I Can't Believe My Love is A Gamer Episode 13

Nameless Missionaries

Oke, karena sudah main PlayStation di rental PS, aku jadinya main game di hp begitu tiba di kamar. Aku seperti mempermalukan diriku sendiri saat di rental PS tadi, bermain game yang sudah terlalu mainstream, Pro Evolution Soccer.
Ternyata, aku juga harus menjadi korban kekalahan oleh gadis brengsek itu dalam duel Pro Evolution Soccer. Abi dan Oktavian juga tidak pernah menyangka kalau dia juga benar-benar jago main game itu. Dia bukan sembarang gamer lagi sekarang.
Dua kali aku dipermalukan. Pertama, hampir semua duel arcade, terutama rhythm games, dia menangkan, kecuali Sound Voltex yang aku memang masih lebih jago daripada dirinya. Kali ini kedua, Pro Evolution Soccer. Aku kalah telak oleh gadis brengsek itu.
Aku benar-benar tidak percaya kalau gadis itu bukan hanya bisa ngomong, dia juga seorang gamer, seorang gamer! Dia benar-benar jago dan menikmati setiap game yang dia mainkan.
Begitu aku selesai bermain DJMAX Technika Q di hpku, aku membuka aplikasi Instagram. Entah kenapa, aku ingin melihat ajang pamer keeksisan diri warganet dengan pamer selfie, baik itu bareng pacar, teman, atau sendiri.
Aku bahkan tidak pernah mengunggah foto diriku, termasuk foto selfie. Entah kenapa, aku tidak ingin warganet melihat fotoku. Wajar saja, diriku bukan orang yang kepedean untuk memamerkan wajah apalagi selfie.
Jangan heran kalau follower-ku tidak sampai ratusan, apalagi ribuan, mungkin aku hanya mem-posting result game di arcade atau game di hp, jadi warganet sekarang hanya mengincar foto-foto selfie kecantikan dan keserakahan.
Seperti biasa, warganet di negeri ini bukan hanya gampang terpencet berserk button-nya, tetapi juga suka pamer, pamer apapun, bahkan mereka tidak perlu peduli dengan hal yang seharusnya menjadi privasi. Foto apapun post saja di Instagram, informasi apapun post saja di Facebook atau Twitter tanpa peduli kebenaran faktanya.
Aku teringat sebuah artikel kenapa warganet negeri ini cenderung suka pamer di Instagram, entah itu foto bareng pacar, pamer tubuh yang ideal, foto habis beli atau dapat sebuah barang, foto makanan dan minuman yang langsung menggugah selera, atau bahkan keseringan selfie di manapun itu, boleh jadi di luar negeri untuk sekadar pamer dan membuat follower termasuk teman-temannya menyimpan iri dengki.
Secara pelahan, aku begitu gerah dengan kebiasaan warganet di negeri ini. Apa mereka ingin pamer seakan-akan mereka sedang senang? Apa mereka ingin seluruh follower masing-masing menyaksikan setiap posting yang hanya sekadar pamer? Apa mereka ingin membuat follower-nya merasa benar-benar ketinggalan zaman?
Entahlah, berdasarkan artikel yang kuingat, beberapa warganet pasti sungguh tertekan begitu melihat posting-an teman-temannya di Instagram, apalagi jika melihat selfie di luar negeri atau makanan yang menggugah selera tanpa perlu menyicipi bagaimana rasanya. Makanya, Instagram sebenarnya kurang bagus kalau hanya sekadar ingin pamer.
Daripada aku terjerumus ke dalam lubang kesuraman akibat mem-browsing Instagram terlalu lama, aplikasi YouTube dengan cepat kubuka. Sekali lagi, aku butuh musik untuk menenangkan diri.
Musik apa yang sudah kudengarkan sampai-sampai bisa nongol di halaman depan YouTube-ku. Bad Apple!!, Cirno’s Perfect Math Class, LazyDays, Cosmical Rhythm, memang, hampir tidak ada lagu mainstream, hanya ada lagu dari game, kebanyakan dari rhythm game.
Salah satu video rekomendasi menawarkan salah satu lagu dari Dynamix, rhythm game yang juga ku-install di hp. Beruntung, kebetulan aku sungguh menyukai lagu itu, lagu yang bergambar sosok pemuda menatap sebuah pohon sambil menggenggam seekor merpati di tangan kiri.
Judul lagu itu ditulis dengan huruf kanji, tetapi judul bahasa Inggrisnya aku tahu. Akhirnya kumainkan lagu itu sebagai penyembuh stres hari ini yang telah menjadi-jadi. Judul lagu itu adalah Nameless Missionaries yang diciptakan oleh Missionary. Aku tidak tahu apakah Missionary adalah komposer dari Jepang, yang jelas judul lagunya tertulis dengan huruf kanji.
