I Can't Believe My Love is A Gamer Episode 3
LazyDays
Ah ….
Jadi malas gerak gara-gara gadis itu!
Sudah
berapa lama aku terbaring di tempat tidur? Aku sama sekali tidak menghitung
berapa jam saking kesalnya meledakkan bom atom di dalam otakku. Aku harap aku
tidak pernah bertemu gadis brengsek itu lagi.
Selama
aku berbaring di tempat tidur empuk menghadap televisi LCD dan PlayStation 4,
aku hanya mendengarkan musik lewat aplikasi YouTube. Kutatap layar ponsel
sambil berbaring dan memakai earphone.
Sungguh,
gara-gara gadis itu, lagi-lagi aku bilang begini, aku jadi pemalas, tidak mau
main game, tidak mau membaca kembali
setiap materi pelajaran pada hari ini, dan … tidak mau ngapa-ngapain kecuali
cuma main hp dari pas aku pulang ke rumah.
Tasku
sampai kubanting ke arah lemari dekat rak TV dan PlayStation 4, saking ingin
melampiaskan kemarahanku. Bagaimana tidak kesal coba? Padahal peraturannya
sederhana kalau mau main Sound Voltex di
game center yang tadi kukunjungi. Dia
malah menuduhku RCT, orang yang tidak ingin gantian mainnya.
Udah
deh, setelah mendengar lagu bertempo cepat sesuai dengan kemarahanku, aku ketik
kata kunci “LazyDays Houseplan” di search
bar aplikasi YouTube di hp. Lagu itu tentu menggambarkan betapa malas
diriku ini.
Akhirnya
kumainkan lagu LazyDays yang
dibawakan Houseplan, juga dikenal sebagai Lunatic Sounds, komposer asal Korea.
Lagu itu di-featured di game EZ2AC dan O2Jam. Beruntung, aku sempat meng-unlock lagu itu di O2Jam
Music and Beats di hpku, jadi lagu itu salah satu lagu favoritku di sana.
Sayang
sekali, padahal aku ingin bermain EZ2AC
yang ternyata hanya tersedia di Korea, no
export for you, benar, tidak tersedia secara internasional. Mungkin ini
gara-gara Konami yang menuntut developer
EZ2AC hanya karena mirip dengan Beatmania
lewat jalur hukum.
Sekadar
info, Konami merupakan pionir game musik seperti
Beatmania dan Dance Dance Revolution. Omong-omong, Konami juga memiliki lini game musik bernama BEMANI yang terdiri
dari Beatmania, Dance Dance Revolution,
Pop’n Music, dan Sound Voltex. Sound Voltex yang
tadi kumainkan adalah buatan Konami.
Lagu
tersebut dimulai dengan suara semacam pergantian channel radio. Alunan piano jazz pun menyusul dengan santai. Nah,
seharusnya aku mendengarkan ini untuk meredam kemarahanku.
Kusaksikan
juga music video berawal dari
segalanya berterbangan, melayang menuju luar angkasa. Ketika suara gitar mulai
mengiringi lagu itu, tokoh utama dalam music
video itu membayangkan beberapa kehidupan.
Satu,
sebagai seorang pembuat kue, ketika dia memasukkan adonan ke dalam oven,
beberapa roti dan kue berterbangan keluar dan melayang seperti di luar angkasa.
Yang kedua, dia adalah seorang detektif yang ingin memecahkan sebuah kasus.
Kulihat juga tulisan dialog sang tokoh utama.
MY NAME IS BENI.
I like a lot of things.
The answer is ONE.
Suara
alunan piano kian melembut ketika kulihat roket meluncur ke luar angkasa
melewati langit hitam dan awan berwarna, dan diakhiri dengan kata fin. Musik jazz semakin mengalun ketika
muncul beberapa kepala seperti boneka Tsum
Tsum bermunculan di layar hp-ku.
Memasuki
klimaks lagu, sebuah roket digambarkan meluncur, kali ini seperti CGI
kelihatannya. Alunan musik semakin enak untuk didengar, aku paling suka bagian
yang ini.
Di akhir
video, bisa kulihat tokoh utama mendapat tantangan membuat video ber-deadline besok. Namun, dia malah
terlempar ke belakang begitu menerima tantangan itu, dia bergetar seperti glitch dalam sebuah game lelet.
Bisa
kubayangkan kalau tokoh utama itu adalah gadis berambut bang yang kutemui tadi di game
center. Akan menyenangkan kalau melihatnya terlempar seperti itu. Aku malah
tertawa di dalam hati ingin melihat betapa menderitanya gadis itu.
Let’s call it a day!
“Arfian,
makan malam bareng!” ujar kakakku sambil mengetuk pintu kamar, saking kagetnya
hingga aku harus melepas earphone-ku.
“Sebentar!”
jawabku.
“Udah
pada ngumpul nih!”
“Iya,
iya!”
Aku
bangkit dari tempat tidur dan berbalik menghadap pintu kamar untuk membuka
kunci pintu. Kubuka pintu dengan lebar sebelum berjalan keluar dari kamar. Di
depan kamarku, kubisa melihat kamar kakak.
