I Can't Believe My Love is A Gamer Episode 8
After Burner
Akhirnya
pada Minggu malam, aku tidak menyangka akan bermain bersama kakakku lagi. Guilty Gear Xrd Rev 2 jadi pilihan
kakakku untuk bermain semalaman penuh. Berangsur-berangsur, kekesalanku
terhadap gadis brengsek itu semakin berkurang.
Beruntung
aku tidak kebetulan bertemu dengan gadis brengsek itu saat di Upnormal, jika
iya, here we go again, dia pasti akan
meremehkanku seperti yang dia lakukan waktu di game center Sabtu lalu.
Kami
berpuas-puas diri bermain PlayStation 4, selain Guilty Gear Xrd Rev 2, kami juga main Persona 5 dan Metal Gear
Solid 5: The Phantom Pain sepuasnya sampai jam 12 malam. Begitu kami berdua
bangun jam 5:30, kami sadar, oh sial, kita kembali ke kehidupan nyata.
Kakakku
harus ke kampus pagi-pagi sekali, sedangkan aku harus ke sekolah sebelum jam
6:30. Ironisnya, pagi ini juga ada upacara bendera, sungguh sial sekali. Kami
berdua buru-buru mandi dan sarapan sebelum berangkat meninggalkan rumah. Jika
perlu, omelan orangtua kami ingin meledakkan hati. Iya, iya, orangtua kerjanya
ngomel aja.
Beruntung,
aku berhasil tiba di sekolah tepat waktu, tepat sebelum seluruh siswa sekolahku
berkumpul di halaman depan sekolah untuk mengikuti upacara bendera.
Sekolah
mulai jam 6:30 pagi, yang benar saja? Aku ingin berkata sesuatu sebenarnya
tentang ini, benar-benar ingin tapi … akan kusimpan di dalam pikiranku saja.
Sebenarnya
aku pernah membaca sebuah artikel kalau sekolah sebaiknya tidak dimulai
pagi-pagi sekali, meski kebanyakan mengklaim bahwa bisa mengurangi kemacetan.
Duh, negeri ini mau berangkat pagi atau pulang malam, siap-siap, kemacetan
telah menanti.
Kenapa
sekolah di negeri ini tidak mulai jam delapan saja seperti di luar negeri?
Dengan ini, para siswa sepertiku akan mempersiapkan segalanya lebih efisien
sebelum ke sekolah. Pagi-pagi, aku bangun, mandi dan makan buru-buru, dan
mempersiapkan semuanya dengan cepat.
Ayolah,
pasti siswa seperti kami begitu banyak kegiatan di luar sekolah. Kami butuh refreshing setelah puas menyerap seluruh
materi pelajaran. Kami juga butuh tidur lebih, kami juga butuh istirahat
setelah stres akibat seluruh mata pelajaran. Remaja sebenarnya butuh tidur
lebih banyak daripada orang dewasa. Entah kenapa, anak muda zaman now lebih sering tidur terlambat, tengah
malam, mungkin akibat mengerjakan tugas dengan buru-buru atau hanya sekadar
bersenang-senang melepaskan seluruh stres.
Jangan
heran kalau aku melihat beberapa dari teman sekelasku mengantuk dan
menyandarkan kepala sambil ingin tidur. Tentu saja, aku tahu kebanyakan dari
teman sekelasku nonton bola saat tengah malam, sudah mainstream, mainstream sekali.
Beruntung,
upacara agak sedikit tertunda hingga jam 6:45 pagi, aku menyaksikan hampir
seluruh teman sekelas menyandarkan kepala di meja. Begitu juga dengan diriku,
kali ini sambil menggunakan earphone untuk
mendengarkan lagu entah itu pembawa semangat atau bukan.
Kali ini
lagu yang kudengarkan berjudul After
Burner oleh xi dan nekomirin dengan vokal dibawakan Emew, salah satu entri
kompetisi BMS of Fighters Ultimate 2015. Aku sesungguhnya tidak menyangka
komposer seperti xi akan membuat lagu bervokal, biasanya xi membuat lagu
instrumental epik seperti Halcyon, Aragami, dan Freedom Dive, tanpa vokal.
After Burner…
Do you have ambition?
Futo kao age te mie ta itsumo to chigau?
Sukoshi dake suteki da ne egao de
Fumidase chikarazuyoku mae o mui te
hashiridaseru
Itsuka tadoritsuku wakaremichi mo
Nayan da dake tsuyoku nareru yo dakara namida
fui te
Mayowa nai osore nai
Toki no nagare yori hayaku ishi wa koko ni
Kanarazu (kanarazu) kanae tai omoi
Kaze o kitte kanata e to
Hikari to yami no mukō ni nani ga matte te mo
daijōbu
I decided to believe you!
Sā furikaera zu tomoni iko u yo
After Burner…
Kanarazu (kanarazu) kanae te miseru yo
Eikyū ni tsuzuke aoi sora
Kumo o nuke ta sono saki ni nani ga matte te mo
daijōbu
I decided to trust you!
