I Can't Believe My Love is A Gamer Episode 6
Ignis Danse
Pekan
ini benar-benar sial! Menyebalkan! Gara-gara Nabila alias gadis brengsek yang
pertama kali kutemui di sebuah game
center, hidupku jadi sengsara begini! Stres harus saja kudapatkan setiap
kali aku memikirkan atau bertemu dengannya!
Aku
bahkan rela tidak rela ke game center sepulang
sekolah demi menghindari gadis brengsek itu. Anggap saja aku sedang menghukum
diriku sendiri, benar, gara-gara pertemuan itu. Aku hanya main PlayStation 4 di
kamar tanpa mau keluar kecuali saat makan malam bareng keluarga.
Keluargaku
tentu tidak akan tahu betapa aku kesal terhadap gadis brengsek itu. Memang
seharusnya begitu, urusanku biarkan saja menjadi sebuah privasi diri sendiri.
Baguslah,
aku mencabut hukuman diri sendiri pada hari Sabtu, hari libur. Aku pergi ke game center di mall lain, berharap saja
aku tidak perlu bertemu gadis brengsek itu lagi.
Oh ya, game center di mana aku pertama kali
gadis brengsek itu berada di dalam mall tak jauh dari sekolah. Memang wajar
sering banget anak-anak dari sekolahku pergi ke sana sepulang sekolah. Ya,
sesekali mereka juga ke game center ramai-ramai.
Kali
ini, game center kali ini berada di
dalam salah satu mall yang terletak di pusat kota. Aku juga sering berkunjung
ke sini saat akhir pekan. Beruntung, ini jadi alternatif agar menjauhi gangguan
gadis brengsek kayak Nabila saat aku asyik bermain.
Akhirnya
aku dapat melampiaskan emosiku, seluruh emosi yang telah tertampung di otakku.
Beban akibat semua materi pelajaran yang membingungkan, beberapa tekanan dari
orangtua yang enggak peduli aku pengen jadi apa, dan … terutama … gadis
brengsek itu! Nabila alias gadis tukang tuduh RCT!
Beruntung,
ada lagu yang cocok untuk meledakkan semua bom atom di seluruh tubuhku. Lagu
berelemen irama api kemarahan, Ignis
Danse. Kurasa game yang sedang
kumainkan juga tepat untuk mengeluarkan api murka. Game menabuh drum, Taiko no Tatsujin atau dalam bahasa
Inggrisnya Taiko Drum Master.
Aturan
mainnya cukup sederhana seperti menabuh drum atau bisa kubilang sebagai bedug
sesuai irama ketika note tiba di
garis dan lingkaran kecil sebelah kiri atas layar menggunakan stik.
Ada
empat note dasar dalam game ini, note merah mengharuskan player untuk memukul bagian depan drum, note biru mengharuskan player untuk memukul bagian pinggir drum. Kalau bentuknya besar player harus memukul dua sisi
menggunakan dua stik.
Dua note lagi benar-benar spesial, drumroll note, ibaratnya long note di
Beatmania dan Sound Voltex, bedanya, player
harus memukul drum berkali-kali agar dapat poin lebih. Terakhir, balloon note, player harus memukul drum berkali-kali hingga balon yang muncul di
layar meletus demi poin bonus.
Aku
menabuhkan drum seperti orang yang lagi marah, mengikuti irama kemarahan lagu Ignis Danse. Aku sudah tidak peduli lagi
ketika menambahkan seluruh tenaga amarah untuk memukul drum sesuai irama kemarahan dari alunan gitar rock.
Aku
bermain seperti orang gila yang sedang meledakkan bom atom di seluruh pikiran.
Aku tahu kalau beberapa pengunjung di game
center memperhatikan betapa kerasnya pukulan stik drumku pada kontrol drum
di Taiko no Tatsujin.
Difficulty lagu yang kumainkan adalah level 10, chart-nya setidaknya cocok untuk melampiaskan emosiku dengan
memukul drum keras-keras. Ibaratnya, aku ingin memukul gadis itu memukul stik
drum sebagai hukuman karena menghinaku.
STAGE
CLEAR!
Stage terakhir dalam play pertamaku hari ini telah selesai, setidaknya aku mencapai norma (batas minimal clear sebuah stage) pada Tamashii gauge yang
berada di sebelah kanan atas pada layar. Padahal Oni level 10 benar-benar sulit, sesederhana kontrolnya, main naik
levelnya makin susah.
“Jangan
keras-keras juga pukulnya kali!” Suara seorang gadis menegurku. Tunggu … aku
pernah mendengar suara gadis ini.
Ketika play pertamaku berakhir, aku berbalik
memandang sumber suara itu. Ah! Sialan, Nabila alias gadis brengsek telah tiba
di game center yang sedang
kukunjungi. Kenapa harus dia yang datang? Kenapa tidak salah satu teman satu
komunitas game arcade saja yang
datang? Kenapa harus dia?