Kudengarkan tanpa menggunakan earphone, kali ini menggunakan speaker hp. Alunan piano yang mengawali lagu itu memberi kesan mellow dan misterius. Hentaman drum pun mengiringi alunan piano membuat lagu itu begitu nikmat pada pendengaran.
Begitu lagu itu selesai, aku dapat sebuah notifikasi ada pesan dari grup LINE yang masuk. Kali ini, grup kelasku. Kubaca sekilas beberapa kata pertama. Dan … oh no, ini tidak bagus.
Ya, salah satu dari teman sekelasku telah menyampaikan suatu pesan, suatu pesan dari guru fisika kami. Ini benar-benar tidak bagus. Aku tahu kebanyakan dari kami memutuskan untuk mabal demi meredakan stres dan tidak menambahnya lagi, sepertinya ini benar-benar resep menuju bencana, apalagi bagi guru killer sekalipun.
Bisa kusimpulkan kalau guru fisika kami kecewa, sungguh kecewa dengan perbuatan mayoritas dari teman sekelas, termasuk diriku. Kulihat kalau hanya enam orang yang mengikuti pelajaran tambahan tadi, hanya enam orang, enam! Pantas saja guru fisika kami begitu kecewa setelah menyaksikan kehadiran murid-murid yang wajib ikut pelajaran tambahan.
Tentu sudah menjadi hak setiap muridnya untuk mendapat bukan hanya pendidikan dan perkembangan secara fisik dan mental, tetapi juga kebebasan untuk bersenang-senang sesuai cara masing-masing. Tentu akan sulit kalau terpaksa ikut pelajaran tambahan seperti tadi.
Kulihat reaksi dari setiap teman sekelasku, banyak yang mengekspresikan kekecewaan dan kemarahan hanya lewat pesan. Mungkin saja mabal dari pelajaran tambahan merupakan keputusan tepat atau salah. Aku sudah tidak tahu lagi harus menulis pesan apa.
Ada pesan lagi. Begitu pelajaran fisika dimulai setelah jam istirahat esok hari, harus bersiap-siap untuk menghadapi kemarahan guru killer itu. Ini dia, berserk button telah terpencet hanya karena mayoritas dari kami rela bolos dari pelajaran tambahan.
“Arfian, makan malam! Kakak beliin sate nih!” panggilan kakakku membuyarkan pikiran.
“Iya!” Aku bangkit dari tempat tidur.
Begitu aku melangkah menuju meja makan, sepiring 20 tusuk sate dan semangkuk bumbu kacang telah berada di atasnya. Aroma saus kacang sudah memancingku untuk langsung melampiaskan kelaparan sehabis menunggu makan malam.
Sekali lagi, untungnya, kedua orangtuaku pulang terlambat lagi. Sungguh beruntung, dua hari berturut-turut aku tidak perlu mendengar ocehan, cerita, alasan, dan nasihat bertele-tele dan berulang-ulang dari mereka.
Seperti biasa, aku melangkah menuju dapur, mengambil di rak dekat wastafel, menuangkan nasi dari rice cooker, dan melangkah kembali menuju meja makan. Aku duluan yang mengambil lima tusuk sate dan menuangkan saus kacang ke piring.
Begitu kedua saudaraku telah duduk bersamaku di depan meja makan, kami memulai makan malam. Kulihat adikku yang melahap sate secara rakus seperti kucing kelaparan, entah saking enaknya bumbu kecap manis sate atau saus kacang yang telah menyelimuti nasi.
Aku tetap saja menggeleng bereaksi setelah melihat kelakuan adikku. Kunikmati setiap potongan daging ayam berbumbu kecap manis dengan suapan nasi campur saus kacang. Rasa dari setiap potongan daging ayam dan saus kacang setidaknya bisa mengobati stresku hari ini.
Kakakku memulai percakapan, “Tadi gimana hari ini?”
Aku secara blak-blakkan menjawab, “Ah, bosan banget, Kak. Jadi stres, gara-gara pelajaran tambahan segala nih. Makanya, pengen cepat-cepat ke kamar.”
Kakakku sampai cekikikan. “Ha ha ha, waktu itu kakak juga stres banget harus ikut pelajaran tambahan, apalagi kalau nilai Kakak dapatnya enggak di atas KKM.”
“Tapi kan kerasa kepaksa kalau ikut pelajaran tambahan. Masa kita disuruh repot-repot belajar lagi sih kalau nilainya emang segitu? Kita kan udah berusaha sebaik mungkin, masa harus dipaksa gitu?”