Sā kakenukero dare yori hayaku
Mugen dai? Infinitto? O koe te hate made
“Upacara,
ayo!” Oktavian, teman bangku sebelahku, menepuk pundak mengingatkan.
Ah,
sialan. Aku tidak ingin upacara bendera. Aku hanya ingin tidur menunggu jadwal
pelajaran dimulai. Kenapa aku harus membuang waktuku hanya untuk berdiri di
bawah terik matahari pagi sambil hormat pada bendera merah putih?
Ya
sudah, aku mengikuti teman sekelas keluar dari kelas. Seluruh siswa di sekolah
berbondong-bondong meninggalkan kelas masing-masing menuju lapangan di halaman
depan sekolah. Tepatnya, kami harus berbaris di hadapan gedung sekolah kami,
tiang bendera tentu terpasang di dekat tangga menuju pintu sekolah, miris
sekali, kan?
Pantas
saja mayoritas dari kami membenci hari Senin, bukan hanya akhir pekan harus
rela berakhir, tetapi juga ini, upacara bendera. Hari Senin selalu diawali
dengan upacara bendera bagi seluruh siswa, tentu saja kami, sebagai siswa,
harus berpakaian seragam dengan atribut lengkap dan berdiri selama tiga puluh
menit di hadapan tiang bendera di lapangan. Yang tidak membantu, kami juga
harus berjemur layaknya pakaian di bawah sinar matahari.
Kenapa
upacara bendera harus diadakan pada pagi hari segala? Apakah kita dipaksa untuk
meletihkan diri hanya menghadap tiang bendera dan mengikuti segala perintah
pemimpin barisan dan pemimpin upacara?
Ini dia,
upacara dimulai ketika pemandu upacara mengumumkan bahwa masing-masing pemimpin
barisan menyiapkan setiap barisan.
“Siap
gerak! Lencang kanan gerak! Tegak gerak!”
Kami
tentu disuruh merapikan barisan sesuai perintah setiap pemimpin barisan. Begitu
selesai, setiap pemimpin barisan berbalik menghadap tiang bendera. Pemimpin
upacara pun akhirnya berjalan sebelum berdiri menghadap kami semua begitu
pemandu upacara mengumumkannya.
Pemimpin
barisan paling kanan memerintah kami semua, “Kepada … pemimpin upacara, hormat
gerak!”
Kami
menempelkan tangan kanan membentuk gestur hormat dengan telunjuk menyentuh dahi
kanan. Pemimpin upacara memberi hormat pada kami hanya sebentar sambil
menggerakkan kepala melihat setiap barisan.
“Tegak
gerak!”
Kami
kembali berdiri tegak sebelum setiap pemimpin barisan berjalan menghadapi
pemimpin upacara. Meski tidak terdengar dengan jelas, pasti semua sudah tahu
kalau setiap pemimpin barisan melaporkan bahwa setiap barisan yang dia pimpin
sudah siap melaksanakan upacara.
Pemimpin
upacara memberi perintah pada setiap pemimpin barisan untuk kembali ke tempat
masing-masing. Dia berbalik menghadap tiang bendera begitu pemandu upacara
mengumumkan bahwa pembina upacara berupa wali salah satu kelas dan
pendampingnya berupa salah satu siswa binaannya berjalan memasuki lapangan
upacara.
“Kepada
… pembina upacara, hormat gerak!” perintah pemimpin upacara setelah pembina
upacara dan pendampingnya berdiri di hadapan kami semua.
Kami pun
melakukan hormat kepada pembina upacara. Pembina upacara entah mengangguk atau
membalas hormat kami.
“Tegak
gerak!”
Pemimpin
upacara berjalan menghadap pembina upacara untuk melaporkan semuanya sudah
siap. Dia berbalik berjalan sebelum kembali menghadap pembina upacara.
Selanjutnya,
salah satu main event upacara ini,
pengibaran bendera diiringi oleh lagu kebangsaan Indonesia Raya. Inilah di saat ada beberapa murid yang tidak
fokus, ada yang mengobrol dan ada pula yang melakukan gerakan tidak perlu,
seperti main hp.
Kulihat
tiga orang pengibar bendera berjalan dari sebelah kiri menuju tiang sambil
membawakan bendera yang masih terlipat rapi. Kami harus menyaksikan bagaimana
mereka mengikat tali bendera pada tali tiangnya selama beberapa saat, sungguh
melelahkan.
“Bendera
siap!” ucap salah satu pengibar bendera.
Pemimpin
upacara memberi perintah, “Kepada … bendera merah putih, hormat—"
“Hiduplah Indonesia Raya …,” ucap
pengiring paduan suara.
“—gerak!”
Kami
memberi hormat pada bendera merah putih yang sedang dinaikkan ke atas oleh
pengibar bendera. Paduan suara yang berada di sebelah kanan kami turut
mengiringinya dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Indonesia tanah airku
Tanah tumpah darahku
Disanalah aku berdiri
Jadi pandu ibuku
Indonesia kebangsaanku
Bangsa dan Tanah Airku
Marilah kita berseru
Indonesia bersatu
Hiduplah tanahku
Hiduplah negriku
Bangsaku Rakyatku semuanya
Bangunlah jiwanya
Bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya
Bendera
merah putih akhirnya mencapai puncak tiang begitu paduan suara selesai
menyelesaikan lagu itu. Tali tiang bendera pengibar bendera ikat dengan erat
agar bendera merah putih tidak roboh secara tiba-tiba.