“Lo
semangat banget mainnya.” Aku tak yakin entah dia menyindirku atau bukan.
“Sampai-sampai lo keras-keras mukul drumnya.”
Ya,
emang! Kalau pelan mukulnya, ya enggak mungkin gue bisa clear lagu tadi! Duh, emang dia pernah coba main Taiko no Tatsujin sambil mukul drum
pelan-pelan.
Ya
sudah, aku akan mengulangi kesalahan yang sama. Aku tidak ingin membiarkan
Nabila bermain. Kalau dia harus pergi, pergi saja. Paling tidak aku akan
dituduh sebagai tukang RCT lagi.
Aku
menge-swipe kartu saldo game center-ku pada mesin Taiko no Tatsujin. Ku-tap kartu BanaPass (BANAPASSPORT, ID card untuk game-game arcade buatan Bandai Namco Games).
Sialnya,
Nabila juga melakukan hal yang sama. Apa dia memang ingin main Taiko no Tatsujin. Kalau begitu multiplayer nih mainnya.
“Daripada
gue nuduh lo RCT, mending duaan mainnya. Gue pengen lihat segimana jago lo main
game ini.”
Dia
ngomong kayak udah jago mainnya lah! Apa dia udah pernah main level tinggi?
Begitu game sudah memasuki song select, Nabila berkata, “Gue duluan yang pilih.”
Oke, dia
jelas bukan pemain Taiko no Tatsujin yang
awam. Kalau iya, dia pasti bakal pilih lagu J-Pop atau anime, kalau kagak,
paling vocaloid atau variety.
Ternyata dia pilih folder “Namco
Original”, folder khusus lagu
original Taiko no Tatsujin.
Yang
membuatku terkejut adalah dia memilih lagu berjudul Yoake Made Ato 3-byou. Lagu itu sebenarnya salah satu lagu original
dari Synchronica, rhythm game yang juga merupakan garapan
Bandai Namco.
Begitu
aku memilih difficulty Oni level 9, dia juga ikut-ikutan! Baiklah, aku
terima tantanganmu.
Lagu
dimulai dengan alunan piano begitu kami memulai stage 1. Sejujurnya, ini salah satu lagu favoritku di Taiko no Tatsujin. Aku sering memilih Yoake Made Ato 3-byou saat bermain Taiko no Tatsujin di game center ini. Mari kita lihat
seberapa jago kamu mainnya, gadis brengsek.
200
COMBO!
Begitu
memasuki reff, aku terkejut, sangat terkejut! Kami sama-sama mencapai 200 combo mulai dari reffnya. Aku tidak
percaya, gadis brengsek yang bermain Taiko
no Tatsujin bersamaku ternyata benar-benar jago!
Kami
sama-sama imbang dalam combo sampai …
saat aku harus rela memecahkan combo-ku
tepat di akhir, akhir lagu! Sialan! Dia menang dalam urusan combo, sementara aku harus dapat 1 miss bagaikan taburan garam.
FULL
COMBO!
STAGE
CLEAR!
Result akhirnya ditampilkan dalam layar game tersebut. Ah! Ternyata gadis
brengsek skornya lebih tinggi daripadaku! Sialan! Aku tidak percaya gadis
brengsek itu dapat mengalahkanku di Taiko
no Tatsujin.
“Kenapa?
Kaget? Kaget ngelihat gue jago main ginian?” Lagi-lagi pertanyaan tak perlu
terlontar oleh gadis brengsek itu.
Oke,
kali ini lo menang. Begitu game selesai
dalam tiga stage, gue bakal main yang
lain aja.
***
Sialnya,
setiap game yang ingin kumainkan, dia
malah ikut-ikutan, terus nantang aku buat multiplayer.
Mulai dari Wangan Midnight Maximum Tune
5DX+, game balapan mobil yang juga buatan Bandai Namco dan diadaptasi dari manga Wangan Midnight. Setidaknya controller-nya menyerupai controller mobil sungguhan, lengkap
dengan roda setir, gigi, dan pedal rem serta gas.
Oke,
ternyata aku benar-benar meremehkan kemampuan gadis brengsek ini dalam game balapan kayak gini. Sialnya, aku
juga kalah cepat dalam balapan. Dia malah mencapai garis finish duluan.
Selanjutnya,
saat aku ingin main Time Crisis 5,
game menembak buatan Bandai Namco dengan controller
berbentuk pistol dan pedal, lagi-lagi dia ikutan. Lebih buruknya lagi, dia
nembak setiap musuh dengan cepat. Aku benar-benar kalah cepat.
Aku
kesal ketika dia dapat skor lebih tinggi di akhir play! Kami memang menyelesaikan semua stage. Fine, mari kembali
ke rhythm game.