Aku
berbelok kanan menuju meja makan, di mana seluruh keluargaku telah duduk mulai
menyantap makan malam sambil mengobrol. Sialnya, hampir semuanya dibicarakan,
semua ditanya, benar-benar menyebalkan.
Kulihat
ayah dan ibu duduk bersebelahan selalu mempertanyakan kakak dan adikku, ya, ini
yang bikin aku malas untuk makan malam bareng. Kenapa mereka ingin tahu
segalanya tentang kehidupan anaknya sendiri?
Kuambil
piring dan meja makan dan berjalan menuju dapur. Kubuka rice cooker di dekat kompor untuk mengambil nasi secukupnya ke
piring. Aku berjalan kembali menuju meja makan.
Ketika
aku duduk di antara adik dan kakakku, kulihat lauk pauk untuk makan malam kali
ini, sop kikil, ah, aku benar-benar tidak suka dengan sop kikil, jujur saja,
tiap kali aku melihatnya, pasti tidak ingin kuambil. Sop kikil sama telur
balado, telur balado, lebih baik.
Kuambil
dua telur rebus dengan bumbu balado menggumpal merah itu menuju piring. Tanpa
perlu bicara lagi, aku mulai menikmati makan malam bersama seluruh keluargaku.
“Tadi
belajar apa aja, Arfian?” Oke, ibuku melontarkan pertanyaan klise, pertanyaan
yang sebenarnya tidak ingin kudengar.
“Tadi
gimana belajar di sekolahnya?” Lebih buruk, ayahku juga melontarkan pertanyaan
yang kurang lebih sama.
Kenapa
setiap orangtua seperti mereka harus tahu segala sesuatu tentang anaknya?
Apakah mereka ingin melanggar privasi anaknya sendiri? Aku paling kesal dengan
kedua pertanyaan itu. Kurasa pertanyaan itu sangat tidak penting untuk
ditanyakan, hanya untuk melanggar privasi.
Dengan
berat hati, terpaksa aku menjawab, “Tadi belajar fisika, Bu. Ya, pusing juga
tadi gurunya, ngejelasinnya kayak cepat banget. Terus, belajar sejarah. Mending
lah gurunya.”
Adik
perempuanku yang masih kelas 5 SD melontarkan permintaannya, “Oh ya, Bu, nanti
beliin kertas A4 dong? Kertas buat printer
udah mau habis.”
“Iya,
Nak,” ibuku menjawab adikku yang berambut lurus panjang kinclong itu.
Kakak
laki-lakiku yang berkacamata dan berambut belah dua juga berpesan, “Arfian, itu
PR jangan lupa dikerjain. Jangan ditunda-tunda kayak Kakak dulu, makin ditunda
makin numpuk.”
Ayahku
justru membalas, “Itu gara-gara kamu main game
aja! Pulang sekolah malah main game,
weekend juga main game! Apa enggak capek main game terus, hah!”
Sialan,
aku bahkan ingin menutup telinga ketika ayahku menasihati kami semua. Aku ingin
melontarkan kata-kata kasar padanya, tapi aku tidak bisa. Dia tetap ayahku,
suka atau tidak. Aku capek dengarkan nasihat itu berkali-kali, hampir setiap
hari pasti nasihatnya itu-itu aja.
“Anak-anak
Ayah sama Ibu kan pelajar! Harusnya belajar terus demi masa depan! Kan masa
depan sendiri yang nentuin!” tegur ayahku.
Beginilah
makan malam keluargaku. Aku bahkan terganggu oleh setiap ujaran yang melanggar
privasi setiap remaja. Aku bahkan tidak bisa tenang menikmati kematangan putih
telur rebus bumbu balado di lidah, sampai-sampai aku hanya ingin cepat selesai
dan meninggalkan meja makan.
“Anak-anak
sering kumpul kayak gini, ngobrol, pada bicara, ayo!” ujar ibuku. “Pada belajar
apa aja, mau pada ngapain besok, terserah mau ngobrol apa, yang penting pada
ngobrol.”
Aku
menghela napas, tidak tahan dengan segala emosi dan tekanan yang semakin
menumpuk. Dari segala materi pelajaran di sekolah, pertemuanku dengan gadis
brengsek di game center, terus ini?
Nasihat orangtuaku yang terlalu menggurui?
Bom atom
yang menumpuk di otakku semakin banyak meledak, ingin kulampiaskan kemarahanku.
Aku tidak ingin mendengar segala nasihat yang klise, benar-benar klise.
Alih-alih nasihat yang menyemangati, malah penuh larangan dan tekanan. Sialnya,
seorang anak sepertiku tidak semuanya ingin mendengar nasihat terlalu
menggurui.
Aku
memang seorang remaja, siswa SMA biasa, dan gamer.
Aku benar-benar lelah belajar semua mata pelajaran yang wajib diambil siswa SMA.
Kalau masuk kuliah, paling tidak semuanya diterapkan. Hanya seperlunya sesuai
jurusan kuliah yang kita ambil.
“Udah,
jangan pada di kamar melulu.” Satu lagi nasihat yang terlalu menggurui dari
ibuku terlontar. “Pada ngumpul, ngobrol.”