“Tegak
gerak!” Akhirnya pemimpin upacara dapat meringankan tangan kanan kami yang
sudah mulai pegal.
Ketiga
pengibar bendera memberi hormat pada bendera merah putih. Mereka pun akhirnya
kembali berjalan ke tempat asalnya.
“Mari
tundukkan kepala sejenak untuk mengenang seluruh pahlawan Indonesia, Mengheningkan Cipta, mulai,” pembina
upacara memberi perintah sesuai dengan arahan pemandu upacara.
Paduan
suara pun menyanyikan Mengheningkan Cipta
begitu kami semua menundukkan kepala. Bisa kudengar lagu itu memang membuat
haru mengingat pahlawan-pahlawan telah berjasa membangun negara ini dulu.
Dengar seluruh angkasa raya memuji,
Pahlawan negara
Nan gugur remaja diribaan bendera
Bela nusa bangsa
Kau kukenang
Wahai bunga Putra bangsa
Sayangnya,
obrolan bisa kudengar dari setiap barisan, memang menandakan bahwa kebosanan
telah menjajah mood kami. Sungguh
bosan kami mengikuti upacara bendera ini.
“Selesai,”
ucap pembina upacara begitu paduan suara selesai menyanyikan Mengheningkan Cipta.
Selanjutnya,
pembacaan Pancasila oleh pembina upacara diikuti oleh seluruh peserta upacara.
Dengan lancang, kami menyebutkan setiap butir Pancasila. Setelah itu, salah
satu panitia upacara yang berada di sebelah kiri kami membacakan Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945.
“Seluruhnya,
istirahat di tempat … gerak!” Pemimpin upacara memberi perintah ketika pemandu
upacara mengumumkan bahwa pembina upacara akan memberi binaan.
Seperti
biasa, nasihat dari pembina upacara kami dengar. Lagi-lagi soal belajar, belajar,
belajar, dan belajar. Dengan lantang, nasihat itu membuat kami bosan, sangat
bosan. Kami hanya menunggu agar binaan dalam upacara selesai sambil mendengar
setiap obrolan yang tidak mau kalah kerasnya.
“Tegak
gerak!” perintah pemimpin upacara.
Akhirnya,
upacara telah selesai ketika pemimpin upacara berjalan menghadap pembina
upacara melapor ingin membubarkan seluruh barisan. Sekali lagi, kami melakukan
penghormatan kepada pembina upacara yang akan meninggalkan upacara.
Jangan
lupa, kami juga harus memberi hormat kepada pemimpin upacara yang akan
meninggalkan lapangan upacara. Napas kami bisa bertambah lega.
Tepat
sebelum setiap pemimpin barisan membubarkan kami semua, sialnya, kami harus
menahan napas ketika kepala sekolah mengganggu ketenangan kami. Ada apa sampai
menganggu selesainya upacara!
“Saya
masih dengar kalian berbicara di saat upacara! Kalian tidak tahu rasa hormat
pada negara kalian sendiri! Kalian tidak menghormati seluruh proses upacara
ini! Kalian tahu kenapa harus ada upacara seperti ini segala, kan? Hah?
“Saya
hukum kalian semua! Kalian tetap berdiri di sini!”
Buruk
sekali, kita semua diberi hukuman hanya karena keramaian murid yang tidak mau
kalah dengan proses upacara. Kita memang harus berdiri di bawah teriknya sinar
matahari sampai selesai.
Tentu
kami semua mengeluh dalam hati. Tentu saja ada yang harus disalahkan. Tenaga
kami kembali terbuang gara-gara hukuman dari kepala sekolah itu.
“Woi!
Itu kenapa?” Kepanikan mengalihkan perhatian kami menuju sebelah kanan.
Rupanya,
ada seorang siswi yang jatuh pingsan, entah karena kecapekan atau tekanan dari
kepala sekolah. Terima kasih banyak, kepala sekolah, Anda baru saja membuat
kami, siswa sekolahmu sendiri, kelelahan, jika perlu, ada yang jatuh pingsan.
Beberapa
dari kami berbondong-bondong meninggalkan barisan untuk menyaksikan kejadian
tersebut. Beberapa guru yang bertugas mengawasi proses upacara juga ikut
berlari menyaksikan kejadian salah satu siswi pingsan.
Kepanikan
seraya menggantikan tekanan dari hukuman kepala sekolah. Beberapa guru turut
membantu membawa siswi yang pingsan itu keluar dari lapangan upacara. Sisi
positifnya, salah satu guru mengumumkan bahwa upacara memang selesai dan
menyuruh kami kembali ke kelas masing-masing.
Itulah
mengapa aku benci upacara bendera seperti ini, sama seperti yang lain.
Comments
Post a Comment