“Ya, ambil positifnya aja, Arfian. Dulu Kakak pernah kepikiran gitu lho. Kakak juga pikir kenapa harus ikut tambahan kalau nilainya emang segitu, ngapain harus nunda main cuma buat tambahan lagi. Ya, pada akhirnya, Kakak sadar kalau emang nilai Kakak masih belum banget, Kakak juga butuh belajar lagi demi dapat nilai bagus.
“Kan kamu masih SMA, Arfian. Ade juga masih SD. Ya … yang namanya kuliah enggak bakal lebih menyenangkan daripada pas sekolah, bakal repot sama tugas, UKM, sama kegiatan ospek sih di tahun pertama. Lama-lama bakal kerasa gimana akhirnya, kalau enggak mulai berusaha keras dari sekarang.”
“Iya, Arfian ngerti, Kak. Cuma … apa Kakak juga capek kalau belajar terus-terusan?”
“Capek sih iya, apalagi pas mau UN lho. Pas UN, Kakak lama-lama sadar kalau selama itu Kakak emang kurang belajar, apalagi pas tahu nilai TO-nya enggak sesuai harapan. Mau enggak mau, jelang UN, apalagi sebulan sebelumnya, Kakak mati-matian belajar, tanya ke teman, ngerjain soal, hapalin rumus sama materi, latihan, sama TO habis-habisan. Kakak udah gitu mati-matian jelang UN. Kan tahu Kakak sering ngunci kamar demi belajar, belajar, dan belajar.
“Ya, seenggaknya IPA emang bukan pilihan awal Kakak, tapi kerasa kepaksa sama orangtua. Harus hapalin rumus ini itu, sering baca-baca, latihan soal, sama nerapin materinya lah. Ah, rasanya pengen jadi anak SMA lagi begitu ngelihat kamu berusaha mati-matian, Arfian.”
Giliran adikku yang berbicara, “Kok Ayah sama Ibu pulangnya telat lagi ya?”
“Tadi Ibu telepon, katanya lagi rapat, mungkin aja jam sembilan udah rumah,” jawab kakakku.
Beruntung, dua hari berturut-turut, orangtuaku pulang terlambat karena ibuku sedang ada rapat di kantor. Aku tidak perlu mendengarkan nasihat dari mereka yang berulang-ulang, sudah bosan aku mendengarkannya.
“Oh ya, kalau ada PR, jangan lupa kerjain!” Itu pesan dari kakakku ketika aku meninggalkan meja makan menuju dapur.
Saat aku berjalan kembali menuju kamar, aku harus mengambil sebuah keputusan sekali lagi. Apakah aku akan bolos sekolah besok demi menghindari letusan kemarahan guru fisika? Apakah aku tetap akan masuk besok? Aku tidak tahu.
Kalau aku bolos, tentu kedua orangtuaku akan kecewa, mengetahui anaknya telah bolos sekolah. Mereka bisa memarahi diriku sekuat tenaga, segala nasihat, teguran, dan omelan siap merobohkan segala mood sampai berserk button kembali tertekan secara tidak sengaja.
Ketika kembali berbaring di tempat tidur, aku kembali mengecek grup LINE teman sekelas untuk melihat bagaimana reaksi semuanya, terutama yang telah berani membolos pelajaran tambahan fisika.
Seperti yang kuduga, banyak ekspresi kekecewaan berupa tulisan atau sticker menghiasi grup chat tersebut. Aku sampai tidak tahu ingin berkata apa.
Arfian, besok ke game center, yuk!
Aku mendapat notifikasi pesan dari Oktavian, tumben sekali dia ingin ke game center yang ada di mall. Mungkinkah dia memiliki rencana untuk mabal dari seluruh kegiatan sekolah besok demi menghindari kemarahan guru fisika kami?
Seenggaknya, kalau bolos sekolah besok, aku tidak perlu bertemu dengan gadis brengsek yang sengaja berpura-pura jadi pacarku. Tentu saja, gadis brengsek alias Nabila tetap ingin berurusan denganku akibat pertemuan menyebalkan itu. Dia akan tetap di sekolah.
Tunggu, kenapa akhir-akhir ini aku sering memikirkan Nabila? Gadis brengsek yang menyebalkan itu? Ah! Tidak mungkin! Memikirkan gadis brengsek itu saja membuatku pusing dan menambah tekanan pada berserk button-ku.
Oke, satu lagi apel busuk telah terserap ke dalam badanku, kebiasaan buruk setiap siswa jika ingin menghindari kemarahan guru killer, bolos sekolah seharian penuh, entah tujuannya mau ke warnet, rental PS, atau mall, yang penting bersenang-senang untuk meredakan stres.

Beruntung, kali ini Oktavian bukan mengajakku ke rental PS, melainkan ke game center yang ada di mall, tempat favoritku untuk hang out sehabis sekolah atau saat weekend.

Comments

Popular Posts