Kurasa
tidak perlu ada yang dibicarakan mengenai kehidupanku seperti apa, gimana
pelajaran sekolahnya, itu benar-benar privasi sekali menurutku, privasi.
Semuanya pasti berhak menyembunyikan apa yang tidak ingin mereka bicarakan.
Ketika
aku menyelesaikan makan malamku, aku bangkit dari tempat duduk dan berjalan
menuju dapur. Kutaruh piring, sendok, dan garpu yang telah kugunakan di
wastafel.
“Arfian,
jangan di kamar terus, sini dong, ngomong sama Ayah sama Ibu,” ibuku memohon.
“Arfian
mau belajar, Bu,” ucapku ketika kedua kaki telah menginjak lantai kamar.
“Oh ya,
Kakak juga mau ngerjain tugas dulu,” ucap kakakku pamit.
“Mending
pada kerjainnya di luar aja, kan—”
Ucapan
ibuku terpotong ketika aku menutup pintu rapat. Kukunci pintu hingga
menimbulkan suara jelas agar mereka tidak dapat menganggu privasiku. Ah, aku
hanya sedang ingin menyendiri bukan hanya omongan melanggar privasi, tetapi
juga gara-gara gadis brengsek itu.
Aku
sering mendengar sebuah kalimat kurang lebih seperti ini, semakin kamu melarang sesuatu, semakin banyak keinginannya untuk
melakukan larangan itu. Kurasa hal itu juga terjadi padaku. Ayahku larang
kebanyakan main game, justru aku
malah makin pengen gara-gara larangan itu.
Keluargaku
bakal enggak pernah paham apa yang sedang kurasakan sekarang. Stres tingkat
ganda, serius, kebanyakan gara-gara gadis tadi yang kutemui di game center.
Karena
aku telanjur bilang mau belajar, ya
sudah. Aku ambil buku catatan fisika dari tas. Begitu kubuka kembali catatan
rumus dari materi tadi sebelum pulang sekolah, aku kebingungan, benar-benar
kebingungan.
Tulisan
dengan simbol dan huruf tentu membuatku bingung seperti berputar-putar. Aku
mencoba membaca berulang-ulang meski harus menghapal rumus tersebut tetap saja
menambah stres.
Sialnya,
pelajaran fisika besok akan ada quiz,
ibaratnya sama seperti ulangan, tidak boleh melihat catatan sama sekali. Aku
benar-benar harus serius menghapal rumus yang telah guru fisika itu berikan
padaku dan teman-teman sekelasku.
Alih-alih
dapat menghapal, malah dapat stres lagi. Uh! Stresku seperti membakar seluruh
tubuh penuh frustrasi. Sialan!
Karena
stresku sudah menumpuk, YouTube menjadi hal untuk meredakan stres, salah
satunya. Begitu kubuka halaman depan aplikasi YouTube, kubuka video Top 10 lagu terbaru di game BEMANI selama bulan Agustus. Oke,
aku ingin tahu lagu yang mana disukai penggemar rhythm games dari Konami itu.
BEMANI Fan Site: Music 2017 August Monthly
Ranking
Position
|
Song
|
Artist
|
Game
|
10
|
Mirrorwall
|
BlackY
|
Sound
Voltex IV Heavenly Haven
|
9
|
FLOWER ~live pf addition~
|
Nostalgia
FORTE
|
|
8
|
WHITEOUT
|
Kaneko Chiharu
|
Sound
Voltex IV Heavenly Haven
|
7
|
MONOLITH
|
Nostalgia
FORTE
|
|
6
|
INVISIBLE STRIX
|
Beatmania
IIDX 24 SINOBUZ
|
|
5
|
Boku no hikouki
|
Suzukake jidou gasshoudan
|
Nostalgia
FORTE
|
4
|
The Reflesia of Eternity
|
REFLEC
BEAT Yuukyuu no Reflesia
|
|
3
|
Chaos:Q
|
Nonuplet
|
pop’n
music usagi to neko to shounen no yume
|
2
|
Dyscontrolled Galaxy
|
Camellia
|
Sound
Voltex IV Heavenly Haven
|
1
|
Ace of Aces
|
Dance
Dance Revolution A
|
Setidaknya
dua lagu favoritku dari Sound Voltex masuk
top 10 lagu favorit di chart bulanan BEMANI edisi Agustus, WHITEOUT dan Dyscontrolled Galaxy. Aku paling suka dengan Dyscontrolled Galaxy, meski chart
lagunya susah, tetap saja aku menyukai setiap elemen lagu itu.
Lalu aku
sadar ada sesuatu yang hilang ketika aku menatap notifikasi pesan masuk di grup
LINE, grup komunitas game arcade.
Sebuah pertanyaan muncul, kembali menumpuk stres akutku.
Di mana DJ Yoshitaka (komposer
FLOWER), TAG, dan yang lainnya?
Ada apa dengan Beatnation Records (label
rekaman in-house BEMANI) dengan Konami?
Apakah Konami mengacaukan mereka seperti Hideo
Kojima?
Comments
Post a Comment