Terus,
saat aku ingin main RhythmVaders alias
Groove Coaster, rhythm game buatan Taito, lagi-lagi dia memaksaku untuk multiplayer. Ternyata, eh, ternyata, dia
juga punya NESICA ID card (ID Card
khusus game arcade buatan Taito).
Lagi-lagi,
tiga stage dalam satu play, dia yang memimpin, skorku kalah
dengan skornya! Dia memilih lagu yang susah-susah, Solar Storm, Black MinD,
dan Scarlet Lance, semua difficulty HARD level 10. Itu lagu-lagu
susah di RhythmVaders! Kita sama-sama
pakai power-up SUPER SAFE agar MISS berubah jadi GOOD sebanyak dua puluh kali.
Terus,
dia dapat FULL CHAIN dalam semua stage, tanpa ada miss dan semua ad-lib dengan mudah dia temukan! Sialan!
Sialan! Aku ada miss-nya lagi! Aku
ingin berkata kasar!
Apa lagi
sekarang? Maimai, rhythm game yang bentuk mesinnya mirip
mesin cuci? Oke! Kita main multiplayer …
lagi. Dia sengaja mau ngetes skill-ku
sekaligus membuatku frustrasi!
Sama
seperti RhythmVaders, lagi-lagi dia
pilih lagu susah, lagu susah! Kali ini difficulty
MASTER level 13. Lagu untuk stage pertama,
AMAZING MIGHTYYYY!!. Stage kedua Our Wrenally. Stage ketiga,
lagu yang paling kubenci di Maimai, Glorious Crown, yang merupakan versi
arransemen ulang dari lagu Freedom Dive oleh
xi, salah satu lagu infamous dari
kompetisi BMS of Fighters.
Parahnya
… lagi, dia dapat skor lebih tinggi tiga stage
berturut-turut. Oh …. Kenapa? Kenapa aku harus kalah dengan gadis
sebrengsek dia.
Gadis
brengsek itu berkata padaku, “Lo kaget, kan? Gue udah ngalahin lo di setiap game favorit lo sendiri. RhythmVaders, Maimai, Taiko no Tatsujin,
Time Crisis 5, sama Maximum Tune 5. Lo tentu aja takut
ngehadapi gue main Sound Voltex. Ya,
berhubung mesin Sound Voltex di sini
ada dua, mending kita adu. Anyway,
kita setara lho.”
Dasar!
Gadis brengsek ini nantang aku main Sound
Voltex. Ya udah, gue terima tantangannya.
“Oke
deh, fine! Gue terima tantangan lo!
Tapi lagunya gue yang tentuin!”
“Deal!”
***
“Enggak
…. Enggak mungkin!” seru gadis brengsek ketika melihat hasil akhir seluruh play yang terdiri dari tiga stage.
Akhirnya
…. Semua skor ketiga stage-ku
mendominasi! Seenggaknya aku dapat rank A+
sampai AA. Dia? Cuma dapat rank A
sampai A+.
Aku
sengaja pilih lagu level 17 biar dia tahu rasa dalam semua tiga stage. Lagu dan difficulty yang kupilih adalah Juggle
MAXIMUM, Independent Sky GRAVITY,
dan Heavenly Adventure MAXIMUM.
Untungnya, dia dapat Track Crash setelah
main Independent Sky EXHAUST di stage kedua.
“Woi, lo
pasti curang, kan?” Lagi-lagi dia menuduhku yang aneh-aneh.
“Ya
enggak lah. Enggak mungkin curang di game
arcade! Mana mungkin ada semacam cheat
code!” aku menolak tuduhannya.
“Lo!”
Dia mulai berapi-api ketika play kami
selesai. “Tanding ulang aja! Main lagi!”
Akhirnya,
aku melihat sisi egois dari gadis brengsek itu. Dia enggak mau terima kalau aku
benar-benar lebih jago main Sound Voltex.
Anggap aja ini hukum karma karena telah menyombongkan diri setelah melawanku di
setiap game.
“Udah ah!
Tanding ulang!” Gadis brengsek itu bersikukuh hingga harus menge-tap eAmuse card-nya dan menge-swipe kartu
saldo game pada salah satu mesin Sound
Voltex.
“Ya
udah, mau enggak mau, lo harus terima kenyataan kalau gue menang di Sound Voltex. Fine, gue pengen balik duluan. Gue capek harus ngelihat lo di game center ini. Mungkin pas weekend gue pindah ke game center lain aja. Gue cabut duluan.”
“Ah!
Lo!” teriak gadis brengsek itu saat aku berbalik meninggalkan game center itu.
Aku bakal nge-blacklist game
center yang biasa kukunjungi demi menghindari gadis brengsek itu. Serius,
aku tidak akan mengunjungi game center itu
lagi.
Comments
Post a Comment