi semacam tradisi anak SMA, terutama laki-laki, untuk have fun, jika bisa, ajak kelas lain,
adik kelas atau kakak kelas juga boleh, yang penting happy.
“Lo
ikutan lah, Arfian, sekali-kali. Jangan main game melulu lah!” ucap Oktavian.
Lagi-lagi,
Oktavian memaksaku untuk main futsal. Berapa kali aku harus mengingatkan kalau
aku tidak suka futsal, aku lebih suka main game
di game center, atau enggak main
PlayStation di kamar.
“Pokoknya,
lo entar ikutan main deh!”
Eh?
Oktavian? Kamu serius? Aku benar-benar payah main futsal, benar-benar payah.
Bagaimana kalau aku yang akan disalahin kalau tim kelasku kalah besok? Aku
membayangkan bagaimana jika aku berbuat salah saat pertandingan futsal nanti.
Kubayangkan
juga banyak yang menyahut dan menyalahkanku karena diriku biang kerok dari
kekalahan kelas kami. Aku akan disalahkan karena hal itu. Aku bahkan tidak mau
hanya karena skill futsalku yang
memprihatinkan.
“Udah,
yang penting lo juga happy deh ikutan
futsal. Anak-anak pada pengen lihat lo ikutan main soalnya. Lo main game sendiri, kan? Mending happy ramai-ramai pas ikutan futsal
bareng!”
“Iya,
deh, gue ikutan,” ucapku ketika berdiri dari bangku.
“Nah!
Gitu dong! Teman gue!” seru Oktavian berdiri menepuk bahuku.
Ada
benarnya juga si Oktavian. Aku mengatakan ya agar aku ingin bersenang-senang
dengan teman-temanku. Aku hanya ingin melepaskan stres yang kudapat lebih dari
seminggu ini dan menggantinya dengan kesenangan. Setidaknya, kami telah
melewati minggu yang panjang dan penuh hukuman.
Mungkin
saja ini salah satu cara efektif agar aku bisa menyingkir dari gadis brengsek
itu. Aku sudah membulatkan keputusanku untuk besok. Tidak perlu ke game center di mall dekat sekolah,
melainkan ke tempat futsal bareng teman-teman sekelas. Aku juga sudah berjanji
pada Oktavian kalau aku akan ikutan main.
“Hayu
gih! Pada nungguin!” ajak Abi.
“Lo
sih bilang mau futsal!” balas Oktavian begitu kami melangkah meninggalkan
kelas.
***
“Wow!”
ucap Abi dan Oktavian ketika memasuki halaman rumah Nabila.
Kami
akhirnya memasuki rumah Nabila, dan aku tidak pernah menyangka. Aku tidak
percaya! Kami tidak percaya! Ternyata Nabila … ternyata Nabila …. Tidak
mungkin!
Kulihat
lantai yang terbuat dari kayu layaknya seperti rumah di Jepang, mungkin lebih
cocok rumah Jepang zaman dulu. Pintu setiap ruangan di rumah itu juga megadopsi
pintu rumah di Jepang, yang mana pintu harus digeser agar terbuka.
Tanpa
perlu penjelasan lagi, kami menaiki tangga menuju main event, kamar Nabila. Kami sempat terdistraksi dengan setiap
sudut berkelas dinding rumah Nabila. Lukisan, kaligrafi, dan poster, semuanya
terpampang rapi tanpa menyisakan noda.
Begitu
Nabila membuka pintu, sebuah ruangan seperti bersinar, bersinar bagaikan
membuka peti harta karun. Tidak mungkin! Kamar gadis brengsek itu tidak mungkin
seluas ini! Seluas apartemen 1DK! Aku
hanya menyimpulkan kalau kamar Nabila memang berluas apartemen 1DK.
Kulihat
kotatsu berselimut merah jambu
berdiri di tengah-tengah kamar. Tempat tidur berada di sudut depan kanan kami
menghadap rak buku. Rak bukunya penuh dengan light novel, manga,
hingga DVD dan disc PlayStation 4.
Sialan, dia memang punya banyak sekali!
Begitu
aku berbalik dari rak buku, kulihat komputer, CPU dan monitor komputer dia
letakkan di lantai. Di dekat komputer, ada LED TV 40 inch dan PlayStation 4. Ah!
Kenapa kamar seluas ini harus gadis brengsek itu punya?
“Wow,
kaya banget lo, Nabila,” ucap Fatin.
“Iya
dong,” kata Nabila. “Pada duduk gih.”
“Lo
punya PS4 lah!” seru Oktavian ketika kami semua duduk.
“Terus,
lo ngapain ke rental PS kalau emang punya PS4?” tanya Abi.
“Gue
pengen aja main Pro Evolution Soccer yang
terbaru, gue baru punya yang 2017,” jawab Nabila. “Mau pada lihat-lihat? Gue
punya banyak game kok.”
Aku
berdiri menatapi bagian disc PlayStation
4 di rak buku gadis brengsek itu. Tak kusangka, cukup banyak game-nya, cukup banyak dia beli secara
fisik. Kulihat dia punya BlazBlue:
Central Fiction, Chaos;Child, Danganronpa V3: Killing Harmony, Destiny 2, Far Cry Primal, Final Fantasy
XV, Grand Theft Auto V, Guilty Gear Xrd Rev 2, Hatsune Miku Project DIVA X, Injustice 2, Just Dance 2017, Mass Effect:
Andromeda, Metal Gear Solid V: The
Phantom Pain, Need for Speed, Persona 5, dan Superbeat Xonic. Dia punya banyak game, koleksiku saja masih kalah sama dia!
“Eh,
punya Just Dance enggak? Pengen main
dong!” seru Vera.
“Punya
kok,” ucap Nabila sambil menyalakan TV dan PlayStation 4.
“Ada
lagu apa aja?” tanya Fatin. “Ada K-Pop?”
“Banyakan
lagu-lagu Barat. Ada K-Pop sih paling PSY.”
“Ah,
PSY melulu, bosan,” keluh Vera.
“Paling
ada Cake by the Ocean, Cheap Thrills, gitu lah, banyak,” ucap
Nabila mengambil stik PS-nya untuk membuka game
Just Dance 2017.
Oke,
Just Dance 2017, game dance mainstream berisi lagu-lagu yang mainstream pula. Makanya aku tidak ingin membeli Just Dance sama sekali, aku lebih suka
main DJMAX Respect dan Superbeat Xonic, setidaknya kebanyakan
lagu-lagu original lebih baik
daripada lagu-lagu mainstream sampah.
“Ini
kayak Danz Base, kan?” tanggap Abi.
“Ya
iyalah, tapi gampangan ini,” balas Nabila. “Ayo gih, pada main dance.”
“Gue
duluan yang pilih lagu!” seru Fatin mulai rebutan stik PS.
“Enggak,
gue!”
Ini
dia, Vera dan Fatin, dua gadis ini merupakan fangirl, bukan hanya fangirl K-Pop,
tetapi juga fangirl lagu-lagu mainstream. Mereka sungguh tidak sabar
ingin bermain Just Dance yang penuh
dengan lagu-lagu mainstream.
Kuharap
aku bisa ke game center. Lebih baik
aku main rhythm game di game center daripada aku harus
menyaksikan teman-temanku bermain Just
Dance. Terlebih, aku hanya ingin menyingkir dari kehidupan gadis brengsek
alias Nabila. Aku sungguh tidak ingin berada di sini.
Comments
Post a Comment